Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 43 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Sulystiyo
"Salah satu mode kerusakan yang cukup penting di dalam komposit adalah delaminasi. Karena delaminasi akan berakibat penurunan kekakuan yang merupakan salah satu pertimbangan penting dalam design. Ketika komposit ini dibebani, delaminasi yang berupa retak (crack) ini akan merambat. Kerusakan awal ini kecil dan dapat timbul karena pemotongan yang tidak sempurna karena manufaktur. Oleh karena itu dilakukan prediksi tingkat pelepasan energi elastisitas untuk kasus dan dan bentuk pembebanan tertentu.
Penentuan tingkat pelepasan energi elastisitas dapat dilakukan dengan metode analitik, numerik, elemen hingga maupun eksperimental. Pada penelitian ini digunakan metode analitis dengan material yang digunakan adalah komposit jenis SMC-R50 dan tipe pembebanan adalah three point bending dengan notch (takik).
Retak (crack) yang terjadi di interlaminat dianalisis dengan mekanika fracture elastis linier .Dengan menganggap beban yang terkena di ujung retak uniform sepanjang lebar retak, dan akan memberikan kondisi yang uniform di ujung retak. Tingkat pelepasan energi elastisitas diperoleh dengan melakukan perhitungan terhadap momen lentur pada lamina bagian bawah retak dan lamina bagian atas retak untuk menghitung kerja luar yang dihasilkan karena pertumbuhan retak dan energi elastisitas total yang dimiliki oleh benda pada saat mengalami deformasi dengan menggunakan teori balok konvensional.
Tingkat pelepasan energi elastisitas yang dianalisa adalah tingkat pelepasan energi elastisitas mode I (G1)untuk perambatan retak yang tegak lurus arah takik dimana bentuk perambatan seperti ini dapat terjadi ketika bentuk takik adalah tegak lurus fiber. Kemudian dengan membandingktan tingkat pelepasan energi elastisitas mode l ((Gi)dengan tingkat pelepasan energi elastisitas kritis yang di dapat dari eksperiniental (Gtc) maka akan dapat diprediksi pertumbuhan retak ini. Hasil yang didapat bahwaGt, dari perhitungan memiliki kecenderungan menurun sesuai dengan pertambahan retak dan perambatan retak terjadi di tepi dari kumpulan fiber. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S36980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursetiawan Suroso
"Balok beton prategang sebagian umumnya dirancang untuk diperbolehkan mengalami
retak pada saat menerima beban kerja. Namun adanya retak ini dapat mengakibatkan korosi pada tulangan sehingga mengurangi kekuatan balok tersebut. Oleh karena im retak harus dikendalikan sedemikian rupa agar Iebamya tidak berleblhan. Untuk dapat mengendalikan lebar retak tersebut maka perlu diketahui terlebih dahulu perilaku dari Iebar retak di balok beton prategang sebagian.
Lebar retak pada balok beton prategang sebagian dipengaruhi oleh banyak fhktor. Hal
ini menyebabkan kerumitan dalam penyusunan persamaan untuk menghitung lebar retak yang dilakukan oleh para peneliti. Namun secara umum pendekatan yang digunakan oleh peneliti- peneliti tersebut untuk menghitung lebar retak dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) metode, yaitu metode yang berdasarkan tegangan tarik khayal beton dan metode yang berdasarkan tegangan baja setelah tahap dekompresi. Masing~masing metode memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Metode yang didasarkan pada tegangan tarik khayal beton sangat sederhana dalam proses perhitungannya tetapi mengasumsikan penampang balok dalam kondisi yang tidak retak, meskipun sebenarnya tegangan tarik beton ini sudah melampaui kekuatan tarik beton (modulus keruntuhan baton). Sedangkan perhitungan untuk metode yang
didasarkan pada tegangan baja cukup rurnit tetapi menggunakan penampang balok yang retak dalam analisanya sehingga menyerupai keadaan balok yang sebenamya.
Tulisan ini membahas kedua metode tersebut di atas bersama-sama dengan beberapa
persamaan untuk menghitung lebar retak yang telah dibuat oleh para peneliti dan batasan lebar retak yang diijinkan oleh peraturan. Untuk mengetahui seberapa jauh persamaan-persamaan tersebut dapat memberikan hasil yang memadai maka dilakukan pula perbandingan antara hasil yang didapat dari perhitungan dengan hasil yang didapat dari percobaan yang dilakukan di laboratorium oleh beberapa peneliti. Selain itu akan dilakukan simulasi untuk mengetahui pengaruh dari beberapa parameter pada balok beton prategang sebagian terhadap perilaku lebar retak yang muncul. Parameter-parameter tersebut meliputi bentuk penampang balok, tingkat
prategang, kombinasi tulangan prategang dan non-prategang, jumlah tulangan, indeks
penulangan, dan letak/kedalaman tulangan prategang."
1996
S34603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Said
"Paduan aluminium AI 2024-T3 bentuk pelat (clad) sering digunakan dalam industri pesawat terbang sebagai bahan kulit, lantai dan struktur. Bahan ini dalam pengoperasiannya yang cukup lama sebagai bahan komponen pesawat terbang akan mengalami retak, dan jenis keretakan yang sering dijumpai dalam praktek adalah retak fatik (fatigue cracking) dan retak karena korosi (corrosion cracking). Retak kecil yang terjadi tidak boleh dibiarkan merambat karena pada akhirnya akan menyebabkan katastrope pada pesawat terbang. Retak kecil perlu direparasi, dan salah satu teknik reparasi retak yang dibahas dalam penelitian ini adalah tambalan retak (crack patching) dengan menggunakan bahan penguat komposit jenis graphite/epoxy. Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan teknik ini adalah mengurangi faktor intensitas tegangan (K) di sekitar ujung retak di bawah tambalan, sehingga pertumbuhan retak diperlambat yang berakibat umur komponen/struktur bertambah. Namun tambalan retak akan menyebabkan timbulnya tegangan-sisa jenis tarik pada pelat aluminium retak di bawah tambalan setelah proses pengeleman (bonding) selesai. Analisa tegangan sisa disekitar ujung retak di bawah tambalan dengan menggunakan strain gauges kisi 0,6 mm sebanyak 5 (lima) buah pada sampel pertama (sisi-B) dan 4 (empat) buah pada sampel kedua (sisi-A) menunjukkan bahwa untuk temperatur kamar, daerah sekitar ujung retak masih elastis. Besarnya tegangan sisa arah sumbu-Y secara eksperimental yang ditunjukkan oleh strain gauge SG6/7 dan SG3 yang ditempelkan dalam jarak 2 mm dan 5 mm dari ujung retak, masing-masing adalah 119,739 MPa dan 108,843 MPa.
Hasil pengukuran tegangan sisa ini dibandingkan dengan tegangan sisa puncak (ór) hasil perhitungan teoritis, dan dari perbandingan tersebut diperoleh suatu faktor korelasi (frs) atas rumus ór teoritis terhadap hasil eksperimental. Faktor korelasi (f) juga diperoleh dengan membandingkan faktor intensitas tegangan sisa (Kr) eksperimental dengan faktor intensitas tegangan sisa (Kr) teoritis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor korelasi tegangan sisa (frs) adalah 1,13243 (untuk r = 2 mm) dan 1,02937 (untuk r = 5 mm), sedangkan faktor korelasi intensitas tegangan sisa (Fkr) adalah 0,82735 (untuk r = 2 mm) dan 1,22296 (untuk r = 5 mm). Selanjutnya, akibat beban kerja/aplikasi sebesar ómax=120 MPa , maka pada ujung retak akan terbentuk daerah plastis setempat, di mana diameter daerah plastis tersebut adalah : 2rp = 1,2503 mm menurut teori Irwin dan R = 1,5425 mm menurut teori Dugdale. Selain itu, dalam penelitian ini dicari juga korelasi antara tegangan sisa arah sumbu-Y dua milimeter dari ujung retak terhadap perubahan temperatur, dan hasilnya diperoleh suatu korelasi linier pada ambang temperatur 28°C - 67°C. Kemudian dari analisa komposisi kimia dan uji tarik statis bahan AI 2024-T3 ternyata bahan yang diteliti sesuai dengan spesifikasi standar dalam buku referensi aluminium.

An aluminum alloy of AI 2024-T3 clad is frequently used in aircraft industries as the basic material of skins, floors and structures. Due to service loading, the material can undergo defects that are normally in the forms of fatigue or corrosion cracks. The existence of these cracks can not be ignored because if they propagate to their critical sizes, they can cause a catastrophe of the aircraft. In order minimize the risk of the aircraft catastrophe the growth of the cracks along with the service loading has to be periodically monitored or repaired. In this thesis, one aspect of repairing defective aircraft structures using adhesively bonded graphite/epoxy patches (crack patching) is studied. This technique of repair can provide some advantages, where one of them is to reduce the stress intensity factor (K) in the vicinity of the crack tip under the patched area so that the crack growth rate can be decelerated and consequently, this can improve the fatigue life of the patched component. However, the technique of crack patching will result in a tensile residual stress in the metallic component after a bonding process and this residual stress is the main interest, which is studied in this research program. Experimental measurement of the residual stress under the patched area was carried out using 5 and 4 strain gauges of 0.6 mm grid fixed on the first sample (side-B) and the second one (side-A) respectively, where the results show that at a room temperature the area near by the crack tip is still elastic. The values of residual stresses in the direction of Y axis, which were measured by the strain gauges SG6/7 and SG3 at the distance of 2 mm and 5 mm ahead of the crack tip are 119.739 MPa and 108.843 MPa respectively.
The results of the residual stress measurement are compared to peak values (ór) calculated using a theoretical formula and then a correlation factor (frs) between the formula and the actual values can be obtained. The same method of comparison is also performed for the theoretical and experimental residual stress intensity factor in order to obtain a correlation factor (fkr) between the theoretical and experimental residual stress intensity factor.
Research results indicate that at r = 2 mm, the values of frs is 1.13243 and fkr is 0.82735, while at r = 5 mm both values of frs and fkr are 1.02937 and 1.22296 respectively. Under the maximum stress ómax=120 MPa applied remote from the patched area, a small plastic zone is formed at the crack tip and its size is 2rp = 1.2503 mm according to Irwin's theory or R = 1.5425 mm according to Dugdale's one. In this research program, the effect of temperature changes on the value of residual stress in the direction of Y axis at the distance of 2 mm ahead of the crack tip was also studied and the result shows that at temperature ranges of 28°C - 67° the residual stress linearly correlates to the temperature changes. A chemical composition analysis and a tensile test of the AI 2024-T3 used indicate that the results obtained agree well to the data in the aluminum hand book."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Agus Fikri
"Proses shot peening merupakan suatu metode pengerjaan dingin material dengan menumbuhkan permukaan logam menggunakan partikel-partikel bulat (terbuat dari baja tuang) yang berukuran kecil dan berkecepatan tinggi. Metode ini dapat digunakan untuk mengurangi kemungkinan serangan korosi retak tegang.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh proses shot peening dengan intensitas 0.0062 A dan 00091 A (masing-masing dengan coverage 100% dan 200%) terhadap ketahanan Al 7075 T7351 terhadap serangan korosi retak tegang, pengujuan digunakan menggunakan larutan 3,5% NaCl dan 0,5% H2O2 pada pH 3.
Hasil pengujian tegangan sisa dan kekerasan menunjukkan bahwa proses shot peening menyebabkan terjadinya tegangan sisa tekan antara -111,8726 sampai -170,5675 MPa dan terjadinya peningkatan kekerasan pada permukaan Al 7075 T7351. Sedangkan dari hasil pengujian korosi retak tegang sampai dengan 15 hari didapatkan bahwa efek shot peening di atas tidak menampakkan pengaruhnya pada pemberian tegangan 85% dari kekuatan luluh bahan, hal ini disebabkan sampai akhir pengujian belum terjadi serangan korosi retak tegang, jenis serangan yang terjadi adalah korosi pitting."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
S41956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rahmad Irvan
"ABSTRAK
Retak menjadi penanda kelemahan dan kerusakan suatu bangunan, dan kehadiran retak pasti akan selalu dihindari. Namun, terdapat cerita dibalik hadirnya retak yang menghasilkan performa baru yang menarik dalam bangunan. Potensi dan keindahan retak dapat menghasilkan ruang dengan kualitas yang berbeda dan menarik. Dengan mempelajari cerita atau mekanisme retak, potensi dan keindahan retak diciptakan dengan memanipulasi kehadiran retak didalam arsitektur. Manipulasi retak dilakukan sebagai metode dalam merancang ruang dengan menggunakan pengetahuan tentang cerita retak agar retak yang dihadirkan terlihat alami.

ABSTRACT
Crack is a sign of weaknesses and damage in buildings, and the presence of crack is usually avoided. Otherwise, there is story behind the presence of crack which produce new interesting performance in building. The potential and beauty of crack can produce space with different and interesting qualities. By learning the story or mechanism of crack, the potential and beauty of crack can be created by manipulating the presence of crack in architecture. Crack manipulation is done as method in designing space by using the knowledge of story of crack in order to create the presence of crack looks natural."
2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aryasa Pradeni
"

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi perlakuan pada struktur gelegar boks terhadap beban awal retaknya. Variasi perlakuan yang diteliti adalah tebal pelat, jarak pembebanan, bidang kontak pembebanan, jarak perletakan, mutu beton, dan keberadaan tendon prategang transversal. Analisis dilakukan dengan memodelkan struktur secara finite element menggunakan elemen solid 3 dimensi, dengan pembebanan secara bertahap untuk mendapatkan besar beban pada saat mulai retak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban awal retak akan lebih tinggi pada struktur gelegar boks dengan tebal pelat lebih besar, jarak beban lebih jauh, bidang kontak lebih luas, dan yang menggunakan tendon prategang.


This study aims to observe the effect of various treatments given to a box girder structure against its initial cracking load. The treatments varied in this study include slab thickness, loading position, loading area, support position, concrete strength, and usage of transversely post-tensioned tendons. The analysis is done by modeling  the structure with finite element method using 3 dimensional solid elements. Incremental loading is used to acquire the magnitude of the load at initial cracking condition. The result shows that the initial cracking load is higher in the box girder structure with thicker slab, farther loading distance, bigger loading area, and prestressed box girder structure.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5   >>