Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ad’jdam Riyange Zulfachmi Sugeng
"

Hak memilih dikatakan sebagai ciri atau sifat utama dari demokrasi. Hak memilih penting untuk memilih wakil yang melakukan pembuatan, perubahan, dan penghapusan suatu peraturan perundang-undangan. Tanpa hak memilih maka tidak terdapat suatu bentuk pengalihan kekuasaan atau legitimasi dari rakyat secara masif dan menyeluruh kepada negara dan pemerintahan. Mahkamah Konstitusi mengeluarkan pertimbangan Putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003 dan kemudian ditegaskan lagi melalui Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009, bahwa hak memilih merupakan hak konstitusional. Tetapi pada prakteknya, terdapat pembatasan oleh hukum atas Hak Konstitusional berupa hak memilih tersebut, yaitu pembatasan hak memilih kepada anggota aktif dari Tentara Nasional Indonesia dalam pemilihan umum. Walau pembatasan hak memilih tersebut dapat terjadi dengan melihat ketentuan hukum yang berlaku, keberadaan pengaturan untuk membatasi hak memilih ini perlu dilakukan kajian lebih jauh. Jenis penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan cara menarik asas hukum baik yang tertulis ataupun tidak tertulis, sistematika hukum, taraf sinkronisasi peraturan perundang-undangan baik secara vertikal ataupun horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum. Pengaturan hak memilih bagi anggota Tentara Nasional Indonesia adalah tidak diberikan hak memilih dengan dasar menjaga netralitas dari para anggota Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara. Sementara terdapat beberapa bentuk pengaturan hak memilih bagi anggota angkatan bersenjata, yaitu dengan memberikan hak memilih secara penuh, memberikan hak memilih secara sebagian, dan tidak memberikan hak memilih, serta melakukan pengaturan melalui dua cara, yaitu dicantumkan pada produk hukum konstitusi atau hanya dicantumkan pada produk hukum bukan konstitusi, yaitu undang-undang.

 


The right to vote is the main characteristic of democracy. The right to vote is important to elect representatives who make, amend, and repeal a law. Without the right to vote, there is no form of transfer of power or legitimacy from people to the state and government massively and comprehensively. The Constitutional Court issued Judgement 011-017/PUU-I/2003 and was later reaffirmed through Judgement 102/PUU-VII/2009, said the right to vote was constitutional right. But in practice, there are restrictions on that right, that is limitation of the right to vote on active members of Indonesian National Armed Forces in general elections. Although the limitation of that right can occur by observing the provisions on the law, the existence of arrangements requires further study. Type of legal research is normative juridical by appealing to written and unwritten legal principles, systematic of law, the degree of synchronization of legislation both vertically and horizontally, comparison of law and legal history. The right to vote for members of Indonesian National Armed Forces is not given on the basis of maintaining the neutrality of the members of Indonesian National Armed Forces as state instrument. While there are several forms of regulation of the right to vote for members of the armed forces, namely by giving full right to vote, giving the right to vote partially, and not giving the right to vote, and making arrangements through two ways, namely listed on constitutional law or listed on law that is not constitutional, like statute.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhan Naufaldi Hidayat
"Tulisan ini menganalisa bagaimana pemenuhan hak memilih/ right to vote bagi difabel netra dalam akses pemilu di Indonesia. Pokok analisa tertuju pada bagaimana perkembangan konsep dan aturan hak memilih difabel netra serta bagaimana evaluasi dan cetak biru proyeksi hak memilih difabel netra di Indonesia. Tulisan ini dalam menganalisa menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan studi kasus hanya terfokus pada pemilu tahun 2019 dan 2024. Indonesia tengah memasuki babak baru pengakuan hak bagi difabel netra setelah turut serta bergabung menjadi negara pihak yang tunduk pada Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Ratifikasi dilakukan melalui pengesahan UU 19/2011 yang dilanjutkan dengan UU 8/2016. Penanda baru telah tercipta sejatinya paradigma harus diletakkan atas dasar hak yang mengacu pada esensi dari keberagaman manusia. Martabat menuntut kesetaraan akan peluang partisipasi politik dalam penikmatan yang sama. Difabel netra berhak atas penikmatan hak memilih pada pemilu melalui jaminan kesempatan dan akses yang disesuaikan. Akan tetapi, hambatan masih saja terus berulang, seperti ditolak memilih, sulit mengakses informasi dan pemungutan suara tanpa otonomi serta privasi. Oleh karenanya, pembenahan harus menjadi proyeksi holistik sedari koherensi antar norma pemilu, pendataan yang menyeluruh hingga pengembangan pemungutan suara yang berbasis asistensi, sistem braille bahkan pemanfaatan teknologi baru.

This paper analyzes how the visually diffabled are able to access the right to vote in Indonesian elections. The point of the analysis focuses on how the development of the concept and rules of the right to vote for the visually diffabled have evolved, as well as the evaluation and blueprint for the implementation of the right to vote in Indonesia. This paper analyzes using the doctrinal legal research method, with a case study focused solely on the 2019 and 2024 elections. Indonesia has entered a new era of rights recognition for individuals with visual different ability by becoming a state party to the Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Ratification was carried out through the Law 19 of 2011, followed by Law 8 of 2016. A new marker has been created to indicate that the paradigm must be based on rights that refer to the essence of human diversity. Dignity necessitates equal rights to political participation and equal enjoyment. Individuals with visual different ability have the right to vote in elections by ensuring personalized opportunities and access. However, impediments persist, such as being refused the right to vote, difficulty getting information, and voting without autonomy and privacy. Thus, improvement must be a holistic projection, ranging from electoral norm coherence to extensive data gathering to the development of assistance-based voting, braille systems, and even the employment of new technology."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library