Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurhayati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ketentuan hak bagi pekerja dapat diberlakukan bagi pekerja rumah tangga; apakah ada jaminan hak-hak PRT dipenuhi bila ia termasuk ke dalam pekerja sektor formal; dan upaya-upaya apa yang dapat dilakukan pemerintah untuk melindungi dan memenuhi hak bagi pekerja rumah tangga.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif dengan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antar dua gejala atau lebih. Dengan demikian penelitian ini menekankan pada data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam, disamping menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan. Informan dalam penelitian ini terdiri dari 17 orang Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang bekerja di sekitar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang penulis ambil secara acak, Kepala Seksi (Kasie) Informasi dan Bursa Kerja Sub Dis Penta Kerja-Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI¬Jakarta, Staf Biro Hukum Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kepala serta staf Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Rumpun Gema Perempuan juga pars staf yayasan penyalur PRT di Jakarta (3 Yayasan). Selain itu, wawancara juga dilakukan dengan staf pengajar Hukum Perburuhan sebagai narasumber di bidang hukum perburuhan.
Dari analisis terhadap hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa : 1) berdasarkan hukum perburuhan sebenarnya PRT dapat disebut sebagai pekerja karena adanya perjanjian kerja. Perjanjian kerja antara PRT dengan majikan (pemberi kerja) yang dapat dilakukan baik lisan maupun tertulis asalkan memenuhi syarat-syarat: adanya pekerjaan tertentu, adanya perintah (di bawah perintah), adanya upah,dan dalam waktu tertentu. Dengan terpenuhinya unsur-unsur perjanjian tersebut, maka hubungan antara PRT dan maj ikan adalah hubungan kerja; 2) Sehubungan dengan karakteristik khusus yang dimiliki PRT yakni wilayah/tempat kerja PRT yang yang berada dalam lingkup domestik, tertutup dan jenis/macam pekerjaan yang berbeda dengan pekerja pada sektor formal maka PRT perlu diatur dalam suatu ketentuan khusus; 3) Pemerintah khususnya pemerintah daerah Provinsi DKI Jakarta telah berupaya memberikan perlindungan kepada PRT dengan mengeluarkan Perda No. 6 Tahun 1993 tentang Peningkatan Kesejahteraan Pramuwisma meskipun dalam perkembangannya Perda tersebut dicabut dan diganti dengan Perda No. 6 tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan karena tidak berjalan sebagaimana mestinya. Di tingkat pemerintah pusat Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan instansi dan lembaga terkait telah berhasil menyusun sebuah draft RUU Perlindungan Bagi Pekerja Rumah Tangga namun sampai saat ini RUU tersebut masih belum disahkan. Hal ini disebabkan masih banyaknya pro dan kontra bila RUU tersebut disahkan dan masih adanya tarik menarik kepentingan bila PRT diatur dalam suatu peraturan perundang¬undangan karena tidak dapat dipungkiri bahwa ada perbenturan kepentingan para pengambil kebijakan yang umumnya adalah majikan yang berkepentingan atas PRT. Hasil penelitian penyarankan agar diberikan perlindungan khusus bagi PRT dalam suatu peraturan perundangan-undangan baik dalam tingkat undang-undang maupun peraturan daerah agar hak-hak PRT terjamin. Hal ini berkaitan dengan peranan pemerintah yang berkewajiban untuk memenuhi hak warga negaranya terutama hak atas pekerjaan dan kondisi kerja yang layak dan adil. Namun peraturan yang nantinya akan terbentuk itu jangan justru terlalu memberatkan pengguna jasa (majikan) karena tidak semua pengguna jasa (majikan) PRT berasal dari golongan mampu (high class)juga harus memperhatikan faKtor sosial budaya yang berkembang di masyarakat.

This study is conducted in order to find out whether the right provision for worker/labor could be applicable for housemaid/PRT (domestic workers); if there is any fulfilled right warranty for housemaid/PRT (domestic workers), if they are classified into formal sector worker; and what efforts which could be conducted by the government to protect and fulfill domestic help's right.
This study uses qualitative approach method on the basis of descriptive study. Therefore, this study emphasizes primary data so obtained through deeply interview, in addition to secondary data through library study. Informant required in this study consist of 17 housemaid/PRT (domestic workers) who working within the surrounding area of Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang as well as Bekasi (Jabodetabek) so taken randomly by the writer, Section Head of Information and Labor Market of Sub-Employment Pebta-Manpower and Transmigration Jakarta Special Capital Region, Staff of Legal Bureau of Manpower and Transmigration Departement and Head and Staff on Non Governmental Organization (NGO) of Rumpun Gema Perempuan as well as staff of Domestic Workers Distribution foundation in Jakarta (3 foundation). In addition, interview is also conducted with teaching staff of Labor Justice of Law Faculty of University Indonesia as source person in labor legal sector.
On the basis of analysis taken from interview, it could be concluded that : 1) pursuant to the law labor, it transpires that domestic worker (PRT) could be classified as worker, because there is employment agreement. Employment agreement between PRT and employer (working provider) could be made either in oral or in writing, in order words it should fulfill requirements regulating certain activities, order (under the order), wage, as well as certain period. On the basis of such compliance of agreement element, then relationship; 2) in line with special characteristics owned by PRT such as House Maid's area/working place in the scope od domestic, closed as well as work types which are different with any workers in formal sector, thus Maid House should be regulated in one special provision; 3) Government especially Regional Government of Jakarta Special Capital Region Province has endeavored to provided protection to the housemaid issuing Ordinance No. 6 Year 1993 regarding Improvement of Housemaid Welfare, though under its development the aforementioned Ordinance is revoked and replaced by Ordinance No. 6 year 2004 regarding Manpower, because it does not proceed accordingly. In the central government level, Department of Manpower and Transmigration cooperated with relevant instance and institution has succeeded to arrange Bill draft regarding Protection for Domestic Workers. However, up to now, the said Bill Draft has not been legalized. This matter is due to several factors such as there are still pros and cons, if such Bill Draft is legalized and here is interest tug of war if Bill draft regulated on the basis of laws and regulations. Nevertheless, it could not be denied that there is conflict of interest on decision maker who is in general is an employer who is competent the the PRT. On the basis of study result, it suggests that PRT should be granted protection under laws and regulations either under laws and regulations or ordinance in order to the warrant for PRT Rights. This mater is related to the government role as the party who has obligation to fulfill their nation's right especially right for the work and working condition which are proper and fair. Meanwhile, regulation which would be further made should not be a burden for the service user (employer), because not all PRT service users (employer) are from high class. It should consider social culture factor developing in the community."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Widjaja S.H.
"Perubahan lingkungan dalam konteks perlindungan Hak meliputi banyak segi. Dalam lingkup nasional antara lain perubahan kependudukan (demografik), berbagai perubahan sosial budaya yang relevan termasuk perubahan nilai, sikap, serta pandangan terhadap kepastian Hukum bahkan perkembangan politik. Pergeseran-pergeseran yang terjadi akibat kemajuan yang pesat dalam berbagai bidang teknologi tersebut, tidak dibarengi dengan kemajuan pendidikan yang memadai untuk dapat mengimplementasikan kecanggihan tersebut dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat kita Indonesia, khususnya bagi masyarakat yang hidup diluar kota-kota besar. Dari data Badan Pusat Statistik yang diterima penulis, bangsa Indonesia yang berjumlah kurang lebih dua ratus juta lebih itu, baru dua persen (2%) masyarakat Indonesia yang benar-benar menikmati pendidikan tinggi termasuk yang melanjutkan studinya diluar negeri. Jadi benar-benar dapat lihat betapa masyarakat Indonesia yang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju. Khusus dibidang hukum penulis berharap agar para Notaris yang ada, melibatkan dirinya untuk peduli dengan nasib masyarakat atau penduduk sekitar,dalam rangka meningkatkan pengetahuannya dalam bidang hukum khususnya mengenai kenotariatan dan pertanahan. Diharapkan pada akhirnya hukum merupakan suatu ketentuan yang hidup dalam masyarakat dan mengakuinya sebagai suatu kewajiban hukum, yang pada awalnya masyarakat tersebut tentu harus sadar hukum terlebih dahulu. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan suatu strategi komunikasi yang tangguh agar dapat diterima oleh masyarakat yang dimaksud. Dilain pihak para Notaris juga dapat mempromosikan kehadirannya sebagai Notaris apabila pada saat "mengiklankan" dirinya itu dikaitkan dengan penyuluhan mengenai kepastian hukum.
Salah satu syarat pokok yang melandasi terlaksananya strategi tersebut, adalah terbukanya komunikasi dan informasi antara pihak yang terkait. Guna tercapainya komunikasi yang efisien dan efektif, maka hal tersebut perlu didukung dengan aktivitas yang komunikatif dari para aktivis-aktivis hukum, khususnya para Notaris dan organisasi serta para pihak yang terkait yang memungkinkan akses dan pengertian terhadap masyarakat yang dimaksud secara tepat dan akurat. Pengumpulan data dalam penelitian ini meggunakan desk research, observasi terhadap kegiatan Notaris dan pengkajian tarhadap permasalahan yang ditemukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah utama yang dijumpai dan perlu diatasi yaitu terdapatnya "Lack of Information" dan perbedaan "Term of Reference" antara pihak yang berkomunikasi. Disamping itu perlu diperhatikan overlapping of interest (pautan kepentingan) antar pihak yang berkomunikasi serta 'lancarnya arus komunikasi' atau terstrukturnya komunikasi antar pihak selaku agent of information, yaitu para Notaris, para Pakar Hukum, Organisasi (I N I - I P P A T), Badan Pertanahan Nasional (BPN). Oleh karenanya disarankan penerapan Model komunikasi personal (Woord of Mouth), dan non personal dengan pembentukan kelompok-kelompok yang dipergunakan sebagai sarana atau tempat pengumpulan informasi serta sebagai pelaksana program komunikasi tersebut.
Hasil analisis dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa publik relation (PR) serta pemanfaatan media sangat mendukung untuk dapat dilaksanakannya program tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taihitu, Bonanza Perwira
"Berakhirnya perang dingin telah membawa perubahan dalam struktur internasional. Isu seperti persaingan persenjataan, kompetisi dalam perluasan wilayah pengaruh politik, ekonomi dan ideologi telah bergeser ke isu-isu baru seperti penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia, demokratisasi dan lingkungan hidup. Beberapa tahun setelah perang dingin berakhir, 171 negara menyepakati secara konsensus sebuah "Deklarasi dan Program Aksi Wina" sebagai hasil dari Konferensi Dunia tentang HAM Kedua di Wina, Austria. Dalam dokumen tersebut, telah tercermin bahwa akhir dari perdebatan universalitas berbagai standar HAM internasional dan partikularistik budaya dalam penerapannya, selektifitas dan dikotomi hak menjadi hak-hak sipil dan politik disatu sisi dan hak-hak ekonomi, sosial, budaya dan pembangunan disisi lain, hak asasi manusia yang bersifat individual dan liberat dengan hak-hak kolektif, adalah bahwa hak asasi manusia itu bersifat universal, indivible, interdependent dan interrelated. Ditegaskan pula bahwa negara merupakan institusi yang paling bertanggung jawab dalam bidang pemajuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia, serta memberikan mandat lebih bagi mekanisme HAM PBB untuk me-monitoring pelaksanaan penghormatan dan perlindungan HAM diberbagai negara.
Struktur internasional yang kental dengan nilai-nilai penghormatan dan perlindungan HAM telah menjadikan Indonesia, dibawah pemerintahan otoriter rejim Orde Baru, selalu menjadi sorotan, kritik, shaming, dan tekanan dari masyarakat internasional. Berada dalam struktur tersebut, Pemerintahan Soeharto meresponnya dengan argumen defensif yang menggambarkan bahwa bangsa Indonesia telah mengenal penghormatan dan perlindungan HAM sejak pernyataan kemerdekaan dan bahkan masyarakat Indonesia berjuang untuk mendapatkan penghormatan haknya dari negara lain. Argumentasi normatif bahwa norma-norma HAM telah terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945 disampaikan dalam berbagai forum internasional baik regional maupun global.
Di tingkat internasional, pemerintahan Soeharto menggalang posisi negara-negara berkembang melalui forum GNB dan diberbagai persiapan regional Konferensi Dunia Kedua tentang HAM untuk menyepakati gagasan bahwa HAM itu bersifat universal, indivisible, interdependent dan interrelated. Pemerintah pun mulai talk the talk tentang HAM lebih mendalam dengan menjadi anggota Komisi HAM PBB tahun 1991. Di tingkat domestik, pemerintah membentuk Panitia Tetap HAM dibawah koordinasi Departemen Luar Negeri dan sebuah Komisi Hak Asasi Manusia yang memiliki fungsi pengkajian instrumen HAM, pemantauan serta pendidikan dan penyuluhan HAM. Selain itu terdapat upaya untuk membuat rencana aksi bagi penghormatan dan perlindungan HAM di tanah air sebagai tindak lanjut Deklarasi dan Program Aksi Wina. Kondisi penghormatan dan perlindungan HAM menjadi lebih maju pasca pemerintahan Soeharto. Sejak tahun 1998 telah tercipta berbagai produk legislasi dan evaluasi konstitusi kearah penyesuaian dan penaatan kepada berbagai standar HAM internasional.
Beberapa kecenderung ditingkat domestik dan internasional dalam kurun waktu 1991 - 2002 serta argumen defensif pemerintah tentang HAM tersebut mendorong penulis untuk bertanya mengapa Indonesia berupaya untuk menaati standar-standar HAM internasional? Dan aktor-aktor siapa sajakah yang berperan dalam upaya penaatan tersebut. Untuk menjelaskan jawaban atas pertanyaan tersebut, penulis menggunakan penjelasan konstruktifis yang melihat bahwa selain struktur materiil, struktur ideasional mempengaruhi kepentingan dan identitas aktor. Pertimbangan atau motifasi aktor untuk menaati standar HAM internasional tidak serta merta karena tekanan dan pertimbangan materiil, namun dalam jangka waktu yang relatif panjang aktor terlibat dalam proses belajar sehingga kepentingan dan identitas aktor tersebut terbentuk.
Dalam penelitiannya, penulis menemukan penjelasan bahwa alasan Indonesia menaati standar-standar HAM Internasional adalah dikarenakan bahwa pasca Perang Dingin terbentuk struktur internasional yang mengedepankan penghormatan dan perlindungan berbagai standar HAM Internasional. Struktur ini kemudian membentuk identitas dan kepentingan Indonesia akan penaatan terhadap berbagai standar HAM Internasional. Pada awalnya penerimaan berbagai standar HAM Internasional hanyalah sebagai adaptasi instrumental saja, namun seiring dari proses sosialisasi maka penerimaan berbagai standar HAM internasional telah menjadi kepentingan dan membentuk identitas Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional. Selain itu ada motivasi Indonesia agar pihak lain berpikir yang positif (untuk meningkatkan citra positif Indonesia di dunia Internasional). Dalam penelitian ini, penulis melihat bahwa aktor-aktor yang terlibat dalam upaya Indonesia untuk menaati berbagai standar HAM Internasional tidak saja dilakukan oleh negara (sebagai satu kesatuan), namun merupakan proses argumentatif antar institusi negara, LSM Internasional dan Nasional serta mekanisme HAM PBB.
Penggunaan penjelasan konstruktifis telah memberikan penjelasan bahwa telah terjadi perubahan perilaku Indonesia yang cenderung untuk melakukan penaatan pada standar-standar HAM internasional dalam kurun waktu penelitian, yang dikarenakan Indonesia menerima standar tersebut sebagai sebuah aturan dalam pergaulan internasional. Penjelasan tersebut tidak dapat dijelaskan oleh teoritisi reads yang cenderung melihat bahwa aktor berubah karena pemaksaan yang dilakukan oleh aktor yang ber-power lebih besar, atau penjelasan liberal yang menjelaskan bahwa penerimaan HAM secara sukarela seiring dengan perubahan rejim yang lebih demokratis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zeffry Alkatiri
"Konstitusi Federasi Rusia sudah mencantumkan secara rinci dan sistematis hak dan kepentingan antara individu, masyarakat, dan negara, tetapi dalam pelaksanaannya mengalami berbagai hambatan. Masalah penelitian ini adalah melihat kesenjangan antara aspek normatif dan empiris itu. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mengkaji sistem demokrasi di Rusia dalam masa transisi demokrasi selama tahun 1992 - 1999, dengan melihat dari indikator perlindungan HAM yang dilakukan oleh pemerintah Rusia, khususnya perlindungan HAM pada pekerja media massa. Penelitian ini menggunakan pendekatan strukturis dengan melihat sejarah sebagai perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya dialektika antara keberadaan para agensi dengan struktur sosial yang ada. Kontribusi penelitian ini secara teoritis dan praktis diharapkan dapat menjadi kajian perbandingan dalam melihat pelaksanaan demokrasi dan perlindungan HAM di negara lain, termasuk Indonesia.

The Constitution of the Russian Federation has incorporated in detail and in systematic manner the rights and interests among individual, societies, and. the state. In their implementation, however, there has been obstacle. The problematic of this research looks at this discrepancy between the normative and empirical aspects. The aim of this research in to explain and analyze the democratic system in Russian during the democratic transition period 1992-1999 by looking as an indicator the protection of human rights by the Russian government, especially that accorded to mass media wreckers. The approach employed in this research is structures that view history as social change caused by a dialectics between agency and the existence social structure. This research contributes in term of both theory and practice, to comparative studies of democratic process and human rights protection in other countries, including Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengethuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
D613
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Khusuma Putra
"Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1960 merupakan suatu tonggak sejarah dalam Hukum Pertanahan Nasional. Dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria menjelaskan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, maka Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pendaftaran tanah, dan atas tanah yang telah didaftarkan tersebut selanjutnya diterbitkan tanda bukti kepemilikan atas tanah yang berguna sebagai alat bukti yang kuat. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah merupakan awal dasar hukum yang menjadi pendukung atas berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, yang kemudian digantikan oleh PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur mengenai kepastian dan perlindungan hukum dari sertipikat tanah. Dengan adanya kedua peraturan yang memberikan perlindungan serta kepastian hukum bagi Warga Negara Indonesia ditandai dengan terbitnya sertipikat. Tetapi di dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menilai bahwa begitu banyak kesalahan serta kecurangan yang terjadi dalam mencapai perlindungan serta kepastian hukum tersebut. Kita dapat melihat dalam hal terbitnya Sertipikat Hak Milik ganda atas sebidang tanah yang sama yang dimiliki oleh Tuan OR. Penerbitan Sertipikat Hak Milik yang kedua dilakukan oleh Nyonya RMH yang berkedudukan sebagai saudara ipar dari Tuan PM. Sertipikat merupakan salah satu alat bukti yang kuat, tetapi harus diingat bahwa sertipikat bukan merupakan alat bukti yang mutlak, selama dapat dibuktikan sebaliknya didalam persidangan, maka perlindungan serta kekuatan hukumnya akan hilang. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan cara mengkaji suatu kasus dalam suatu putusan, kemudian diterapkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan deskriptif analitis mengenai pembahasan dari suatu permasalahan yang terjadi.

In 1960, Agrarian Law Number 5 Year 1960 was a pioneer and a foundation of our National Land Law. In article 19th explained that to create the certainty of land law, the Government hold the land registration system, so that for which land that was already registered, must have published with a certificate as a solid or strong evidence. Government Regulation number 10 Year 1961 about Land Registration was a beginning of the basic of law which have been supporting the operation of the Agrarian Law. This regulation was then replaced with Government Regulation Number 24 Year 1997. In article 32th of that new government regulation sets about the legal certainty and the legal protection on a land certificate. But nowadays, we could evaluate that there’re so many mistakes and fraudulence happening in reaching the legal certainty and legal protection. Let us see in writer’s case that there are double certificate published on a land owned by Mr. OR. The second certificate publishing was done by Mrs. RMH whom was Mr. OR’s sister in law. Certificate is a solid or strong evidence, but we should remind that it isn’t an absolute evidence as long as it can be proved in reverse when in trial, so that the legal protection and the legal power vanished. This research was using juridical normative method by researching a case of a court decision, and then arranged with the positive regulation and manifested it in analytical - descriptive written form about researching the problem which occurred.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Lucky Lukwira
"Filosofi utilitarianisme melihat adanya manfaat dari upaya pemberian hukuman. Baik manfaat untuk pelaku kejahatan, maupun bagi masyarakat. Pemenjaraan, pada awalnya,  merupakan salah satu upaya agar penghukuman bisa memiliki manfaat. Namun pemenjaraan dalam perkembangannya justru menimbulkan dampak buruk bagi pelaku kejahatan. Mazhab deinstitusionalisasi menjadi jawaban atas kritik terhadap mazhab penghukuman sebelumnya, yakni mazhab resosialisasi dan reintegrasi sosial. Di sisi lain, hak-hak atas korban mulai pula mendapat perhatian. Diantaranya adalah hak atas ganti rugi (restitusi). Serta perlunya dipikirkan upaya pemulihan hubungan antara pelaku dan korban. Maka adanya pidana yang memiliki manfaat baik bagi pelaku maupun korban sangat berpeluang untuk diwujudkan. Penelitian ini menggunakan metode delphi dua putaran.

Philosophy of utilitarianizm sees the advantage of  the punishment. Advantages for the offender, and also advantages for the society.  Imprisonment is one way that punishment can give the advantages. But in the actual time, cause adverse effects for the offenders. The deinstitutionalization school became the answer to criticism of the previous punishment school, resosialitation school and social reintegration school. In the other side,  the rights of victims began to receive attention. Among them are the right to get restitution. And about how to reparation relation between offenders and victims So the punishment that give advantage for offenders and victims can be realized. This research using delphi method with two round of interview.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Harnanto
"Ditjen Perlindungan HAM sebagai unit organisasi yang baru tidak luput harus menyampaikan akuntabilitas kinerjanya. Berkaitan dengan hal tersebut maka setiap anggaran yang dikeluarkan pada setiap pelaksanaan kegiatan perlu disusun dengan pendekatan kinerja. Masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kualitas sumberdaya manusia dan sistem informasi terhadap proses penyusunan anggaran berbasis kinerja.
Tinjauan pustaka mengindikasikan bahwa proses penyusunan anggaran berbasis kinerja yang merupakan suatu perencanaan berhubungan erat dengan kualitas sumberdaya manusia dan sistem informasi. Indikator kualitas sumber daya manusia mengacu pada pendapat Matindas (1997:102-103) menyebutkan bahwa pengembangan mutu sumber daya manusia bukan saja dengan mengirim ke lembaga-lembaga pendidikan tetapi juga meliputi pula hal-hal yang merupakan unsur kenyataan internalnya sepeti keyakinan, nilai dan kecenderungan. Indikator sistem informasi antara lain mengacu pada pendapat Halim (2002:112-113 mengatakan bahwa sasaran yang harus dicapai oleh sistem informasi adalah sebagai berikut : a) informasi yang dihasilkan harus tepat pada waktunya, b) Biaya harus dibuat seminimal mungkin, c) Sistem informasi harus sederhana dalam arti mudah dipahami, d) Dapat melayani kebutuhan. Karyawan dalam Halim, 2002:230-231 menyebutkan bahwa proses penyusunan anggaran kinerja maka setiap unit kerja haws mempunyai : a) Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) unit kerja, b) Tujuan dan sasaran pokok, c) Program dan kegiatan, d) Indikator kinerja dan e) Target kinerja.
Penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 73 responden dari populasi sebanyak 90 orang. Sebelum dilakukan analisa, instrumen diuji terlebih dahulu validitas dan reliabiltasnya. Kemudian data dianalisis berdasarkan frekuensi, median, modus dan crosstab. Setelah itu dilakukan analisis hubungan antar variabel penelitian dengan metode korelasi non-parametric Spearman's Rho.
Temuan dari penelitian ini, ternyata dengan tingkat kepercayaan 99 % terdapat hubungan yang kuat antara variabel kualitas sumberdaya manusia dengan variabel proses penyusunan anggaran berbasis kinerja sebesar 0,762. Begitu juga hubungan antara variabel sistem informasi dengan variabel proses penyusunan anggaran berbasis kinerja mempunyai hubungan yang kuat yakni sebesar 0,796.
Implikasi dari temuan penelitian, untuk mengoptimalkan penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan : a) pendidikan dan latihan terutama mengenai perencanaan yang berkaitan dengan perencanaan penganggaran berbasis kinerja, b) kesempatan bagi seluruh personil ikut serta dalam proses perencanaan, c) diberikan kesempatan/waktu Iuang yang lebih baik lagi bagi personil untuk mengembangkan did, d) peningkatan kinerja pegawai dalam pelaksanaan tugas secara tepat waktu, e) penyiapan SAM yang memadai sehingga sistem informasi yang ada lebih dimanfaatkan secara optimal, f)diadakan analisis jabatan mengenai tugas pokok dan fungsi sehingga didapat benang merah yang jelas perbedaan antar tugas pokok dan fungsi antar unit kerja, g)standarisasi yang jelas untuk membuat indikator.kinerja berupa angka numerik atau yang dapat diperbandingkan secara spesisfik sehingga mempermudah pengendalian/pengawasan anggaran dalam rangka mencapai tujuan sasasran yang ingin dicapai oleh Ditjen Perlindungan Hak Asasi Manusia.

The Directorate General of Human Right Protection as a new unit has to give its performance accountability. In accordance with that, each expenditure in every activity needs to be arranged by performance approach. This research mainly focus in how the correlation of the quality of human resources and information system with the arrangement of budgeting process based on working performance.
From library reference, it indicates that budgeting process through performance is a plan that is closely related to the quality of human resources and information system. Based on Matindas' statement (1997:102-103) about the indicator of the quality of human resources, which stated that developing he quality of human resources is not only by sending to the course or training but also including the reality internal aspects, such as believe, value and tendency. And referring to Halim's statement about the indicator of information system which stated that the targets that has to be reached out are as followed; a) the information needs to be actual, b) minimize the cost, c) the information has to be simple and easliy understood, d) it can fulfill the needs. In addition, Halim stated (2002:230-231) that in the process of arranging the working performance budget, every working unit needs to have: a) main duty and function of working unit, b) purpose and main goal, c) program and activity, d) performance indicator, e) performance target.
This research covers primer and secondary data and 73 respondents from 90 people population. Before doing the analysis, the validity and reliability of the instruments are tested. Then, the data is analyzed based on to frequency, median, modus and crosstab. After that, the correlations between research variables are analyzed by using non-parametric Spearman's Rho correlation method.
The findings of this research with the degree of reliability 99 0/0 actually has a strong correlation between the quality of human resources variables and the process of arranging budget based on working performance which is 0.762. And the correlation between information system variables and the process of arranging budget based on working performance also has a strong correlation, which is 0.796.
The implication of the findings is that in order to optimize the budget arrangement based on working performance needs: a) course and training mainly on the design of budget based on performance, b) chance for every officials to be involved in the designing process, c) a better chance/time for every officials to develop themselves, d) enhance the officials performance in performing the tasks in an accurate time, e) prepare a qualify human resourse to optimize the existing information system, f) perform a function analysis about main duty and function in order to get a clear red line about the differences of main duty and function between working unit, g) a clear standardization to make a working performance indicator in numeric or other tools that can be compared in a specific way to make an easier budget controlling/monitoring in order to reach the target of the Directorate General of Human Right Protection.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library