Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Fuji Amaranggana
Abstrak :
Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, dalam beberapa dekade terakhir mulai bermunculan tanda baru yang digunakan sebagai merek yang disebut sebagai merek non-tradisional. Dalam pendaftaran merek non-tradisional terdapat ketentuan mengenai representasi grafis. Skripsi ini akan membahas mengenai ketentuan representasi grafis dalam pendaftaran merek di Indonesia dan Amerika Serikat. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan jenis data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka. Penelitian hukum pada skripsi ini dilakukan dengan perbandingan hukum. Pembahasan dalam skripsi ini mencakup pembahasan mengenai ketentuan representasi grafis dalam pendaftaran merek non-tradisional berdasarkan UU No. 20 Tahun 2016, berdasarkan Lanham Act, dan perbandingan ketentuan representasi grafis dari kedua undang-undang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan ketentuan dalam UU No. 20 Tahun 2016 dan Lanham Act. Selain itu, juga diperlukan adanya perubahan ketentuan representasi grafis dari merek non-tradisional dalam UU No. 20 Tahun 2016. ......Along with the development of technology and information, in the last few decades a new sign has been used as a trademarks and known as non-traditional trademarks. In the registration of non-traditional trademarks there are provisions regarding graphical representation of the trademarks. This thesis will discuss the provisions of graphical representation in the registration of non-traditional trademarks in Indonesia and the United States. The research method used is juridical normative with secondary data types obtained from library materials. Legal research in this thesis is carried out with comparative laws. The discussion in this thesis includes discussion regarding the provisions of graphical representation in the registration of non-traditional trademarks based on the Law No. 20 of 2016, based on the Lanham Act, and a comparison of the graphical representation provisions of the two laws. The results showed that there are several similarities and differences in the provisions in the Law No. 20 of 2016 and the Lanham Act. In addition, it is also necessary to change the provisions for graphical representation of non-traditional trademarks in the Law no. 20 of 2016.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cantya Prakasita
Abstrak :
Merek adalah tanda yang dapat digunakan untuk memberikan informasi mengenai asal usul komersial dari barang atau jasa tertentu. Selain itu, merek juga digunakan untuk membedakan barang atau jasa dari suatu usaha dengan barang atau jasa milik usaha lainnya. Berkembangnya teknik-teknik baru dalam bidang pemasaran serta pengembangan teknologi baru, yang mana disebabkan oleh pengaruh globalisasi menyebabkan mulai digunakannya jenis-jenis merek baru yang tidak terbatas pada huruf, simbol, atau desain, yang kemudian disebut sebagai ‘merek non-tradisional’. Salah satu merek non-tradisional tersebut adalah multimedia mark, yaitu suatu jenis merek yang umumnya terdiri dari kombinasi antara gambar dan suara. Skripsi ini menganalisis mengenai permasalahan hukum yang timbul dalam perlindungan multimedia mark dengan pula menganalisis pengaturannya pada beberapa negara, yaitu Uni Eropa, Britania Raya, dan Benelux. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif yang berfokus pada studi kepustakaan hukum. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa multimedia mark mulai dapat didaftarkan sebagai merek di Uni Eropa dan negara- negara anggotanya setelah persyaratan representasi grafis dihapuskan. Dalam perlindungannya, Multimedia mark kemudian memiliki permasalahan pada pendaftarannya, baik pendaftaran di Indonesia maupun pendaftaran secara internasional melalui Madrid System, serta permasalahan mengenai penilaian ciri khas pada multimedia mark. Mengenai pendaftaran merek di Indonesia, walaupun belum diatur secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan, permohonan pendaftaran masih tetap dapat diakomodir. ......Trademarks are signs which are utilized to provide information regarding the commercial origin of certain goods or services. Furthermore, trademarks are used to distinguish between goods or services of one undertaking from other goods or services manufactured by another undertaking. The development of marketing techniques, combined with technological advancements, which are caused by the influence of globalization, have prompted the use of new types of trademarks, those that are not limited to letters, symbols, or designs, which are then called ‘non- traditional trademark’. One of the said non-traditional trademarks is multimedia mark, a trademark commonly consisting of the combination of images and sounds. This thesis analyzes the legal problems that arise regarding the protection of multimedia mark, whilst also analyzes the regulations surrounding multimedia mark in several nations, which are European Union, United Kingdom, and Benelux. The method that was used in this research is the normative juridical method, which focuses on analyzing literatures and regulations. According to the research that has been conducted, it can be concluded that multimedia marks had acquired its registrability after the removal of the requirement for graphical representation. There are, however, a few problems that arise in light of the protection of multimedia mark. The first problem is regarding the registration of a multimedia mark, be it the registration in Indonesia or the registration through an international application using the Madrid System. Then lastly, regarding the assessment of distinctiveness in a multimedia mark. Although multimedia marks have not yet been regulated in Indonesia, applications for registering multimedia marks would nevertheless be accommodated.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Andini Vidyalestari
Abstrak :
Perkembangan perekonomian dunia, khususnya dalam bagian pemasaran suatu produk, menyebabkan adanya perluasan terhadap tanda-tanda yang diakui sebagai merek. Alasan ini juga yang menyebabkan Indonesia melalui perundang-undangan terbarunya, mengakui beberapa merek non-tradisional, termasuk pengakuan tanda suara sebagai merek. Pengakuan suara sebagai merek dalam definisi merek sesuai ketentuan Pasal 1 angka 1 UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, menyebabkan Indonesia juga harus melalui pendaftaran terhadap merek suara sebagai salah satu bentuk perlindungan merek. Walaupun demikian, sistem pendaftaran merek suara di Indonesia saat ini yang mensyaratkan pemohon untuk melampirkan representasi grafis dalam label merek, dinilai dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan mempersulit para pemohon dalam mendaftarkan merek suaranya. Padahal, jika dibandingkan dengan ketentuan yang di Uni Eropa dan Amerika Serikat, ketentuan representasi telah tidak lagi diberlakukan dengan alasan ketidakpastian hukum dan fleksibilitas pendaftaran merek. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan studi perbandingan, penulis melalui tulisan ini menganalisis mengenai ketentuan label merek yang didalamnya memuat persyaratan representasi grafis terhadap proses pendaftaran merek suara di Indonesia. Tulisan ini membandingkan pengaturan representasi grafis dalam pendaftaran merek yang tertuang dalam Pasal 4 UU UU No 20 Tahun 2016 dan Pasal 3 Permenkumham No 67 Tahun 2016 dengan penghapusan pengaturan representasi grafis di Uni Eropa dan ketiadaan kewajiban representasi di Amerika Serikat. Dari perbandingan tersebut, rekomendasi yang dapat ditarik adalah bahwa Indonesia seharusnya menghapus pengaturan representasi grafis dan menggunakan representasi yang lebih praktis seperti hanya dengan rekaman suara. ......Developments in the world economy, especially in the marketing department of a product, have led to an expansion of signs that are recognized trademarks. This reason also causes Indonesia, through its latest legislation, to recognize several non-traditional trademarks, including the recognition of sound marks as trademarks. Recognition of sound marks according to the provisions of Article 1 point 1 of Law No. 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications, causes Indonesia to also go through the registration of sound marks as a form of trademark protection. However, the current system for registering sound marks in Indonesia, which requires applicants to attach a graphical representation on the label merek, is considered to be causing legal uncertainty and making it difficult for applicants to register their voice marks. In fact, when compared to the provisions in the European Union and the United States, the terms of graphical representation are no longer enforced for reasons of legal uncertainty and flexibility in trademark registration. By using normative juridical research methods and comparative studies, the author through this paper analyzes the provisions on label merek which contain graphical representation requirements for the process of registering sound marks in Indonesia. This paper compares the regulation of graphical representation in trademark registration that contained in Article 4 of Law No. 20 of 2016 and Article 3 of Permenkumham No. 67 of 2016 with the elimination of graphic representation arrangements in the European Union and the absence of representation obligations in the United States. From this comparison, the recommendation that can be drawn is that Indonesia should eliminate the arrangement of graphical representations and use more practical representations, such as the use of sound recordings alone.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library