Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elvin Sasa
Abstrak :

Berkembangnya cryptocurrency atau mata uang kripto yang menggunakan teknologi kriptografi merupakan suatu inovasi termutakhir di bidang finansial. Eksistensi cryptocurrency memberikan berbagai kemudahan bagi penggunanya dalam melakukan sebuah transaksi. Dengan menggunakan teknologi blockchain dan sistem peer-to-peer memungkinkan para penggunanya untuk bertransaksi secara anonim. Keunggulan yang dimiliki oleh cryptocurrency tersebut, sejalan dengan perkembangannya, membuat para pelaku kejahatan memanfaatkannya untuk menciptakan metode pencucian uang yang baru. Oleh karena itu, Financial Action Task Force on Money Laundering selaku lembaga internasional yang mengembangkan kebijakan untuk memerangi pencucian uang mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi yang dapat dirujuk oleh negara-negara dalam membuat kebijakan terkait dengan potensi kejahatan pencucian uang melalui cryptocurrency ini. Rekomendasi tersebut bertujuan untuk meminimalisir kejahatan pencucian uang melalui cryptocurrency dengan merekomendasikan negara-negara untuk merumuskan kebijakan dengan melakukan pendekatan Risk-Based Approach yang menciptakan kolaborasi secara proaktif dalam berbagi informasi mengenai risiko pencucian uang dalam sebuah ekosistem cryptocurrency. Hal demikian menimbulkan suatu pertanyaan besar apakah instrumen hukum pencucian uang yang ada di Indonesia sudah cukup dan relevan dalam menghadapi perkembangan kejahatan tersebut. Dengan demikian, dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana tipologi dan juga metodologi pencucian uang melalui cryptocurrency serta cara pencegahannya, yang nantinya dapat dijadikan rujukan bagi para regulator dalam melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kejahatan pencucian uang pada sektor ini.


The development of cryptocurrency using cryptographic technology is the latest innovation in the financial sector. The existence of cryptocurrency provides various simplicities for its users in conducting a transaction. By using blockchain technology and peer-to-peer system, it allows its users to conduct transaction anonymously. The advantages of cryptocurrency are, in line with its development, making criminals use them to create new money laundering methods. Therefore, the Financial Action Task Force on Money Laundering as an international institution that develops policies to combat money laundering issues recommendations that can be referenced by any countries in making policies related to money laundering potential through cryptocurrency. The recommendation aims to minimize money laundering through cryptocurrency by recommending countries to formulate policies by adopting a Risk-Based Approach that creates proactive collaboration in sharing information about the risks of money laundering in a cryptocurrency ecosystem. This raises a big question whether the legal instruments of money laundering in Indonesia are sufficient and relevant in dealing with the development of these crimes. Thus, by using juridical-normative research methods, this research aims to explore the typology and methodology of money laundering through cryptocurrency and how to prevent it, which later can be used as a reference for regulator in making adjustments to the development of money laundering through this sector.

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arbi Rizal Haq
Abstrak :
Berkembangnya internet of things melahirkan ledakan inovasi di berbagai lini kehidupan, termasuk di bidang finansial yang menyebabkan penciptaan mata uang kripto atau cryptocurrency. Kehadiran mata uang kripto memberikan kemudahan transaksi bagi penggunanya. Pemanfaatan teknologi blockchain dan sistem peer-to-peer menghendaki para penggunanya untuk melakukan transaksi secara anonim. Non-Fungible Token merupakan aset digital yang lahir dengan memanfaatkan teknologi blockchain dan dengan menggunakan mata uang kripto dalam transaksinya, serta dilengkapi dengan teknologi smart contract. Ekosistem yang demikian itu, menyebabkan para pelaku kejahatan memanfaatkannya sebagai sarana baru dalam aktivitas pencucian uang. Financial Action Task Force on Money Laundering, selaku badan internasional yang mengembangkan kebijakan anti pencucian uang, merekomendasikan langkah-langkah sebagai rujukan negara-negara dalam membuat kebijakan terkait dengan potensi kejahatan pencucian uang, termasuk melalui non-fungible token sebagai teknologi baru atau yang sedang berkembang. Rekomendasi yang memiliki tujuan untuk meminimalisasi kejahatan pencucian uang itu, dilakukan dengan langkah penerapan pendekatan berbasis risiko atau Risk-Based Approach yang menciptakan kolaborasi secara proaktif dalam bertukar informasi mengenai risiko pencucian uang dalam sebuah sektor. Selain itu, Public-Private Partnership Approach juga menjadi pendekatan yang perlu dilakukan antara Financial Unit Intelligence dengan pihak swasta sebagai penyedia layanan aset virtual sebagai upaya memperlancar arus pertukaran informasi mengenai para penggunanya. Hal tersebut menimbulkan suatu pertanyaan apakah instrumen hukum pencucian uang yang ada di Indonesia sudah relevan dan memadai dalam menghadapi perkembangan kejahatan pencucian uang melalui teknologi baru atau yang sedang berkembang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana tipologi dan metodologi pencucian uang melalui non-fungible token serta strategi pengaturannya sebagai upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di sektor ini sehingga diharapkan dapat menjadi rujukan para regulator dalam melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kejahatan pencucian uang pada sektor ini. ......The development of the internet of things gave birth to an explosion of innovation in various lines of life, including in the financial sector which led to the creation of cryptocurrencies. The presence of cryptocurrency makes transactions easy for its users. The use of blockchain technology and peer-to-peer systems requires its users to make transactions anonymously. Non-Fungible Tokens are digital assets that were born by utilizing blockchain technology and using cryptocurrencies in transactions, and equipped with smart contract technology. Such an ecosystem causes criminals to use it as a new means of money laundering activities. The Financial Action Task Force on Money Laundering, an international body that develops anti-money laundering policies, recommends steps as a reference for countries in making policies related to potential money laundering crimes, including through non-fungible tokens as new or developing technologies. Recommendations that have the aim of minimizing money laundering crimes are carried out by implementing a Risk-Based Approach that creates collaboration proactively in exchanging risk information regarding money laundering in a sector. In addition, the Public-Private Partnership Approach is also an approach that needs to be taken between the Financial Intelligence Unit and the private sector as virtual service providers in an effort to expedite the flow of information about its users. This raises a question whether the legal instruments for money laundering in Indonesia are relevant and adequate in dealing with the development of money laundering crimes through new or developing technologies. By using the juridical-normative research method, this study aims to explore the typology and methodology of money laundering through non-fungible tokens as well as regulatory strategies as an effort to prevent and eradicate money laundering in this sector so that it is hoped that it can become a reference for regulators in making adjustments to the development of money laundering crimes in this sector.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenly Gosti
Abstrak :
Regulasi berbasis risiko yang sudah ada untuk waktu yang cukup lama namun keberadaan dan wawasan terhadapnya masih kurang signifikan, salah satunya di Indonesia. Secara umum, regulasi berbasis risiko adalah suatu kerangka dan prosedur pengambilan keputusan yang sistematis untuk memprioritaskan aktivitas pengaturan dan penggunaan sumber daya, yang terutama berkaitan dengan pemeriksaan dan penegakan, berdasarkan penilaian atas risiko yang ditimbulkan subjek pengaturan terhadap tujuan regulator. Dalam menggunakan sistem “berbasis risiko”, harus diingat prinsip bahwa risiko tidak dapat dihilangkan seluruhnya dan manusia hanya berupaya untuk mengelola risiko sedemikian rupa demi mencapai tujuannya dengan lebih baik. Di Inggris, Australia, dan Kanada, pendekatan berbasis risiko sudah banyak diterapkan dalam tata kelola regulasinya. Walaupun penerapannya dapat mengandung beberapa perbedaan, ada persamaan mencolok dari model pendekatan berbasis risiko yang dianut ketiga negara tersebut, yaitu adanya penilaian risiko dan adanya tujuan spesifik yang ingin dicapai dari diadopsinya pendekatan berbasis risiko yang minimal salah satunya adalah untuk penegakan atau penaatan. Di Indonesia, dalam upaya untuk menyederhanakan perizinan berusaha, pemerintah merombak sistem perizinan berusaha di Indonesia menjadi sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Melalui sistem ini, jenis perizinan berusaha suatu kegiatan usaha ditentukan berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha tersebut, yang mana diperoleh melalui penilaian risiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pendekatan berbasis risiko yang dianut pada sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di Indonesia berbeda dari praktek yang berkembang pada umumnya, dimana pendekatan berbasis risiko digunakan secara utama untuk menentukan jenis perizinan berusaha, alur penilaian risiko yang dianut menghasilkan matriks risiko yang lebih rumit, dan tidak adanya kerangka kokoh yang mendasari penggunaan pendekatan berbasis risiko pada sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko tersebut. ......Risk-based regulation has been present for a moderate amount of time but there is still minimal knowledge and understanding of it, nonetheless in Indonesia. Generally, risk-based regulation refers to a systematised decision-making framework and procedure to prioritise regulatory activities and deploy resources, principally relating to inspection and enforcement, based on an assessment of the risks that regulated firms pose to the regulator’s objectives. In adopting a risk-based model, one must understand that risk cannot be completely extinguished, but are manageable to a certain extent to help humans attain better outcomes to their objectives. Risk-based regulatory governance is a common practice in the United Kingdom, Australia, and Canada. Although there are differences in its application, there are some significant similarities in their risk-based model, that is it is extensively based on a risk assessment, and that there are specific objectives to be attained, mainly for compliance or enforcement purposes. In Indonesia, the government developed a risk-based business licensing system as an attempt to simplify its licensing regime. With this system, the type of business license required for a business activity is determined by its risk level, which are acquired through risk assessment. The research conducted in this paper found that there are differences between the risk-based model in Indonesia’s risk-based business licensing system and the existing common practice, that is it is mainly used to determine the type of business license required, the calculation flow of the risk assessment resulted in a more complicated risk matrix and that there is no solid framework underlying the adoption of the risk-based model.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This book presents selected topics in implementing a risk-based approach for complex engineering systems in general, and nuclear plants in particular. It addresses gap areas in implementing the risk-based approach to design, operation and regulation, covering materials reliability, digital system reliability, software reliability, human factor considerations, condition monitoring and prognosis, structural aspects in risk-based design as well as the application aspects like asset management for first-of-their-kind projects, strategic management and other academic aspect. Chapters are authored by renowned experts who address some of the identified challenges in implementation of risk-based approach in a clear and cogent manner, using illustrations, tables and photographs for ease of communication. This book will prove useful to researchers, professionals, and students alike.
Singapore: Springer Nature, 2019
e20509865
eBooks  Universitas Indonesia Library