Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rima Diah Pramudyawati
"Badan Penyelesaian Sengketa World Trade Organization (WTO) memenangkan Uni Eropa (UE) dalam sengketa DS592: Indonesia-Measures Relating to Raw Materials. Sebagai tanggapan terhadap keputusan ini, Indonesia mengajukan banding ke Badan Banding WTO. Namun, karena Badan Banding tidak berfungsi, banding tersebut berujung pada situasi 'appeal into the void'. Untuk mengatasi kekosongan ini, UE mengadopsi Regulation (EU) No. 2021/167, yang mengizinkan UE untuk menerapkan sanksi perdagangan terhadap negara lain meskipun laporan Panel belum final. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan melakukan analisis mendalam terhadap Regulation (EU) 2021/167, Section 301 Amerika Serikat, dan Law 14.353/2022 Brasil. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengkaji strategi antisipasi yang dapat diambil oleh Indonesia ketika UE memberlakukan sanksi perdagangan berdasarkan Regulation (EU) No. 2021/167. Kesimpulan penelitian ini menegaskan bahwa sebagai negara berdaulat, Indonesia memiliki hak untuk mengajukan sengketa perdagangan melalui mekanisme DSB di WTO, terlepas dari kondisi Badan Banding yang tidak berfungsi. Selain itu, pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan untuk merumuskan peraturan yang memungkinkan tindakan retaliasi guna melindungi kepentingan perdagangan dan ekonomi nasional, sambil tetap mematuhi aturan WTO.

The World Trade Organization (WTO) Dispute Settlement Body won over the European Union (EU) in the DS592: Indonesia-Measures Relating to Raw Materials dispute. In response to this decision, Indonesia appealed to the WTO Appellate Body. However, because the Appellate Body was not functioning, the appeal ended up in an 'appeal into the void' situation. To address this gap, the EU adopted Regulation (EU) no. 2021/167, which allows the EU to apply trade sanctions against other countries even though the Panel's report is not final. This research uses normative juridical methods, by conducting an in-depth analysis of Regulation (EU) 2021/167, Section 301 of the United States, and Law 14.353/2022 of Brazil. This research aims to examine the anticipatory strategies that Indonesia can take when the EU imposes trade sanctions based on Regulation (EU) No. 2021/167. The conclusion of this research confirms that as a sovereign country, Indonesia has the right to submit trade disputes through the DSB mechanism at the WTO, regardless of the condition of the Appellate Body which is not functioning. In addition, the Indonesian government could consider formulating regulations that allow retaliation actions to protect national trade and economic interests, while still complying with WTO rules."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandy Arianto Pangestu
"Pungutan liar merupakan jenis kejahatan yang masih banyak terjadi di sekolah. Selama ini, upaya untuk melawan pungli yang terjadi di sekolah hanya mengandalkan dari whistleblowing. Namun, sebelum melakukan pelaporan, whistleblower harus melakukan banyak pertimbangan, karena mereka takut akan menerima balasan atau retaliation dari pihak organisasi. Peraturan yang membahas whistleblower di Indonesia juga masih belum memadai dan belum menyeluruh. Penelitian ini menjelaskan faktor-faktor yang mendorong whistleblower menerima retaliation dengan mengambil kasus Rumini, mantan guru di SDN XYZ yang menerima intimidasi setelah melakukan whistleblowing. Data primer didapatkan melalui wawancara tidak terstruktur yang dilakukan dengan whistleblower, pihak LSM yang terlibat dan LPSK dan dianalis menggunakan whistleblowing triangle dan conflict theory. Penelitian ini menemukan bahwa faktor utama yang menyebabkan whistleblower menerima retaliation karena: (1) kurangnya peraturan yang mengatur cakupan dan perlindungan whistleblower di Indonesia, dan (2) karena terdapat perbedaan porsi kekuasaan yang ada di dalam organisasi.

Illegal levies are a type of crime that is still common in schools. During this time, efforts to fight illegal levies that occur in schools only rely on whistleblowing. However, before reporting, whistleblowers must make a lot of considerations, because they are afraid of receiving retaliation from the organization. In addition, regulations that address whistleblowers in Indonesia are still inadequate and incomplete. This study explains the factors that encourage whistleblowers to receive retaliation by taking the Rumini case, a former teacher at SDN XYZ who received intimidation after conducting whistleblowing. Primary data were obtained through unstructured interviews conducted with whistleblowers, the NGOs involved and LPSK and analyzed using the whistleblowing triangle and conflict theory. This study found that the main factors causing whistleblowers to receive retaliation were due to: 1 lack of regulations governing the scope and protection of whistleblowers in Indonesia, and 2 because there were differences in the portion of power that existed within the organization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keisha Kahlila
"Mekanisme penyelesaian sengketa WTO, yang sering dianggap sebagai "crown jewel" organisasi ini, memainkan peran penting dalam menegakkan hukum perdagangan internasional. Namun, kepatuhan sebagian besar tetap bergantung pada kesediaan pihak yang kalah. Oleh karena itu, para anggota WTO dapat memanfaatkan upaya hukum yang tersedia untuk mendorong kepatuhan dari pihak yang kalah terhadap kewajiban mereka. Skripsi ini mengevaluasi apakah retaliasi, sebagai salah satu dari upaya hukum tersebut, dapat efektif untuk melindungi kepentingan Indonesia. Selain itu, skripsi ini mengadopsi metode penelitian hukum doktrinal untuk menganalisis dan menginterpretasikan ketentuan DSU serta menggunakan pendekatan studi kasus untuk menilai penerapan upaya hukum dalam praktik guna menentukan efektivitasnya. Skripsi ini menyimpulkan bahwa upaya hukum dalam mekanisme penyelesaian sengketa WTO tidak selalu efektif dalam mendorong kepatuhan pihak yang kalah. Kompensasi tidak efektif karena sifatnya yang sukarela dan kebutuhan akan kesepakatan bersama. Sedangkan retaliasi, sebagai upaya terakhir untuk mendorong kepatuhan, juga menghadapi tantangan seperti ketidakpastian dalam DSU yang menyebabkan kesulitan bagi Arbiter dalam memberikan tingkat retaliasi yang dapat efektif, kurangnya kekuatan pendorong dalam kasus-kasus dengan dukungan domestik yang kuat untuk tindakan yang tidak konsisten, dan kesulitan implementasi ketika ada kesenjangan ekonomi antara pihak-pihak yang bersengketa. Dalam ketiadaan masalah-masalah ini, retaliasi dapat mendorong kepatuhan atau setidaknya mendorong pihak yang kalah untuk menangani isu yang diangkat dan menawarkan beberapa bentuk manfaat bagi pihak yang dirugikan. Indonesia telah memiliki kesempatan untuk menggunakan retaliasi dalam dua kasus, namun gagal mencapai kepatuhan dari pihak yang kalah. Meskipun menghadapi kesulitan di masa lalu, retaliasi masih dapat efektif melindungi kepentingan Indonesia. Retaliasi dapat dirancang untuk menjadi kuat sekaligus disesuaikan dengan kapasitas Indonesia, pemanfaatan mekanisme seperti retaliasi silang, dan Indonesia dapat mengacu pada preseden dari negara berkembang lainnya. Dengan mengatasi tantangan hukum terkait dan mempersiapkan diri secara domestik, termasuk memberlakukan regulasi nasional tentang retaliasi, Indonesia dapat meningkatkan strategi retaliasi dan lebih melindungi kepentingannya.

The WTO dispute settlement mechanism, often hailed as the "crown jewel" of the organization, plays a crucial role in enforcing international trade laws. However, compliance largely depends on the non-prevailing party’s willingness. Members may seek the utilization of legal remedies to induce compliance from non-prevailing parties with their WTO obligations. This thesis evaluates whether retaliation, as one of these legal remedies, can be effective to protect Indonesia’s interests. Furthermore, this thesis adopts a doctrinal legal research method to analyze and interpret DSU provisions and employs a case study approach to assess the application of legal remedies in practice to determine its effectiveness. This thesis concludes that legal remedies may not always be effective in inducing compliance of non-prevailing parties. Compensation is often ineffective due to its voluntary nature and the necessity for mutual acceptance. Retaliation, as the last resort to induce compliance, also faces challenges such as ambiguities in the DSU causing difficulties for Arbitrators in awarding levels of retaliation, lack of inducement power in cases with strong domestic support for the inconsistent measure and implementation difficulties when economic disparities exist between disputing parties. In the absence of such issues, retaliation has been able to induce compliance or at the very least, push non-prevailing parties to address the concerned issues and offer some form of benefit. Indonesia has had opportunities to use retaliation in two notable cases, yet failed to do so. Despite past struggles, retaliation can still be effective to protect Indonesia’s interests. It can be designed to be powerful while adjusting to Indonesia’s capacity, there are mechanisms like cross-retaliation, and  Indonesia may draw on precedents from other developing countries. By overcoming associated legal challenges and preparing itself domestically, including enacting its own national regulations on retaliation, Indonesia can enhance its strategy to retaliate and better protect its interests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library