Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heru Sundaru
"Asma bagi sebagian besar negara di dunia sudah menjadi masalah. Peningkatan prevalensi, morbiditas, mortalitas, menurunnya kualitas hidup merupakan contoh yang perlu mendapat perhatian. Upaya penanggulangan penyakit tersebut, terbentur kepada belum diketahuinya penyebab asma, sehingga penelitian umumnya ditujukan kepada faktor risiko asma dengan harapan suatu hari diketemukan penyebab yang pasti. Dua faktor utama yang mempengaruhi asma yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik tidak dapat menerangkan terjadinya peningkatan prevalensi asma. Hal ini terbukti dari penelitian-penelitian pada ras yang sama, tetapi tinggal di berbagai negara atau wilayah mempunyai prevalensi asma yang berbeda- beda. Oleh karena itu penelitian terutama ditujukan kepada faktor lingkungan. Faktor genetik seperti terwakili dalam riwayat asma dalam keluarga, penyakit atopi yang khususnya rinitis alergik yang menyertai asma punya peranan dalam terjadinya serta prevalnsi asma. Dari faktor lingkungan, kadar alergen tungau debu rumah (TDR), sensitisasi alergen, urutan kelahiran anak serta polusi udara dilaporkan berkaitan dengan prevalensi dan berat asma.
Daerah urban sering dilaporkan mempunyai prevalensi asma yang Iebih tinggi dibandingkan daerah rural. Jakarta yang dapat dikatakan mewakili daerah urban dilaporkan mempunyai polusi udara dan frekuensi sensitisasi alergen yang tinggi dibanding dengan Subang suatu wilayah perkebunan dan pertanian dianggap sebagai daerah rural mempunyai udara yang relatif bersih. Sampai sejauh ini belum ada penelitian asma yang mencari faktor risiko terjadinya asma yang membandingkan daerah urban dan rural di Indonesia. Data ini penting untuk upaya pencegahan baik terjadinya asma maupun serangan asma.
PENETAPAN MASALAH
Dari latar belakang di atas timbul pertanyaan apakah ada perbedaan prevalensi dan berat asma antara urban dan rural, jika ada apakah disebabkan oleh riwayat asma dalam keluarga, penyakit atopi yang menyertai, kadar alergen TDR, sensitisasi alergen, urutan kelahiran, dan polusi udara.
METODOLOGI PENELITIAN
Disain dan analisis penelitian
Potong Iintang, sedangkan analisis yang menyangkut prevalensi menggunakan analisis univariat, untuk membandingkan faktor risiko digunakan analisis bivariat atau analisis kasus kontrol. Analisis multivariat digunakan untuk menghilangkan faktor-faktor pengganggu. Diharapkan penelitian ini menghasilkan model prediksi terjadinya penyakit asma.
Populasi dan sampel penelitian
Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) berusia 13-14 tahun yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan.
Tempat dan waktu penelitian
SLTP terpilih di wilayah Jakarta Pusat dan Kabupaten Subang, dari Maret 2003 sampai Oktober 2004.
Cara kerja
Semua siswa dari SLTP terpilih, mengisi kuesioner ISAAC (lnternational Study of Asthma and Allergy in Chifdren) yang berisi gejala asma, riwayat asma dalam keluarga, penyakit atopi yang menyertai. Sebagian siswa yang terpilih secara random dan kontrol dilakukan uji kulit terhadap 6 macam alergen dan kontrol positif serta negatif. Sampel debu dari atas kasur diambil untuk pengukuran kadar alergen TDR. Polusi udara diukur di Jakarta Pusat dan di Kalijati serta Lapangan Bintang Subang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik kasus
Dari 131 SLTP di Jakarta Pusat, terpilih secara random 19 SLTP yang diikutkan dalam penelitian ini, sedangkan di Subang 12 SLTP dari 72 SLTP. Di Jakarta didapatkan 3840 responden dengan response rate 97,5% dan 3019 responden di Kabupaten Subang dengan response rate 98%. Dari seluruh responden di Jakarta 1751 (45,6%) berjenis kelamin Iaki-laki dan 2089 (54,4%) perempuan, sedangkan di Subang dari total responden 1476 (48,9%) berjenis kelamin laki-Iaki dan 1543 (51,1%) perempuan.
Di Jakarta didapatkan 2601 responden masuk kriteria kontrol dan 480 masuk kriteria asma (mengi 12 bulan terakhir, mengi, olah raga dan batuk malam). Di Subang didapatkan 1094 responden masuk kriteria kontrol dan 737 kriteria asma.
Pada pengukuran kadar alergen TDR di Jakarta terpilih secara random untuk kontrol 164 responden dan kasus 165 responden, di Subang kontrol terpilih secara random 138 dan kasus 168 responden. Uji tusuk kulit pada responden secara random di Jakarta pada 274 kontrol dan 253 kasus dan di Subang 247 kontrol dan kasus 269 orang.
Prevalensi asma
Prevalensi asma 12 bulan terakhir yang merupakan kombinasi gejala mengi, mengi setelah olah raga dan batuk malam 12 bulan terakhir didapatkan 12,5% (480 kasus) di Jakarta dan 24,4% (737 kasus) di Subang, terdapat perbedaan yang bermakna p 0,000 OR 2,26 (IK 95%, 1,49-2,57). Dengan demikian pada penelitian ini prevalensi asma di daerah rural lebih tinggi dari daerah urban.
Prevalensi mengi 12 bulan di Jakarta 7,5% (288 kasus) dan di Subang 9,6% (290 kasus), berbeda bem1akna p 0,001 OR (odds rasio) 1,10 (IK 95% 1,10;1,50). Didapatkan prevalensi batuk malam yang tinggi di Subang, Pada analisis batuk malam menggunakan diagram Venn diperoleh kasus batuk malam saja tanpa disertai mengi sebanyak 190 kasus (4.95%) di Jakarta dan 442 kasus (14,6%) di Subang. Karakteristik batuk malam di Jakarta lebih atopi ( p 0,000 OR 8,81 IK 95% 4,12;19,7) dibanding Subang (p 0,043 OR 1,53 IK 95% 0,99;2,31). Data ini menunjukkan bahwa batuk malam di Jakarta lebih mungkin berkembang menjadi asma, sedangkan di Subang batuk malam Iebih mungkin karena iritasi.
Pengukuran kadar polusi udara di Subang ternyata mempunyai kadar SO; (111,76-114,08 pg/ma) dibanding Jakarta 30,75 pglm3. Dilaporkan kadar S02 yang tinggi menyebabkan mengi dan batuk. Beberapa Iaporan menunjukkan intervensi terhadap tingginya kadar SO2 sampai mendekati normal menyebabkan prevalensi mengi dan batuk menurun secara bermakna. Tingginya prevalensi mengi di Subang berasal dari S02 yang dihasilkan gunung berapi yang masih aktif (Gunung Tangkuban Perahu).
Prevalensi mengi 12 bulan terakhir
Prevalensi mengi 12 bulan terakhir di Subang 9,6% Iebih tinggi dari akarta 7,5% (p 0,001). Perbedaan prevalensi karena Subang mempunyai kadar S02 yang tinggi sehingga menimbulkan mengi dan batuk. Tingginya prevalensi asma di Subang tidak didukung oleh riwayat asma dalam keluarga (Jakarta 30,9%, Subang 28,9% dan p 0,611), penyakit atopi yang menyertai (Jakarta rinitis 50%, Subang 40%), kadar alergen Grup I (Jakarta 2,08 pglg debu, Subang 1,24 pg/g debu dan p 0,013), sementara sensitisasi alergen (Jakarta 79,23%, Subang 55,83% dan p 0,000), urutan kelahiran anak tidak berbeda bermakna (Jakarta OR 0.70, p.0.191, Subang OR 0.86, p. 0.625). Satu-satunya perbedaan yang mendukung tingginya prevalensi mengi 12 bulan di Subang adalah tingginya kadar SO2.
Berbagai faktor risiko di Jakarta yang masuk analisis multivariat seperti riwayat asma dalam keluarga (p 0,000), sensitisasi alergik D pteronyssinus (p 0,000) D.farinae (p 0,000), kecoak (p 0,000) dan Qalbicans (p 0,0429) dan urutan kelahiran anak 3 sampai dengan 4 (p 0,09), tetapi setelah analisis multivariat yang bermakna berhubungan dengan asma adalah (model prediksi 1.2), ayah OR 11,73 (IK 95% 3,76;36,62; p 0,000), ibu OR 16.10 (IK 95% _5,44;47,60; p 0,000), ayahdan ibu OR 8,06 (IK 95% 0,85;76,46; p 0,069), D.pteronyssinus OR 14,35 (IK 95% 8,79;23,43; p 0,000), urutan kelahiran anak makin tinggi, makin besar daya proteksi. Urutan kelahiran anak 3 sampai dengan 4 OR 0,70 (IK 95% 0,41;1,20; p 0,191) dan Iebih dari 4 OR 0,51(IK 95% 0,22 ; 1,20) (p 0,123).
Sensitisasi alergen D.p1?eronyssinus dan D. farinae kolinier sehingga dimasukkan analisis Salah satu. Population Atributable Risk (PAR) D.pteronyssinus di Jakarta 71,9%. Di Subang hasil analisis multivariat faktor risiko yang ada (model prediksi 2_2) menunjukkan ayah OR 15,04 (IK 95% 4,87-46,39; p 0,000), ibu OR 18,12 (IK 95% 4,98;66,00; p 0,000), D.pteronyssinus OR 2,36 (IK 95% 1,43;3,91; p 0,001), C.albicans OR 15.00 (IK 95% 1,69;1,33). Urutan kelahiran anak 3 sampai dengan 4 OR 0,86 (IK 95% 0,46;1,59; p 0,625) dan Iebih dari 4 OR 0,50 (IK 95% 0,13;1,88; p 0,306). Jumlah saudara kandung kolinier dengan urutan kelahiran anak. PAR untuk D.pteronyssinus di Subang 28,2%, Calbicans meskipun mempunyai OR 15,00 tetapi secara klinis kurang penting, dan nilai PARnya hanya 5,4%.
Model prediksi, skoring dan titik potong
Dari analisis multivariat, juga menghasilkan nilai prediksi bentuk terjadinya asma. Nilai prediksi tersebut diperuntukkan bagi masyarakat, dokter maupun peneliti. Bagi masyarakat (model prediksi 1.1 di Jakarta atau 2.1 di Subang) hanya membutuhkan data adanya riwayat asma dalam keluarga, serta urutan kelahiran anak. Bagi dokter (model 1.2 di Jakarta dan 2.2 di Subang) ditambahkan data hasil uji tusuk kulit, terutama alergen TDR), sedangkan bagi peneliti selain data di atas perlu tambahan kadar TDR (model 1.3 di Jakarta dan 2.3 di Subang). Dalam diskusi ini Jakarta diambil sebagai model (1.2 dan 1.3).
Dari hasil analisis Receiver Operator Curve (ROC) antara model prediksi secara matematis dengan skoring ternyata menunjukkan hasil yang tidak berbeda yang dapat dilihat dari 95% IK yang saling bersinggungan dengan kata Iain memprediksi terjadinya asma dengan menggunakan skoring sama baiknya dengan menggunakan model prediksi. Titik potong (cutoff) untuk menentukan batas sensitivitas dan spesitisitas yang terbaik. Model 1.2 skor total 83, titik potong 2 20, sensitivitas 84,6%, spesitisitas 76,01% dan akurasi 79,5%. Model 1.3 skor total 130, titik potong 2 40, sensitivitas 82,96%, spesitisitas 71,34%, prediksi 36,68% dan akurasi 76,59%.
Berat asma
Pada penelitian ini secara statistik derajat berat asma di Jakarta Iebih berat dari pada di Subang, baik untuk frekuensi mengi 12 bulan terakhir (p 0,000) OR 2,87 (IK 95% 1,55;5,33), bangun malam akibat mengi (p 0,000) OR 2,92 (IK 95% 1,71-4.01), mengi serangan hebat dalam 12 bulan terakhir (p 0,000) OR 2,18 (IK 95% 1,46-2,47).
Baik di Jakarta maupun di Subang riwayat asma dalam keluarga tidak mempengaruhi berat asma (p > 0,427) demikian pula dengan penyakit atopi yang menyertai (p > 0,171). Kadar alergen TDR di Jakarta tidak berhubungan dengan derajat berat asma (p > 1,01), begitu pula di Subang (p > 0,250).
Sensitisasi alergen Dfarinae mempunyai kecenderungan berhubungan dengan serangan asma berat di Jakarta (p 0,071), sedangkan di Subang sensitisasi Dpteronyssinus mempunyai hubungan dengan serangan asma berat (p 0,034) dan sensitisasi alergen Dfarinae berhubungan dengan frekuensi tidur ternganggu > 1 malamlminggu (p 0,035) dan serangan asma berat (p 0,004).
Urutan kelahiran anak baik di Jakarta (p > 0,229) maupun di Subang (p > O,349) tidak berhubungan dengan derajat asma.
Kadar emisi kendaraan bermotor NO2, CO, O3 3 sampai 4 kali Iebih tinggi di Jakarta yang umumnya telah mendekati, bahkan kadang-kadang Iebih tinggi dan ambang batas merupakan iritan bagi peserta asma, sehingga memperberat gejala asma yang sudah ada.
KESIMPULAN
- Prevalensi asma baik menurut kriteria kombinasi tiga gejala asma maupun menurut kriteria mengi 12 bulan ternyata Iebih tinggi di Subang (rural) dibanding Jakarta (Urban). Tingginya prevalensi ini berkaitan dengan tingginya kadar SO2, faktor risiko yang Iain seperti riwayat asma datam keluarga, penyakit atopi yang menyertai, kadar alergen TDR, sensitisasi alergen maupun urutan kelahiran anak tidak mendukung tingginya prvalensi asma, sehingga hipotesis ditolak.
- Derajat berat asma berhubungan dengansensitisasi alergen TDR dan kuat dugaan dengan polusi udara dari kendaraan bermotor.
- Dari faktor risiko yang dapat di intervensi sensitivitas alergen TDR merupakan risiko yang penting, terutama di Jakarta karena memberikan nilai PAR 71 ,9%.
- Telah dikembangkan sistem untuk memprediksi terjadinya asma baik untuk masyarakat, dokter maupun peneliti di bidang penyakit asma.
- Riwayat asma dalam keluarga dan sensitisasi alergen TDR berperan dalam terjadinya asma.
SARAN
- Untuk mengurangi terjadinya asma disarankan untuk menghindari perkawinan sesama penderita asma, menghindari alergen TDR sehingga diharapkan dapat mengurangi sensitisasi alergen.
- Perlu kebijakan mengurangi polusi udara dart emisi kendaraan bermotor terutama di Jakarta.
- Penelitian lanjutan mengenai sistem skor pada terjadinya asma di berbagai daerah.
- Pengukuran prevalensi asma dengan menggunakan kuesioner ISAAC pada daerah yang mempunyai kadar SO2 yang tinggi, interprestasinya harus hati-hati.
- Perlu penelitian lanjutan bagi penduduk yang tinggal di sekitar gunung berapi yang masih aktif."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D712
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasha Farhana Dahlan
"Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP) adalah gangguan perkembangan neuron atau saraf dengan tanda-tanda gangguan pada interaksi sosial, komunikasi, dan melakukan kegiatan dan ketertarikan dengan streotipe tertentu yang berulang-ulang. Prevalensi GPP yang semakin meningkat menjadi penyebab dilakukannya penelitian pada berbagai faktor yang diduga berhubungan dengan GPP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor karakter sosiodemografi orangtua dan riwayat keluarga dengan GPP. Faktor karakter sosiodemografi orangtua meliputi usia Ayah saat kelahiran anak, usia Ibu saat kelahiran anak, dan sosial ekonomi keluarga. Faktor riwayat kesehatan keluarga meliputi diabetes, epilepsi, gangguan perkembangan pervasif, dan gangguan mental lainnya.
Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan melibatkan 52 anak dengan GPP (44 laki-laki, 8 perempuan, umur rata-rata 7,3 tahun) dan 156 anak tanpa GPP sebagai kontrol (132 laki-laki, 24 perempuan, umur rata-rata 7,3 tahun) untuk menganalisis sembilan faktor kelahiran bayi yang diduga berperan pada kejadian GPP. Data diperoleh melalui wawancara ibu kandung dan catatan rekam medik.
Hasil penelitian mengemukakan usia Ayah saat kelahiran anak berhubungan secara bermakna dengan GPP (OR = 0,47; 95% CI 0.240-0.912; p = 0,024). Usia Ibu saat kelahiran anak, sosial ekonomi keluarga, riwayat kesehatan keluarga seperti diabetes, epilepsi, gangguan perkembangan pervasif, dan gangguan mental lainnya tidak terbukti berhubungan secara bermakna dengan gangguan perkembangan pervasif pada penelitian ini.
Disimpulkan bahwa usia Ayah saat kelahiran anak adalah faktor risiko Gangguan Perkembangan Pervasif.

Pervasive Developmental Disorder (PDD) is a neuronal development disorder manifested as impairment of social interaction and communication,with certain repetitive and stereotyped behaviors. Studies to discover potential factors of PDD have been made as the consequence of increasing Prevalence of PDD.
The purpose of this study is to discover the correlation between parental demographic factors and family history with PDD. The parental demographic includes that paternal age at birth, maternal age at birth, and socioeconomic of family. The family history includes diabetes, epilepsy, PDD, and other mental disorder.
This case-control study involves the parents of 52 children diagnosed with PDD (44 males, 8 females, mean age 7.3 years) and the parents of 156 normal developing children as control group (132 males, 24 females, mean age 7.3 years) to analyze the correlation between parental demographic factors and family history with PDD. The data was obtained from biological mothers and medical records.
The results show that paternal age at birth was significantly correlate with PDD (OR = 0.47; 95% CI 0.240-0.912; p = 0.024). Meanwhile maternal age at birth, socioeconomic of family, family history of diabetes, epilepsy, PDD, and other mental disorder were not significantly correlate with PDD.
In conclusion, paternal age at birth is the risk factors of Pervasive Developmental Disorder (PDD).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcahya Aswindo
"Diabetes Melitus DM merupakan gangguan metabolik dari berbagai penyebabhiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat lemak danprotein akibat adanya kecatatan sekresi insulin kerja insulin maupun keduanya. Penyakit DM tipe 2 merupakan salah satu penyebab utama kematian atau sekitar2 1 dari seluruh kematian di dunia.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan usia riwayat keluarga DM asupan zat gizi gaya hidup dan indeks antropometri terhadap risiko diabetes melitus serta mengetahui faktor risiko dominan terhadap kejadian DM pada Satpol PP di wilayah kerja Kota Administratif Jakarta Timur Tahun 2015.
Penelitian ini merupakan penelitiancross sectional study Variabel dependen dalam penelitian ini adalah diabetes mellitus dan variabel independen adalah usia riwayat keluarga DM asupan karbohidrat lemak protein serat konsumsi gula konsumsi alkohol kebiasaan merokok IMT lingkar pinggang RLPP RLPTB. Pengambilan sampel dilakukandengan teknik simple random sampling Jumlah sampel dalam penelitian inisejumlah 150 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubunganantara asupan karbohidrat pvalue 0 004 asupan lemak pvalue 0 003 RLPP pvalue 0 006 dan konsumsi gula pvalue 0 009 dengan kejadian DM. Faktor risiko dominan kejadian DM pada pegawai Satpol PP di wilayah kerja KotaAdministratif Jakarta Timur tahun 2015 adalah asupan lemak OR 20 538 95 CI 2 573 163 939 asupan karbohidrat OR 2 7 95 CI 1 359 6 233 danRLPP OR 0 39 95 CI 0 176 0 878.

Diabetes mellitus DM is a metabolic disorder of various causes of chronichyperglycemic with carbohydrate fat and protein metabolism disorder caused bydefects in insulin secretion insulin mechanism or both of them DM type 2 is oneof the main causes of death around 2 1 of death in the world.
The main objective of this study was to determine the relation between age family historyof DM nutrients intake life style and anthropometry index to the risk of DM andto determine the dominant risk factor to DM in civil service police unit at East Jakarta in 2015.
The study was a cross sectional study The dependent variablewas diabetes mellitus and independent variables were age family history of DM carbohydrate fat protein and fiber intake sugar and alcohol consumption smoking habit BMI waist circumference waist to hip ratio WHR and waistto height ratio WHtR Simple random sampling was used as a samplingtechnique a required sample size for this study were 150 participants.
The results show that there were significant relationship between carbohydrate intake pvalue 0 004 fat intake pvalue 0 003 WHR pvalue 0 006 and sugarconsumption pvalue 0 009 to DM The dominant risk factors to DM in civil service police unit at East Jakarta in 2015 were fat intake OR 20 538 95 CI2 573 163 939 carbohydrate intake OR 2 7 95 CI 1 359 6 233 and WHR OR 0 39 95 CI 0 176 0 878.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Farina Amalia
"Menurut RISKESDAS 2007, angka penderita Diabetes Melitus di wilayah Jawa yang tertinggi berada di DKI Jakarta dengan prevalensi sebesar 2,6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian Diabetes Melitus tipe 2 pada lansia. Desain penelitian yang digunakan adalah case control dengan jumlah responden kelompok kasus adalah 28 orang dan kelompok kontrol 76 orang. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa riwayat keluarga DM merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kejadian DM tipe 2 pada lansia (p= 0,001).
Orang yang memiliki riwayat keluarga DM mempunyai risiko sebesar 6,48 kali lebih besar terkena Diabetes Melitus dibandingkan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga DM (OR: 6,48; 95% CI: 2,08 - 20,21). Perlunya pengurangan pola makan yang kurang sehat dan peningkatan aktivitas fisik yang cukup bagi masyarakat khususnya yang memiliki riwayat keluarga DM untuk mencegah terjadinya kejadian DM.

According to RISKESDAS 2007, diabetician in Java that have the highest rate are in DKI Jakarta with the prevalence 2,6%. The objective of this research is to identify risk factors that influence the occurrence of type 2 diabetes mellitus in elderly. Research design is case control with the number of case group respondent are 28 people and control group respondent are 76 people. Bivariat analysis showed that family history of DM is a risk factor that influence the occurrence of type 2 DM in elderly (p= 0,001).
Those with a family history of DM had 6,48-fold greater chance of getting the disease as compared to those without a family history of DM (OR: 6,48; 95% CI: 2,08 - 20,21). It's recommended to reduce the habit of eating junk food and increase the amount of activity for people especially who have family history of DM to prevent the disease.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54936
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Deyasningrum
"Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis dimana tubuh tidak bisa menggunakan insulin untuk metabolisme glukosa. Penyakit ini terus menerus bertambah setiap tahun baik pada masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Disayangkan, penyakit diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan, hanya bisa dikendalikan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor dominan terhadap kejadian pre DM dan DM tipe 2 pada Staf Kependidikan FKM UI, Depok. Variabel independen yang diteliti adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, asupan zat gizi (energi, karbohidrat, lemak, dan serat), aktivitas fisik, status gizi lebih, lingkar pinggang, dan pengetahuan gizi. Desain studi penelitian yaitu cross sectional dengan analisis chi square. Penelitian dilakukan pada 122 responden dan pada bulan April 2014.
Hasil penelitian menunjukkan 26,2% penderita pre DMDM (Pre DM (17,2%) dan DM (9%)). Variabel yang memiliki perbedaan proporsi yang bermakna dengan kejadian pre DM-DM adalah umur. Faktor dominan adalah riwayat keluarga dan umur. Staf kependidikan FKM UI diharapkan meningkatkan kesadaran untuk melakukan pola hidup sehat baik makan-makanan seimbang maupun olahraga rutin, dan melakukan pengecekan glukosa darah.

Diabetes mellitus type 2 is a chronic disease which the body can not use insulin for glucose metabolism. The disease is constantly increasing every year both in urban and rural communities. Unfortunately, diabetes mellitus can not be cured, only controlled.
This study aims to determine the dominant factor on the incidence of pre-diabetes and type 2 diabetes mellitus in Education Staff at FKM UI, Depok. The independent variables studied were age, sex, family history, the adequacy of nutrients (energy, carbohydrates, fats, and fiber), physical activity, BMI, waist circumference, and nutrition knowledge. The study design is a crosssectional study with a chi-square analysis. The study was conducted on 122 respondents, on April 7 to 25, 2014.
Results showed 26.2% of patients with pre-DM - DM (Pre DM (17.2%) and DM (9%)). Variables that had significant differences in the proportion of the incidence of pre-DM and DM is age. Dominant factor is family history ang age. Education Staff at FKM UI is expected to raise awareness for do healthy lifestyle such as eat balanc meals and exercise regularly, and do a blood sugar check.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55909
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulia Mayangsari
"Individu yang memiliki riwayat keluarga Diabetes Melitus tipe 2 (DMT 2) beresiko lebih tinggi untuk mengalami DMT 2. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara memperbaiki faktor risiko yang dapat dimodifikasi dengan dukungan kesadaran diri, persepsi dan sikap yang tinggi dari individu yang memiliki riwayat keluarga DMT 2. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif fenomenologi. Teknik Purposive Sampling digunakan untuk menentukan individu yang memiliki keluarga dengan diabetes tipe 2. Sembilan orang berpartisipasi dalam penelitian ini. Qualitative content analysis digunakan sebagai analisa data dan menggunakan pendekatan Collaizi. Tema utama yang menggambarkan individu dengan kesadaran diri, persepsi, & sikap adalah: Penyangkalan bahwa diabetes disebabkan oleh faktor keturunan; persepsi yang salah tentang diabetes; "Modalitas tradisional" sebagai upaya pencegahan terhadap diabetes tipe 2; dan DMT 2 dipersepsikan sebagai penyakit yang menakutkan. Diperlukan studi lebih lanjut untuk mengkaji secara mendalam tema yang telah teridentifikasi dengan jumlah partisipan yang lebih banyak dan bervariasi.

Individuals who have a family history of type 2 diabetes mellitus (DMT 2) have a higher risk of having type 2 diabetes. Type 2 diabetes can be prevented by improving modifiable risk factors, supported by self-awareness, perceptions and attitudes of individuals who have a high family history of DMT 2. This study used a qualitative phenomenological design. A Purposive Sampling techinique was applied to determine individuals who had parents with type 2 diabetes. Nine individuals participated in this study. A Qualitative content analysis with Collaizi approach used as a data analysis method. The main themes depicted individuals self awareness,perceptions, & attitudes were: denials that diabetes caused by heredity factors; misperception about diabetes; “traditional modalities” as a prevention measurement toward type 2 diabetes; and DMT 2 is perceived as a “threatening disease”. Further study is needed to examine in depth the themes that have been identified with more participants and various participants."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T41968
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliani Chandra
"Dysmenorrhea primer merupakan suatu masalah yang berdampak pada kualitas hidup seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi (IMT), kebiasaan olahraga, asupan gizi (serat, omega-3, dan kalsium), konsumsi kopi, usia menarche, laju menstruasi, lama menstruasi,, siklus menstruasi, riwayat keluarga, dan stress psikologis dengan dysmenorrhea primer serta faktor yang dominan pada mahasiswi S1 Reguler FF, FIK, dan FKM UI tahun 2015. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan metode systematic random sampling. Sampel yang diteliti adalah mahasiswi FF, FIK, dan FKM UI angkatan 2011-2014 dengan total 170 sampel. Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner mandiri, wawancara FFQ semikuantitatif, dan pengukuran antropometri. Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dan stress psikologis dengan dysmenorrhea primer (p-value< 0,05). Dari analisis regresi logistik didapatkan stress psikologis sebagai faktor dominan (OR 3,912).

Primary dysmenorrhea is a problem which impact quality of life. This study aimed to identify the association between nutritional status (BMI), exercise, nutrient intake (dietary fiber, omega-3, and calcium), coffee consumption, menarche age, menstrual flow, menstrual duration, menstrual cycle, family history, and psychological stress with primary dysmenorrhea and the dominant factor on female student in Female Student at Faculty of Pharmacy, Faculty of Nursing, and Faculty of Public Health Universitas Indonesiain 2015. This study used cross sectional design with systematic random sampling. The observed sample in this study was female student of the Faculty of Pharmacy, Faculty of Nursing, and Faculty of Public Health Universitas Indonesia batch 2011-2014 envolving 170 students. Data were collected by using a self administered questionnaire, semiquantitative FFQ, and anthropometric measurements. The result of this study showed that there was a significant association between family history and psychological stress with primary dysmenorrhea (p-value < 0,05). Logistic regression analysis showed that psychological stress as the dominant factor (OR 3,912)."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S60239
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihani Ramadhan
"Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prevalensi serta perbedaan proporsi dismenore primer berdasarkan durasi perdarahan saat menstruasi, riwayat keluarga, aktivitas fisik, stres, kebiasaan sarapan, frekuensi konsumsi lemak jenuh, konsumsi omega-3, konsumsi zat besi, frekuensi konsumsi produk susu, konsumsi kafein, dan frekuensi konsumsi gula tambahan pada mahasiswa S1 FKM UI Tahun 2023. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan dilakukan pada 150 mahasiswa S1 Reguler angkatan 2019-2022 S1 FKM UI yang terpilih melalui teknik sampling systematic random sampling di bulan Mei 2023. Pengisian kuesioner dilakukan secara daring melalui google form dan spreadsheet. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan uji chi square dan regresi logistik ganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa 61,3% mahasiswi mengalami dismenore primer. Hasil analisis bivariat juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi dismenore primer yang signifikan berdasarkan riwayat keluarga, konsumsi kafein, dan frekuensi konsumsi gula tambahan. Analisis multivariat menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi gula tambahan merupakan faktor dominan terhadap kejadian dismenore primer pada mahasiswi S1 FKM UI tahun 2023.

The focus of this study is to determine the prevalence and differences in the proportion of primary dysmenorrhea based on bleeding duration during menstruation, family history, physical activity, stress, breakfast habits, frequency of saturated fat intake, omega-3 intake, iron intake, frequency of dairy products intake, caffeine intake, and frequency of added sugars intake in undergraduate students at Faculty of Public Health, Universitas Indonesia in 2023. This cross-sectional study was conducted on 150 female students in class 2019-2022 from the Faculty of Public Health, Universitas Indonesia, who were chosen by using a systematic random sampling approach in May 2023. The data was collected online by filling out the Google form and spreadsheet. The obtained data were then analyzed using chi-square and multiple logistic regression tests. The univariate analysis resulted in 61,3% of female students experiencing primary dysmenorrhea. The bivariate analysis also shows significant differences in the proportion of primary dysmenorrhea based on family history, caffeine, and frequency of added sugars intake. According to the multivariate analysis, the frequency of added sugars intake is the dominant factor influencing primary dysmenorrhea among Undergraduate Students at the Faculty of Public Health, Universitas Indonesia in 2023."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifah Al Huriyah
"Dysmenorrhea primer didefiinisikan sebagai nyeri menstruasi tanpa adanya kelainan ginekologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara menarche, laju menstruasi, lama menstruasi, PMS (Pramenstrual Syndrome), riwayat keluarga, persen lemak tubuh, keterpaparan rokok, aktivitas fisik, konsumsi omega 3 dan konsumsi omega 6 dengan dysmenorrhea primer dan faktor dominan pada siswi SMA Labschool Kebayoran Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pengambilan sampel menggunakan metode acak sistematik. Sampel yang diteliti adalah kelas X dan XI dengan total sampel 124 siswi. Data dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner mandiri, wawancara food recall 2x24 jam dan FFQ, pengukuran antropometri untuk berat dan tinggi badan dan pengukuran persen lemak tubuh menggunakan BIA. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara laju menstruasi, PMS, riwayat keluarga, dan konsumsi omega 3 dengan dysmenorrhea primer (p-value <0.05) dan faktor dominannya adalah laju menstruasi.

Primary dysmenorrhea can be defined as painful menstruation that occurs without gynecology abnormalities. This study aimed to identify the association between menarche, menstrual flow, menstrual long, PMS (Pra menstrual syndrome), family history, body fat percentage, smoking exposure, physical activities, omega 3 and omega 6 consumption with primary dysmenorrhea and the dominant factor on female student of SMA Labschool Kebayoran Jakarta. This study used the cross sectional design by using systematic random sampling method. The observed sample in this study was the 10th and the 11th grader consisting 124 students. These data were collected by using self administered questionnaire, 2x24 hours food recall and FFQ interview, anthropometric measurement for weight and height, and body fat measurement using BIA. The result of this study showed that there was a significant correlation between menstrual flow, PMS, family history, and omega 3 consumption with primary dysmenorrhea (p-value <0.05) and the dominant factor is menstrual flow."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54908
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juhdeliena
"Kasus penyakit jantung koroner akan terus meningkat pada negara berkembang salah satunya Indonesia. Pasien penyakit jantung koroner rentan mengalami kekambuhan, sehingga diperlukan pengendalian terhadap faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko penyakit jantung koroner yang paling berhubungan dengan kekambuhan pasien penyakit jantung koroner.
Metode: Jenis penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah responden 97 orang. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik ganda.
Hasil: Hasil analisis didapatkan bahwa faktor yang paling berhubungan dengan kekambuhan pasien penyakit jantung koroner untuk faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor riwayat keluarga (OR = 2,609, 95%CI 1,1-6,189, p value 0,028). Hasil analisis faktor yang paling berhubungan dengan kekambuhan pasien penyakit jantung koroner untuk faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor riwayat hipertensi (OR = 10,312, 95%CI 1,298-81,904, p value 0,008).
Rekomendasi: Perawat tetap memperhatikan faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner yang mempengaruhi kekambuhan.

The incidence of coronary heart disease will be increased in many developing countries as in Indonesia. People with CHD are at risk to experience exacerbation, therefore we need to control the risk factors that have the most related with the incidence of exacerbation. The purpose of this study was to know the Most Related Risk Factor of Coronary Heart Disease Exacerbation in people with CHD.
Method: A cross sectional study design was used and 97 persons with coronary heart disease were recruited. Data was statistically tested using regresi logistic.
Result: This study reported that the most related factor with the incidence of exacerbation in people with coronary heart disease was the genetic in nonmodifiable factors (OR = 2,609, 95%CI 1,1-6,189, p value 0,028), and for the modifiable factors was the history of hypertension (OR = 10,312, 95%CI 1,298-81,904, p value 0,008).
Recomendation: Nurses still consideri risk factors of coronary heart disease which affects the recurrence.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T41967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>