Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hamka Rauf
"Pendahuluan: Pemeriksaan baku emas swab nasoorofaring dengan metode Reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) merupakan prosedur diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan suspek COVID-19. Metode lain yang digunakan yaitu dengan pemeriksaan serologi yang mulai terbentuk dalam beberapa hari hingga minggu.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara hasil swab nasoorofaring dan uji serologi terhadap luaran pasien COVID-19 dalam evaluasi masa rawat 14 hari
Metode: Analisis observasional kohort retrospektif terhadap pasien COVID-19 yang dirawat di RS Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan, Jakarta, Indonesia secara total sampling diperoleh dari bulan Maret 2020 sampai Mei 2020. Kami meninjau rekam medis 132 pasien dengan diagnosis probable case dan confirmed case COVID-19 yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil: Sebanyak 132 pasien yang termasuk dalam penelitian ini, didominasi oleh laki-laki sebanyak 51,5% dengan usia rerata 50,23 tahun. Derajat pneumonia berturut-turut yaitu derajat ringan, sedang, dan berat (17,4%, 57,6%, dan 25,0%). Proporsi pasien dengan komorbid sebanyak 71,2%. Proporsi penggunaan alat bantu napas terbanyak yaitu penggunaan kanula hidung (69,7%) diikuti berturut-turut oleh Ventilator, non rebreathing mask dan high flow nasal cannule (13,6%, 9,1% dan 7,6%).. Proporsi kematian sebesar 18,3%, dengan proporsi kematian pada confirmed case sebanyak 21,3% dan probable case sebanyak 19,3%. Tingkat kematian pada confirmed case berkorelasi terhadap jenis kelamin laki-laki (p =0,009), derajat pneumonia berat (p=0,000), penggunaan alat bantu napas bukan kanula hidung (p=0,000) dan komorbid (p=0,021). Tingkat kematian pada probable case berkorelasi dengan derajat pneumonia berat (p=0,000), penggunaan alat bantu napas bukan kanula hidung (p=0,000).
Kesimpulan: Kombinasi penggunaan swab nasoorofaring dan hasil uji serologi dapat memprediksi luaran pasien COVID-19 dalam evaluasi masa rawat 14 hari. Derajat pneumonia berat dan penggunaan alat bantu napas bukan kanula hidung merupakan prediktor buruk terhadap luaran pasien COVID-19.

Introduction: Reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) to detect SARS- CoV-2 is a gold standard method in a patient with suspected COVID-19 and achievable by means of nasopharyngeal and oropharyngeal swab. Serological test is another method to detect the antibody which is produced in a several days or week.
Aims: To determine the association between nasooropharyngeal swab and serological test to predict the mortality of COVID-19 patient after 14-days admission.
Methods: We performed an observational retrospective cohort analysis of COVID-19 patients treated at National Respiratory Referral Hospital Persahabatan Jakarta, Indonesia. Subjects by means of total sampling were COVID-19 patients between March to May 2020. We reviewed the medical records of 132 patients categorized as probable and confirmed cases whom met the inclusion criteria. Their 14-days course of the treatment were observed.
Results: We included 132 patients, which dominated by males (51.5%) with mean age of
50.23 years old. Cases were mild pneumonia, moderate pneumonia, and severe pneumonia (17.4%, 57.6%, and 25.0%, respectively). Most patients presented with comorbidities (71,2%). Most patients required oxygen supplementation by nasal cannula (69.7%), followed by mechanical ventilator, non-rebreathing mask, and high flow nasal cannula (13.6%, 9.1%, and 7.6%, respectively). Patient deaths were 18.3%, including 21.3% among confirmed cases and 19.3% among probable cases. Mortality among confirmed case were correlated with male sex (p=0.009), severe pneumonia (p=0.000), supplemental oxygen delivery requiring device other than nasal cannula (p=0.000), and comorbidities (p=0.021). Mortality among probable cases were correlated with severe pneumonia (p=0.000), and supplemental oxygen delivery requiring device other than nasal cannula (p=0.000).
Conclusions: Combination of nasooropharyngeal swab and serological test results predicted the 14-days outcomes of COVID-19 patients. Severe pneumonia and supplemental oxygen delivery requiring device other than nasal cannula were predictors of poor COVID-19 outcomes as observed from our study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T57651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Nur Ghassani
"Latar Belakang: Preeklampsia adalah salah satu masalah besar yang terjadi di seluruh dunia, terutama negara berkembang. Meskipun patofisiologi dari preeklampsia belum ditemukan secara jelas dan menyeluruh, level oksidatif stres yang tinggi akibat keadaan hipoksia adalah salah satu mekanisme yang menyebabkan manifestasi klinik. FOXO1 adalah faktor transkripsi yang terlibat dalam regulasi metabolisme dan stres oksidatif. Walaupun beberapa penelitian telah menghubungkan gen FOXO1 dan perkembangan vilus tropoblas, saat ini penelitian mengenai ekspresi FOXO1 pada plasenta, terutama pada keadaan early onset masih terbatas. Sehingga, penelitian lebih lanjut mengenai ekspresi FOXO1 pada preeklampsia dibutuhkan untuk mengetahui lebih lanjut peran FOXO1 dalam regulasi oksidatif stress dan morfogenesis plasenta pada kehamilan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain case control dengan studi observasional menggunakan masing – masing 20 sampel plasenta dari kelompok preeklampsia dan normal. Pengukuran ekspresi gen dilakukan menggunakan RT-PCR. Analisis data dilakukan melalui SPSS menggunakan T-Test tidak berpasangan.
Hasil: Hasil analisis menunjukkan bahwa ekspresi gen pada plasenta preeklampsia early onset lebih rendah 0.5 kali dibandingkan dengan sampel plasenta normal dengan hasil statistic menggunakan independent T-test menunjukkan hasil tidak signifikan (p=0.80).
Conclusion: Studi analisis menggunakan 40 sampel plasenta menunjukkan adanya perbedaan tidak signifikan pada ekspresi gen relatif FOXO1 pada preeklampsia dibandingkan plasenta normal.

Background: Preeclampsia has been a major concern around the globe, especially in developing countries. Even though the exact pathophysiology of preeclampsia has not yet been determined, high level of oxidative stress due to hypoxia is thought to contribute to the clinical manifestation. FOXO1 gene is transcription factor that regulates a series of metabolic processes and oxidative stress. Though some studies have linked FOXO1gene and the villous trophoblast development, there is currently limited research investigating the expression of FOXO1 in preeclampsia, especially on early-onset preeclampsia. Therefore, further research is needed to investigate the role of FOXO1 in regulating placental morphogenesis and oxidative stress in pregnancy.
Method: This research uses a case control design with observational study using 20 placental samples each from early onset preeclampsia and normal group. The measurement is done using RT-PCR. Data analysis is being done by SPSS using Independent T-Test.
Result: The analysis showed that the expression of FOXO1 in early onset preeclamptic placenta is 0.5 times lower than in normal placental sample. Statistical test using Independet T-test showed no significant difference (p=0.80).
Conclusion: Analytic study using 40 samples show a statistically insignificant difference in the relative expression of FOXO1 gene in preeclamptic placenta compared to normal placenta.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library