Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Julianto Witjaksono
Abstrak :
Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) saat ini merupakan salah satu kelainan dengan keberhasilan kehamilan terendah di antara berbagai penyebab infertilitas. Penelitian ini bertujuan untuk menilai ultrasonografi (USG) sebagai prediktor diagnosis reseptivitas endometrium perempuan infertil Sindrom Ovarium Polikistik. Penelitian ini merupakan studi diagnostik observasional dengan disain potong lintang. Tiga puluh empat perempuan usia reproduksi (32,5 ± 3,8 tahun), mengalami infertilitas primer 4,9 ± 3,1 tahun dengan siklus anovulasi mendapat klomifen sitrat 100 mg perhari H2?6; perkembangan folikel dan ovulasi dikonfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) H12?17. Pemeriksaan USG yang diikuti biopsi endometrium dan hormon progesteron dilakukan pada H19?21 atau pasca ovulasi H+5?+7. USG digunakan untuk menilai Zona Vaskularisasi menurut kriteria Sonai, Volume Endometrium menurut kriteria Zollner, dan Indeks Vaskularisasi-Arus Darah menurut kriteria Wu. Biopsi endometrium dinilai berdasarkan penanggalan histopatologis menurut kriteria Noyes, dan pemeriksaan imunohistokimia VEGF dan VEGFR-1 dengan penilaian secara H-Score. Kadar VEGF serum diperiksa dengan metode Elisa. Analisis statistik menggunakan uji chi-square, uji-t dan nilai ROC. Dihasilkan titik potong komposit endometrium sebagai baku emas reseptivitas endometrium berdasarkan pemeriksaan penanggalan histopatologis endometrium. Pemeriksaan USG berdasarkan pemeriksaan komposit endometrium ini akhirnya menghasilkan baku emas USG penetapan reseptivitas endometrium. Pemeriksaan USG H19?21 menunjukkan rerata tebal endometrium 10,47 ± 1,85 mm, Volume Endometrium 3,70 ± 1,31 ml, Indeks Vaskularisasi?Arus Darah Indeks Vaskularisasi?Arus Darah 0,08 (0,00-3,21) dan Zona Vaskularisasi di lapis 1,2,3 dan 4 masing-masing 14,7%, 41,2%, 35,3% dan 8,8%. Pemeriksaan histopatologis endometrium mendapatkan 58,8% in-phase dan 41,2% out-phase. Pemeriksaan VEGF endometrium mendapatkan ekspresi tertinggi di endotel (2,34 ± 0,26), kemudian di epitel luminal (2,23 ± 0,37), sel stroma (2,1±1,9), terendah di epitel kelenjar (2,00 ± 0,68). VEGFR-1 endometrium tertinggi di epitel kelenjar (2,85 ± 0,30), diikuti di epitel luminal (2,83 ± 0,54), endotel (2,70 ± 0,42) dan terendah di sel stroma (2,58 ± 0,42). Secara statistik, ditemukan hubungan bermakna antara Zona Vaskularisasi dengan VEGF sel stroma (p = 0,018), Volume Endometrium dengan VEGF endotel (p = 0,000), epitel luminal (p = 0,029) dan total sel (0,043) serta Penanggalan Histologis Endometrium dengan VEGFR-1 sel stroma (p = 0,009). Penetapan reseptivitas endometrium hasil penilaian Komposit USG berdasarkan baku emas komposit endometrium adalah ditemukannya Zona Vaskularisasi lapis 3?4, Volume Endometrium ≥ 3,090 ml dan Indeks Vaskularisasi-Arus Darah ≥ 0,253 yang menunjukkan spesifisitas 77,4%. Ultrasonografi dapat digunakan sebagai prediktor diagnosis reseptivitas endometrium masa jendela implantasi embrio perempuan infertil SOPK. ......Polycyctic ovary syndrome has been recognized as one of the lowest successful pregnancy rates in infertile women. This studi aimed to assess ultrasound as predictor of endometrial receptivity in PCOS infertile women. Diagnostic observational study in cross sectional design was conducted. Thirty-four subjects suffered anovulatory cycles in a average 32,5 ± 3,8 years of age and primary infertility for 4,9 ± 3,1 years, receiving 100 mg/d clomiphene citrate therapy on D2?6 . Follicular development and ovulation were confirmed by tranasvaginal USG examination on D12?17 . Repeated USG procedures followed by endometrial biopsy and serum progesterone test were conducted on either D 19?21 or D+5?+7 post ovulatory. The use of USG was to assess Vascularization Zone by Sonai criteria, Endometrial Volume by Zollner criteria and Vascularization Flow Index (VFI) by Wu criteria. Endometrial biopsy was performed and dated, based on endometrial histological dating by Noyes citeria. Immunohistochemistry of VEGF and VEGFR-1 were done and counted by H-Score formula. VEGF serum was tested by Elisa method. Statistical analysis of Chi-squre test, student t-test and ROC value were used. Immunohistochemistry composite formation was based on histological dating of endometrium. Ultrasound composite based on immunohistochemistry composite was finally resulting the new cut-off of endometrial reseptivity. Ultrasound findings on D19?21 showed the average endometrial thickness 10,47± 1,85 mm, Endometrium Volume 3,70 ± 1,31 ml, Vascularization?Flow Index (VFI) 0,08 (0,00?3,21 ) and Vascularization Zone (ZV) of zone 1,2,3 and 4 were 14,7%, 41,2%, 35,3% and 8,8%. Endometrial dating was 58,8% in-phase and 41,2% out-phase. Endometrial VEGF staining showed the highest expression in endothel (2,34 ± 0,26), followed by luminal epithelium (2,23 ± 0,37), stromal cells (2,1 ± 1,9) and the lowest in glandular epithelial (2,00 ± 0,68); meanwhile the highest VEGFR-1 expression was seen in glandular epithelial (2,85 ± 0,30), followed by luminal epithelial (2,83 ± 0,54), endothelial (2,70 ± 0,42) and the lowest at the stromal cells (2,58 ± 0,42). Statistically, ZV was correlated to the VEGF stromal cells (p = 0,018) and Endometrial Volume was correlated to VEGF endothelial (p = 0,000) and VEGF luminal epithelium (p = 0,029) and VEGF total cells (p = 0,043); meanwhile Histological Dating of Endometrium was correlated to VEGFR-1 stromal cells (p = 0,009). Endometrial receptivity predictor determined by Ultrasound Composite based on immunohistochemistry composite was Vascularization Zone of layer 3?4, Endometrial Volume of ≥ 3,090 ml and endometrial VFI of 0,253 with a specificity of 77,4%. Ultrasound was the useful tools for diagnostic predictor of endometrial receptivity diagnosis during the implantation windows period of PCOS infertile female.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Rasyad
Abstrak :
Latar Belakang: Salah satu prosedur dalam fertilisasi in vitro (FIV), yaitu stimulasi ovarium terkendali (SOT), dapat mengurangi reseptivitas dari endometrium. Hal ini disebabkan oleh administrasi dari recombinant follicle stimulating hormone (r-FSH), yang akan menyebabkan tubuh untuk melepaskan beberapa folikel disaat yang bersamaan (supervoulasi). Kondisi ini dapat mempengaruhi ekspresi dari glikodelin-A (GdA), yang memiliki peran dalam mempersiapkan endometrium dalam proses implantasi. Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian berbagai kadar r-FSH dalam prosedur SOT pada ekspresi glikodelin-A pada berbagai kompartemen jaringan endometrium dari hewan Macaca nemestrina (beruk). Metode: Penelitian ini menggunakan jaringan uterus beruk yang tersimpan di dalam blok parafin. Subjek dari penelitian ini terdiri dari 15 beruk betina yang berada di dalam usia reproduksi, sekitar 8-10 tahun, dan telah melahirkan sebelumnya. Subjek kemudian dibagi menjadi empat kelompok; kelompok kontrol yang tidak dilakukan administrasi r-FSH, dan juga kelompok uji yang diberikan administrasi r-FSH dengan berbagai kadar (30, 50, dan 70 IU) sesuai dengan protokol SOT. Jaringan kemudian akan diberi pewarnaan immunohistokimia, dan ekspresinya diukur menggunakan plugin IHC Profiler dari perangkat lunak ImageJ, dimana hasil pengukuran berupa Histological Score (H-Score). Hasil tersebut kemudian dianalisis secara statistik dengan ANOVA satu arah. Hasil dan Pembahasan: Hasil analisis ANOVA satu arah menunjukkan bahwa perbedaan ekspresi GdA di kelenjar (F(3,10) = 0,80, p = 0,52) dan stroma (F(3,11) = 0,92, p = 0,47) endometrium antar kelompok tidaklah signifikan, dan variasi data di dalam kelompok lebih besar dibandingkan antar kelompok . Ekspresi GdA memiliki variasi perbedaan antar kelompok lebih tinggi, namun tidak signifikan (F(2,8) = 1,80, p = 0,23). Hasil ini dapat disebabkan oleh; Ekspresi GdA yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh administrasi r-FSH, perbedaan fase antar sampel, dan juga jumlah sampel yang kecil. ......Background: One of the crucial steps of in vitro fertilization (IVF), the controlled ovarian hyperstimulation (COH), may decrease the receptivity of endometrial tissue. This is due to the administration of recombinant follicle stimulating hormone (r-FSH), which aims to make the body to release multiple follicles at the same time (superovulation). This can alter the expression of Glycodelin-A (GdA), which has a role in preparing the endometrial tissue to go through the implantation process. Objective: To find out the effects of different r-FSH dosages administration during COH protocol on glycodelin-A endometrial tissue compartments expression in Macaca nemestrina (southern pig-tailed macaque). Methods: Paraffin-embedded tissue blocks of macaques uterus were used for this study. The subjects that were included consist of 15 female macaques, all on reproductive age of 8-10 years and have given birth beforehand. The subjects were then divided into four groups; the control group were those who had not been administered with r-FSH, and those who had been administered with different dosages of r-FSH (30, 50, and 70 IU) in accordance to the COH protocols. The tissues were then stained using immunohistochemistry, and the expressions were measured using the plugin IHC Profiler of the ImageJ software, where the result of the measurement were in Histological Score (H-Score). The result were then statistically analysed using one-way ANOVA. Results and Discussion: The result of one-way ANOVA showed, that the differences of glycodelin-A expression in the endometrial glands (F(3,10) = 0.80, p = 0.52) and stromal parts of the tissue (F(3,11) = 0.92, p = 0.47) between the groups were insignificant, the variance of data among the groups were larger than between the groups. Glycodelin-A expression in the four groups of luminal parts however, have higher variances between the groups than among the groups, but the differences were insignificant (F(2,8) = 1.80, p = 0.23). This result were caused by; The expression of GdA which is not directly affected by the administration of r-FSH, different phases of each samples, and also the low number of samples.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriana Viola Miranda
Abstrak :
Latar belakang: Meski krusial untuk keberhasilan fertilisasi in vitro (FIV), stimulasi ovarium terkendali (SOT) diketahui dapat menurunkan reseptivitas endometrium dan mempengaruhi keberhasilan prosedur tersebut secara keseluruhan. Hal ini terkait dengan administrasi recombinant follicle stimulating hormone (r-FSH) yang meregulasi ekspresi regulator reseptivitas endometrium, termasuk leptin, melalui perantara estradiol. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai dosis r-FSH pada SOT terhadap perubahan ekspresi leptin pada jaringan endometrium Macaca nemestrina (beruk). Metode: Penelitian ini menggunakan blok parafin berisi jaringan uterus Macaca nemestrina fase midluteal dari penelitian sebelumnya. Subjek adalah 15 beruk betina usia reproduktif (8-10 tahun) dengan riwayat melahirkan yang dibagi ke dalam empat kelompok: kelompok dengan administrasi r-FSH dosis 30 IU, 50 IU, 70 IU (kelompok intervensi), dan tanpa pemberian r-FSH (kelompok kontrol). Stimulasi ini diberikan selama 10 atau 12 hari pertama siklus haid. Pewarnaan dilakukan secara immunohistokimia. Ekspresi leptin diukur menggunakan plugin IHC Profiler pada software ImageJ serta dihitung secara semikuantitatif sebagai Histological Score (H-score). Analisis statistik untuk data normal dan homogen dilakukan dengan ANOVA satu arah, sedangkan untuk data tidak normal atau tidak homogen dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil dan Pembahasan: Pengaruh SOT pada jaringan endometrium ditemukan pada kompartemen epitel kelenjar, stroma, dan epitel luminal. Perbedaan ekspresi leptin antara keempat kelompok pada ketiga kompartemen tersebut bersifat tidak bermakna secara signifikan (Fkelenjar(3,10) = 0.464, p = 0.714; pstroma = 0.436; pluminal = 0.155). Hasil ini kemungkinan disebabkan oleh hubungan r-FSH dan leptin yang tidak bersifat langsung, tetapi diperantarai oleh estradiol. Limitasi penelitian ini adalah jumlah sampel yang kecil, serta keterbatasan dalam mengukur durasi fase siklus haid dan cadangan ovarium pada subjek penelitian.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalina Audrey Soedira
Abstrak :
Endometriosis merupakan penyakit ginekologi kronis yang ditandai dengan sel-sel kelenjar dan stroma endometrium yang tumbuh di luar rongga uterus dan dapat mengganggu reseptivitas endometrium. Standar emas untuk diagnosis endometriosis adalah dengan melakukan operasi laparoskopi. Prosedur ini merupakan prosedur invasif yang memiliki risiko melukai endometrium. Oleh karena itu, dibutuhkan diagnosis noninvasif untuk endometriosis yang dapat mengurangi ketidaknyamanan penderita. Salah satu metode noninvasif yang dapat digunakan adalah deteksi biomarker. Salah satu biomarker yang menandakan reseptivitas endometrium adalah Leukemia Inhibitory Factor (LIF). Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi ekspresi gen LIF dari sampel darah perifer pada wanita penderita endometriosis dan wanita normal yang sedang menjalani program in-vitro fertilization (IVF) sebagai penanda reseptivitas endometrium. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis 15 sampel darah wanita pengidap endometriosis dan 15 sampel darah wanita normal menggunakan metode RT-qPCR absolut dengan kurva standar. Kurva standar dibuat dengan fragmen gen LIF, didapatkan nilai efisiensi sebesar 117,74% dan nilai R2 sebesai 0,880345. Kedua nilai tersebut tidak masuk ke dalam kriteria yang baik. Sementara itu, Uji-U Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada ekspresi gen LIF dari sampel darah wanita penderita endometriosis dan gen LIF dari sampel darah wanita normal. Ekspresi gen LIF terdeteksi pada darah perifer sehingga gen LIF memiliki potensi kuat untuk menjadi biomarker reseptivitas endometrium pada wanita penderita endometriosis. Namun, ekspresi gen LIF pada sampel darah wanita penderita endometriosis dan sampel darah wanita tanpa endometriosis tidak menunjukkan perbedaan nyata. ......Endometriosis is a gynecological disease characterized by endometrial glandular and stromal cells that grow outside the uterine cavity and can interfere with endometrial receptivity. The gold standard for the endometriosis diagnosis is laparoscopic surgery. This procedure is an invasive procedure that carries the risk of injuring the endometrium. Therefore, a noninvasive diagnosis of endometriosis is needed which can reduce the number of sufferers. One of the non-invasive methods that can be used is biomarker detection. One of the biomarkers that indicates endometrial receptivity is Leukemia Inhibitory Factor (LIF). This study aims to detect LIF gene expression from blood samples in women with endometriosis and normal women undergoing in-vitro fertilization (IVF) as a marker of endometrial receptivity. This study was conducted by analyzing 15 blood samples of women with endometriosis and 15 normal women blood samples using absolute RT-qPCR method with standard curves. The standard curve was made with the LIF gene fragment, getting an efficiency value of 117.74% and an R2 value of 0.880345. Both values do not fit into a good criterion. Meanwhile, the Mann-Whitney U-test showed no significant difference in the expression of the LIF gene from blood samples of women with endometriosis and the LIF gene from blood samples of normal women. Expression of LIF was detected in peripheral blood so that the LIF has a strong potential to be a biomarker of endometrial receptivity in women with endometriosis. However, the expression of the LIF in blood samples of women with endometriosis and blood samples of women without endometriosis did not show significant differences.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athyya Wulan Syafitri
Abstrak :
Gangguan reseptivitas endometrium telah diidentifikasi sebagai penyebab potensial infertilitas yang tidak dapat dijelaskan. Hewan model dapat menggambarkan patofisiologi terkait gangguan ini. Pembentukan hewan model gangguan reseptivitas endometrium sudah pernah dilakukan sebelumnya, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Konfirmasi dan validasi dibutuhkan untuk menilai reliabilitas pembentukan hewan model. Identifikasi siklus estrus penting untuk melacak fase sebagai variabel yang dapat mempengaruhi penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakter tiap fase siklus estrus untuk penentuan waktu awal pemberian perlakuan dan menganalisis pengaruh induksi hidroksiurea-adrenalin dalam pembentukan hewan model terhadap ketebalan endometrium. Tikus betina galur Wistar dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok model (hidroksiurea 450 mg/kgBB, adrenalin 0,3 mg/kgBB), kontrol normal (CMC Na 0,5%), dan kontrol positif (hidroksiurea 450 mg/kgBB, adrenalin 0,3 mg/kgBB, progesteron 0,9 mg/200gBB). Pemberian perlakuan dilakukan setelah fase statik teridentifikasi. Metode apusan vagina digunakan untuk mengidentifikasi siklus estrus. Hasil pengamatan apusan vagina menunjukkan ciri khas dari fase yang diketahui dari siklus estrus dan dapat dengan mudah diidentifikasi. Fase statik dapat diidentifikasi sebagai fase diestrus dari siklus estrus. Pemberian perlakuan dilakukan selama 10 hari, kemudian tikus betina dipasangkan dengan tikus jantan dan dikorbankan pada hari ke-8 kehamilan. Organ uterus diambil dan ketebalan endometrium dihitung dari pengukuran panjang rata-rata antara batas lumen uterus dan batas miometrium pada 4 kuadran. Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada ketiga kelompok (F(2,15) = 1.584, p = 0.238). Sebagai kesimpulan, pembentukan hewan model dimulai setelah fase diestrus teridentifikasi dan pemberian hidroksiurea dan adrenalin tidak menyebabkan penurunan ketebalan endometrium. ......Impaired endometrial receptivity has been identified as potential cause of unexplained infertility. Animal models can provide depiction of the pathophysiology related to this impairment. The establishment of impaired endometrial receptivity animal models has been done previously, but has never been done in Indonesia. Confirmation and validation are required to assess the animal models reliabilities. Identification of the estrus cycle is important to track the phase as a variable that can affect the study. The present study aims to analyze the character of each estrous cycle phase to determine the initial time of treatment and analyze the effect of hydroxyurea-adrenaline induction on the animal models establishment on endometrial thickness. Female Wistar rats is divided into 3 groups, namely the model grpup (hydroxyurea 450mg/kgBW, adrenaline 0.3mg/kgBW), normal control (CMC Na 0.5%), and positive control (hydroxyurea 450mg/kgBW, adrenaline 0, 3 mg/kg, progesterone 0,9 mg/200gBW). Treatment is carried out after the static phase is identified. The vaginal smears method is used to identify the estrus cycle. The results of vaginal smears observations showed the characteristics of a known phase of the estrus cycle and can be easily identified. The static phase can be identified as the diestrus phase of the estrus cycle. The treatment was carried out for 10 days, then female rats were paired with male rats and sacrificed on the 8th day of pregnancy. Uterine organs were removed and endometrial thickness was calculated from the measurement of the average length between the inner and outer layers of the uterus in 4 quadrants. The results of analysis showed that there is no statistically significant difference in the three groups (F(2.15) = 1.584, p = 0.238). In conclusion, the animal models establishment begins after the diestrus phase is identified and administration of hydroxyurea and adrenaline did not cause a decrease on endometrial thickness.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafika Wahyuni
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian mengenai respons orangutan (Pongo abelii) betina bunting dan betina dengan anak terhadap jantan berdasarkan perilaku reproduksinya di Taman Safari Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi respons orangutan betina bunting dan betina yang memiliki anak terhadap jantan, serta mengetahui perilaku harian pada orangutan betina bunting dan betina dengan anak di kawasan konservasi ex-situ Taman Safari Bogor. Penelitian dilakukan pada dua orangutan sumatra (Pongo abelii) betina matang kelamin, yaitu B1 memiliki anak berumur 4 tahun dan B2 sedang bunting 6 bulan. Pengamatan perilaku harian menggunakan focal instantaneous sampling dengan time point 5 menit dan pengamatan perilaku reproduksi menggunakan metode adlibitum. Hasil menunjukkan perbedaan proporsi perilaku harian. Perilaku harian menunjukkan perbedaan proporsi (P=0,000). Perilaku makan merupakan proporsi tertinggi pada kedua betina. B1 memiliki proporsi makan, bergerak dan sosial yang lebih tinggi, sedangkan B2 memiliki proporsi istirahat yang lebih tinggi. Respons kedua betina terhadap jantan terlihat melalui perilaku atraktivitas, proseptivitas dan resptivitas dengan proporsi yang berbeda (P=0,000). Kedua betina menunjukkan proporsi reseptivitas tertinggi pada perilaku reproduksi, tetapi berdasarkan durasi, reseptivitas B1 lebih rendah dibandingkan B2. Respon B1 terhadap jantan memiliki proporsi yang rendah karena adanya intervensi oleh anaknya. Orangutan B2 teramati menunjukkan perilaku sangat proaktif terhadap jantan dan tidak ada gangguan dari keberadaan betina lain di dalam kandang yang sama.
A study of responses of pregnant and female with the child to males in Sumatran orangutan (Pongo abelii) based on reproductive behavior has been conducted in Taman Safari Bogor, West Java. The aim is evaluating responses of pregnant and the female with a child to males, as well as find out their daily activities under the ex-situ area in Taman Safari Bogor. The subjects are female with a child (4-years old) (B1) and pregnant female (6-months) (B2). The daily activities were observed every 5 minutes by focal instantaneous sampling, whereas reproductive behavior by ad libitum for 5.5 hours a day from October to November 2019. The observation got 8.580 minutes of daily activities and 4.290 minutes of reproductive behavior. The result presented different proportions of the daily activities of both females. Feeding is the highest proportion of their daily activities. The pregnant female (B2) had a higher resting proportion, whereas females with child (B1) had higher proportions of feeding; moving; also socializing. Reproductive behavior presented a different proportion too (P=0,000). Female B1 and B2 have the highest receptivity in reproduction activities, yet based on the duration, B1 receptivity lower than B2. Respons B1 to males was interference by the child. Female B2 has the most proceptivity and not disruption by another female in the same cage.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library