Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dickens, Charles, 1812-1870
Bandung: Qanita, 2015
823 DIC g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Shakespeare, William, 1564-1616
Cambridge, UK: At The University Press, 1948
822.33 SHA t (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Green, John, 1977-
London : Bloomsbury, 2013
813 GRE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Hanif Perdana Puteranda
Abstrak :
Dalam platform media digital, khususnya Twitter, terdapat konten revenge porn. Pada media sosial Twitter terdapat banyak akun yang menyediakan layanan berupa kumpulan konten revenge porn yang dikomodifikasikan dengan sistem membership. Konten revenge porn dapat menjadi sebuah komoditas karena masyarakat masih terbiasa dengan objektifikasi perempuan di dalam dunia maya. Komodifikasi merupakan pemahaman bahwa segala hal yang mereduksi nilai kemanusiaan menjadi nilai ekonomis dan kemudian membuat berbagai perbedaan menjadi sama yang seharusnya menjadi karakteristik kehidupan sehari-hari. Dari proses komodifikasi tersebut terdapat beberapa pihak yang mendapatkan social capital. Penulisan jurnal ini bertujuan untuk menganalisa proses objektifikasi perempuan menjadi penyebab komodifikasi dari konten revenge porn dan juga bagaimana komodifikasi berpengaruh terhadap social capital dari pihak yang terkait dengan konten tersebut. Penelitian ini menggunakan metode analisis komparatif yang membandingkan beberapa penelitian yang membahas topik serupa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan dianggap sebagai objek yang memiliki nilai untuk diperjualbelikan lalu beberapa pihak yang tidak bertanggungjawab melakukan komodifikasi lalu social capital, sang pelaku dan korban dalam revenge porn mengalami perbedaan perubahan kapital-nya dan bersifat berat sebelah atau dalam kata lain hanya bersifat positif bagi laki-laki saja. ......Revenge porn has grown prevalent on Twitter. Realising the potential of a digital market, an exclusive band of users have found ways to collect and distribute ‘exclusive’ revenge porn, and eventually established a paid membership system for such content. A commodity of sorts. One in which women are objectified. This journal critically analyzes how women are commodified as revenge porn content, as well as how commodification affects the dynamics of social capital for those involved in the process of revenge porn distribution. This journal uses a comparative analysis of secondary sources that discuss similar topics, as well as an interview with past revenge porn victims. The research results confirm the perception that women are valuable ‘objects’, allowing them to be exploited and commodified, including in the form of digital images. As a further result, this perception tips social capital in favor of men.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Callista Monarosa
Abstrak :
Dalam film, terdapat berbagai cerita yang biasa disajikan dengan tema pengalaman sehari-hari seperti cinta, harapan, kematian, kebaikan, kejahatan, kekerasan dan perdamaian, sehingga penonton menemukan dan merasakan korelasi dengan pengalaman individualnya. Film juga berpengaruh terhadap masyarakat. Revenge (2017) merupakan film bergenre horror, action dan thriller dengan sub-genre rape-revenge asal Prancis yang dirilis pada tahun 2017 dan disutradarai oleh Coralie Fargeat. Film ini mengisahkan tokoh Jennifer (Matilda Lutz) yang harus bertahan dari tindak kekerasan oleh tokoh-tokoh pria dan kemudian membalas dendamnya. Sering kali tokoh perempuan dimanfaatkan dalam film horor karena terdapat pandangan umum bahwa perempuan memiliki penokohan yang pasif dan lemah, sehingga dapat memperkuat efek seram. Artikel ini bertujuan untuk mengungkapkan makna dari aspek Male Gaze dan Female Gaze dalam film Revenge. Penelitian ini menganalisis Female Gaze dan Male Gaze terhadap tokoh pada film Revenge menggunakan struktur naratif dan unsur sinematik Boggs dan Petrie dan teori psikoanalisis Male Gaze dan Female Gaze Laura Mulvey dan Joey Soloway. Dalam film Revenge, terdapat transformasi Female Gaze ke Male Gaze. Male Gaze digunakan untuk mengobjektivikasikan perempuan lalu menggunakan Female Gaze untuk menjadikan tokoh perempuan sebagai subjek. Dengan Female Gaze, dapat dilihat sebagai alat untuk menunjukkan representasi perempuan yang kuat dan mengubah stereotip gender perempuan dari hanya sebagai objek atau korban menjadi subjek dan penyintas. ......In films, various stories are usually presented with the themes of everyday experiences, such as love, hope, death, good, evil, violence, and peace, so that the audience finds and feels the correlation with their individual experiences. Films also have an impact on society. Revenge (2017) is a horror, action, and thriller film with a rape-revenge sub-genre from France, released in 2017 and directed by Coralie Fargeat. This film tells the story of Jennifer (Matilda Lutz), who must survive acts of violence by male characters and then take revenge. Female characters are often abused in horror films because there is a general view that women have passive and weak characters so that they can strengthen the spooky effect. This article aims to reveal the meaning of the Male Gaze's and Female Gaze's aspects in the film Revenge. This study analyzes Female Gaze and Male Gaze against the characters in the film Revenge, using narrative structure and cinematic elements of Boggs and Petrie and psychoanalytic theory of Male Gaze and Female Gaze Laura Mulvey and Joey Soloway. In Revenge, the Female Gaze is transformed into the Male Gaze. Male Gaze is used to objectify women and then use Female Gaze to make female characters as subjects. Female Gaze can be seen as a tool to show a strong representation of women and change the gender stereotype of women from being just objects or victims to being subjects and survivors.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hajar Nafila Azzahra
Abstrak :
Revenge porn menjadi salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang menempatkan perempuan dalam tatanan sosial yang rendah karena perempuan dibuat tidak berdaya serta tidak kuasa untuk membela diri dan haknya. Penelitian ini menjelaskan revenge porn–penyebaran konten seksual berupa gambar atau video melalui platform online (mis. Facebook, Instagram) tanpa persetujuan yang dimotivasi oleh niat untuk menyakiti atau mempermalukan korban. Penelitian ini menjelaskan latar belakang pelaku melakukan revenge porn dengan menggunakan pendekatan kualitatif feminis melalui studi kasus terhadap 3 (tiga) pelaku revenge porn. Feminis radikal menjadi kerangka teori untuk melihat adanya niat pelaku berdasarkan hegemoni maskulinitas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (i) adanya kontruksi maskulinitas dan femininitas yang membentuk gagasan pelaku melakukan revenge porn, (ii) adanya objektifikasi seksual yang menunjukan relasi kuasa pelaku, (iii) Revenge porn sebagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan berbasis siber, sehingga revenge porn tidak dapat dikatakan sekedar tindakan pornografi melain sudah merupakan bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang difasilitasi oleh internet (berbasis siber). Saran jangka pendek yang diajukan yaitu perubahan hukum yang berpihak pada perempuan serta memuat pasal khusus terkait kekerasan seksual berbasis siber. ......This research explains revenge porn - sharing sexually explicit images or videos of a person without consent - based on the perspective of the perpetrator. Furthermore, this research attempts to explain more deeply the background of perpetrators of revenge porn by using a feminist qualitative approach through a case study of 3 (three) revenge porn actors. This study uses a radical feminist theory to see the intentions of perpetrators based on hegemonic masculinity. The result of this research shows that (i) there is a construction of masculinity and femininity that forms the idea of perpetrators doing revenge porn, (ii) the existence sexual objectification which shows the power relations of perpetrators, (iii) revenge porn as a form of sexual violence against women based on cyber, so that revenge porn cannot be said to be merely an act of pornography but is already a form of sexual violence against women facilitated by the internet (cyber-based). This research suggest the change of law that stands for women and contains specific articles related to cyber-based sexual violence.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Kartika Pribadi
Abstrak :
Revenge pornography menjadi isu baru yang pada dewasa ini makin mudah terjadi karena mudahnya akses ke internet. Walaupun bentuk dari revenge pornography berbeda dari kekerasan seksual konvensional, dampak dan konsekuensi yang ditimbulkan sama besarnya dari kekerasan seksual lainnya. Penelitian ini merupakan studi kualitatif yang dilakukan pada empat wanita penyintas revenge pornography untuk melihat pengalaman subjektif penyintas revenge pornography mengenai dampak dan upaya penyintas untuk memulihkan dampak psikologis yang diterima karena revenge pornography. Hasil pada penelitian ini ditemukan bahwa pelaku revenge pornography yang dialami tiga dari empat subjek adalah pacar atau mantan pacar subjek, keempat subjek mengalami dampak psikologis akibat revenge pornography yang dialamil, serta coping mechanism yang dilakukan para subjek umumnya berbentuk avoidance. ......Revenge pornography is becoming a new issue which nowadays is getting easier due to technological developments. Although the form of revenge pornography is different from conventional sexual violence, the impact and consequences are just as great as any other form of sexual violence. This research is a qualitative study conducted on four women survivors of revenge pornography to see the subjective experiences of survivors of revenge pornography regarding the impact and efforts of survivors to recover the psychological impact received due to revenge pornography. The results of this study found that the perpetrators of revenge pornography experienced by three of the four subjects were the subject's boyfriend or ex-boyfriend, the four subjects experienced psychological impacts due to the revenge pornography experienced, and the coping mechanism used by the subjects was generally in the form of avoidance.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iftah Putri Nurdiani
Abstrak :
Penyebarluasan gambar seksual secara non-konsensual merupakan salah satu fenomena yang banyak terjadi dalam era digital ini. Masyarakat yang patriarkal mendorong adanya ketimpangan kekuasaan dan dominasi laki-laki terhadap perempuan, hal ini lah yang kemudian melanggengkan praktik penyebarluasan terus terjadi. Selama ini, konsep revenge porn digunakan untuk melihat dan menjelaskan fenomena ini dalam masyarakat, padahal konsep tersebut banyak menuai perdebatan karena tidak peka dan insensitif terhadap korban. Penulisan ini bertujuan ingin melihat bagaimana praktik penyebarluasan gambar seksual secara non konsensual dijelaskan sebagai sebuah bentuk Image-Based Sexual Abuse (IBSA) atau kekerasan seksual berbasis gambar. Melalui analisis dengan sudut pandang feminisme radikal dan juga analisa berdasar definisi IBSA dan kerugiannya oleh McGlynn dan Rackley, ditemukan bahwa penyebarluasan gambar seksual secara non-konsensual adalah sebuah kejahatan seksual berbasis gambar (IBSA) yang merugikan perempuan dan sangat berkaitan dengan adanya dominasi serta kontrol laki-laki terhadap perempuan dan tubuhnya. ......The non-consensual dissemination of sexual images is one of the most common phenomena in this digital era. A patriarchal society encourages inequality of power and male domination of women. Hence the practice of dissemination continues up until now. The concept of revenge porn has been used to explain and understand the phenomena despite its insensitivity to the victims. This writing aims to see how non-consensual dissemination of sexual abuse as a form of Image-Based Sexual Abuse (IBSA). Through the analysis using radical feminism perspective and definition of IBSA by McGlynn and Rackley, the data findings show that the non-consensual dissemination of sexual images is a form of Image-Based Sexual Abuse (IBSA) that harms women and is closely related to male domination and control towards women.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irfandila Alfian Pujo Hastarto
Abstrak :
Fenomena Returnees Foreign Terrorist Fighters (FTF) merupakan salah satu isu terorisme yang perlu dikaji dan diteliti oleh para akademisi maupun praktisi. Dari waktu ke waktu, terjadi peningkatan yang signifikan terkait dengan jumlah Foreign Terrorist Fighters (FTF) yang berpeluang untuk kembali ke negara asalnya untuk menjadi returnees. Tingginya jumlah returnees yang kembali ke negara asalnya sebagai the revenge seeker menyebabkan munculnya potensi ancaman. Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan mengenai proses yang dilalui oleh individu hingga mereka terlibat dalam terorisme sebagai Foreign Terrorist Fighters (FTF). Hasil penelitian didasarkan pada data primer yang didapatkan melalui wawancara mendalam dengan narasumber serta dianalisis menggunakan General Strain Theory (GST) of Terrorism Agnew dan Staircase of Terrorism Moghaddam. Penelitian ini menemukan bahwa dalam proses menjadi Foreign Terrorist Fighters (FTF), seseorang mengalami pelatihan militer, pengalaman bertempur secara langsung dan penguatan ideologi. Dengan dipengaruhi oleh ketegangan sosial di masyarakat serta intepretasi mengenai ajaran agama yang salah, para Foreign Terrorist Fighters (FTF) tersebut dapat berperan sebagai the Revenge Seeker ketika menjadi returnees. Hal tersebut menimbulkan potensi ancaman bagi negara asal dari para returnees. Penelitian ini juga menemukan bahwa returnees foreign terrorist fighters (FTF) dapat menimbulkan potensi ancaman dalam tiga dimensi, yaitu ancaman fisik, dampak sosial dan konsekuensi ideologis.
The Returnees Foreign Terrorist Fighters (FTF) phenomenon is one of the terrorism issues that needs to be studied and researched by academics and practitioners. There is a significant increase in the number of Foreign Terrorist Fighters (FTF) who have the opportunity to return to their home countries to become returnees. The high number of returnees returning to their home countries as the revenge seekers causes potential threats. In this study, the authors explain the process that individuals go through until they are involved in terrorism as Foreign Terrorist Fighters (FTF). The results are based on primary data obtained through in-depth interviews with informants and analyzed using General Strain Theory (GST) of Terrorism Agnew and Moghaddam's Staircase of Terrorism. This research found that in the process of becoming a Foreign Terrorist Fighters (FTF), a person get experiences from military training, hands-on combat experience and ideological reinforcement. Influenced by social tensions in society and false interpretations of religious teachings, the Foreign Terrorist Fighters (FTF) can be the Revenge Seeker when they become returnees. That can raise a potential threat to the country of origin of the returnees. This research also found that returnees foreign terrorist fighters (FTF) can pose potential threats in three dimensions, namely physical threats, social impacts and ideological consequences.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rivo Alfahrezy M
Abstrak :
Kekerasan seksual terhadap anak merupakan tindak kejahatan yang banyak terjadi di Indonesia. Jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terus meningkat setiap tahun memperlihatkan seolah tindak kejahatan ini telah menjadi budaya dalam masyarakat Indonesia. Dengan menggunakan sudut pandang konsep Crime as Culture Culture as Crime, kekerasan seksual yang marak terjadi kepada anak di Indonesia dilihat sebagai tindak kejahatan yang direkonstruksi dan didekonstruksi oleh kelompok kolektif menjadi sebuah budaya. Sebagai produk budaya populer, film dapat menjadi media yang mendekonstruksikan fenomena dan budaya di mayarakat. Budaya kekerasan seksual di Indonesia didekonstruksikan melalui film Ratu Ilmu Hitam 2019. Film ini menggambarkan budaya kekerasan seksual pada anak yang dapat dikategorikan sebagai Rape Revenge Film, sebuah pembalasan dendam terhadap pelaku kekerasan seksual. Penelitian ini didukung oleh data dari penelitian terdahulu mengenai kekerasan seksual pada anak yang digambarkan melalui film serta menggunakan film Ratu Ilmu Hitam 2019, sebagai bentuk penggambaran budaya kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia. Hasil dari kajian ini memperlihatkan dekonstruksi budaya kekerasan seksual di Indonesia dalam film Ratu Ilmu Hitam 2019 dan menunjukan bahwa sebagai penikmat produk budaya populer kita harus bijak karena film ini menunjukan kejahatan yang dibalas juga dengan kejahatan. ......Sexual violence against children is a crime that occurs in Indonesia. The number of cases of sexual violence against children continues to increase every year, sexual violence against children has become a culture in Indonesian society. By using perspective of crime as culture culture as crime concept, sexual violence against children in Indonesia is seen as a crime that is reconstructed and deconstructed by collective groups into a culture. As a product of popular culture, film can be a medium that deconstructs phenomena and culture in society. Sexual violence against children culture in Indonesia is deconstructed through the Ratu Ilmu Hitam 2019. This film depicts a culture of sexual violence against children which can be categorized as Rape Revenge Film, a revenge against perpetrators of sexual violence. This research is supported by data from previous research on sexual violence against children depicted through films and using the Ratu Ilmu Hitam 2019 film, as a form of cultural depiction of violence against children in Indonesia. The results of this study, deconstruct the culture of violence in Indonesia in the Ratu Ilmu Hitam 2019 film, show that as connoisseurs of popular culture products we must be wise because this film shows that crime is also repaid with crime.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library