Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, Muhammad Teguh Ariffaiz
"Dalam Hubungan Internasional kekuatan militer memainkan peran penting dalam membentuk tatanan kekuatan global. Negara-negara, terutama kekuatan utama dunia, saling bersaing untuk mengembangkan kemampuan militer yang dapat meungguli kekuatan yang dimiliki oleh negara lawan. Persaingan ini menghasilkan konsep revolution in military affairs yaitu revolusi teknologi, doktrin dan organisasi militer yang dapat membawa perubahan besar terhadap cara bagaimana negara berperang. Cina sebagai kekuatan besar di dunia menjadi salah satu negara yang mengembangkan RMA bagi angkatan bersenjatanya, dengan menempuh jalan perkembangan RMA yang asimetris. Tulisan ini akan membahas kajian literatur mengenai perkembangan RMA Cina menggunakan metode taksonomi dengan membagi ke dalam tiga tema besar: ancaman eksternal, kekuatan ekonomi pertahanan dan penguasaan teknologi militer. Dari kajian literatur yang dilakukan, ditemukan bahwa Cina mengembangkan kemampuan RMA yang asimetris sebagai respon dari kehadiran ancaman eksternal, yaitu kekuatan militer Amerika Serikat. Kelemahan negara tersebut dalam segi ekonomi pertahanan dan penguasaan teknologi mengharuskan Cina untuk menempuh pengembangan kemampuan yang asimetris. Cina mengembangkan kemampuan peperangan informasi IW dan anti-access/area denial A2/AD sebagai antitesis dari kemampuan utama militer AS yaitu kemempuan network centric warfare, dan kemampuan proyeksi kekuatan. Kesimpulan yang didapat adalah RMA Cina yang asimetris berhasil mengancam kemampuan beroperasinya militer AS di kawasan Asia Timur dan Pasifik Barat, sehingga meningkatkan biaya bagi intervensi militer AS dalam konflik bersenjata yang melibatkan Cina. Dalam konteks peperangan lokal yang terbatas, kemampuan tersebut berpotensi efektif dalam menjamin keamanan Cina dari intervensi militer AS.

In International Relations, military power plays an important role in shaping the international order. States, especially the great powers of the world, continuously compete to develop military capability that can challenge those of their adversaries. This competition resulted in the concept of revolution in military affairs (RMA), a military technological, doctrinal and organizational revolution that brings about a major change in the way the states wage war. China as a world major power is one of the countries that are currently developing RMA for its armed forces, by taking an asymmetric development path for its RMA. This paper will discuss literature review on the development of Chinese RMA using taxonomic methods by dividing into three major themes: external threats, defense economy capability and the mastery of military technology. From the literature review conducted, it was found that China developed an asymmetric RMA capability in response to the presence of external threats, namely the presence US military power in East Asia and Western Pacific region. The country's weakness in terms of defense economy capability and technological mastery requires China to pursue the development of asymmetric capabilities. China developed information warfare (IW) and anti-access / denial areas (A2 / AD) capabilities as the antithesis to US military's main capabilities which are network centric warfare, and long distance power projection. This paper concludes that China's asymmetric RMA capability successfully threaten US military's operational capabilities in East Asia and Western Pacific region, by raising the costs for US military intervention in armed conflict involving China. In the context of a limited local war, these capabilities are potentially effective in ensuring China's security from US military intervention."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Refina Diantiny
"Harari mengatakan bahwa manusia saat ini sedang berada pada Era Revolusi Teknologi dimana revolusi kembar dari bioteknologi dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan memungkinkan manusia untuk mengendalikan dunia dalam dirinya dan memungkinkan manusia untuk merekayasa dan memproduksi kehidupan. Revolusi teknologi ini tentunya akan membawa perubahan besar pada segala aspek kehidupan manusia baik secara sosial, ekonomi, politik, pendidikan, budaya, bahkan sampai pada ideologi dan kepercayaan manusia. Revolusi ini akan mengantarkan manusia pada ancaman bencana disrupsi teknologi. Disrupsi teknologi ini dapat mengganggu masyarakat dan makna kehidupan manusia dalam berbagai cara, mulai dari penciptaan kelas global yang tidak berguna, kebangkitan kolonialisme data dan kediktatoran digital hingga pada kehancuran diri manusia. Kita bukan hanya sedang mengalami krisis teknologi, tapi juga mengalami krisis filosofi. Maka melalui tulisan ini penulis sebagai peneliti mencoba menjawab pertanyaan, bagaimanakah revolusi teknologi ini bisa membawa manusia pada ancaman disrupsi teknologi yang mengarah pada kehancuran diri manusia? Penulis akan menggunakan metode pasca fenomenologi sebagai alat komparasi dalam melihat hubungan manusia, teknologi dan dunia. Metode ini banyak digunakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang futuristik. Oleh karena itu, penulis akan melakukan refleksi kritis dalam menjelaskan bagaimana teknologi akan mengambil alih diri manusia secara perlahan yang pada akhirnya akan membawa kehancuran pada diri manusia.

Harari said that humans are currently in the Technological Revolution Era, where the twin revolutions of biotechnology and information communication technology (ICT) will allow humans to control the world within themselves, and allow humans to engineer and produce life. This technological revolution will certainly bring major changes to all aspects of human life, socially, economically, politically, educationally, culturally, even to human ideology and belief. This revolution will lead humans to the threat of technological disruption. This technological disruption can disrupt society and the meaning of human life in a variety of ways, from the creation of a useless global class, the rise of data colonialism, and digital dictatorships to the destruction of humanity. We are not only experiencing a technological crisis, but also a philosophical crisis. So through this paper, the author as a researcher tries to answer the question, how can this technological revolution bring humans to the threat of technological disruption that leads to human self-destruction? The author will use the post-phenomenological method as a comparative tool in seeing the relationship between humans, technology, and the world. This method is widely used in answering futuristic questions. Therefore, the author will do a critical reflection in explaining how technology will take over human beings slowly and will eventually bring destruction to humans."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Refina Diantiny
"Harari mengatakan bahwa manusia saat ini sedang berada pada Era Revolusi Teknologi dimana revolusi kembar dari bioteknologi dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan memungkinkan manusia untuk mengendalikan dunia dalam dirinya dan memungkinkan manusia untuk merekayasa dan memproduksi kehidupan. Revolusi teknologi ini tentunya akan membawa perubahan besar pada segala aspek kehidupan manusia baik secara sosial, ekonomi, politik, pendidikan, budaya, bahkan sampai pada ideologi dan kepercayaan manusia. Revolusi ini akan mengantarkan manusia pada ancaman bencana disrupsi teknologi. Disrupsi teknologi ini dapat mengganggu masyarakat dan makna kehidupan manusia dalam berbagai cara, mulai dari penciptaan kelas global yang tidak berguna, kebangkitan kolonialisme data dan kediktatoran digital hingga pada kehancuran diri manusia. Kita bukan hanya sedang mengalami krisis teknologi, tapi juga mengalami krisis filosofi. Maka melalui tulisan ini penulis sebagai peneliti mencoba menjawab pertanyaan, bagaimanakah revolusi teknologi ini bisa membawa manusia pada ancaman disrupsi teknologi yang mengarah pada kehancuran diri manusia? Penulis akan menggunakan metode pasca fenomenologi sebagai alat komparasi dalam melihat hubungan manusia, teknologi dan dunia. Metode ini banyak digunakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang futuristik. Oleh karena itu, penulis akan melakukan refleksi kritis dalam menjelaskan bagaimana teknologi akan mengambil alih diri manusia secara perlahan yang pada akhirnya akan membawa kehancuran pada diri manusia.
Harari said that humans are currently in the Technological Revolution Era, where the twin revolutions of biotechnology and information communication technology (ICT) will allow humans to control the world within themselves, and allow humans to engineer and produce life. This technological revolution will certainly bring major changes to all aspects of human life, socially, economically, politically, educationally, culturally, even to human ideology and belief. This revolution will lead humans to the threat of technological disruption. This technological disruption can disrupt society and the meaning of human life in a variety of ways, from the creation of a useless global class, the rise of data colonialism, and digital dictatorships to the destruction of humanity. We are not only experiencing a technological crisis, but also a philosophical crisis. So through this paper, the author as a researcher tries to answer the question, how can this technological revolution bring humans to the threat of technological disruption that leads to human self-destruction? The author will use the post-phenomenological method as a comparative tool in seeing the relationship between humans, technology, and the world. This method is widely used in answering futuristic questions. Therefore, the author will do a critical reflection in explaining how technology will take over human beings slowly and will eventually bring destruction to humans.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library