Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widi Lestari Putri
Abstrak :
Seiring dengan perkembangan teknologi kini tubuh bisa dihadirkan dalam wujud digital. Instagram sebagai salah satu media sosial menjadi ruang bagi penggunanya untuk merepresentasikan dirinya. Foto yang menjadi representasi diri di Instagram sudah melalui serangkaian proses yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dalam perjalanan mewujudkan representasi diri di Instagram, perempuan muda penggguna Instagram mengalami kompleksitas dalam dirinya karena terbelenggu dalam konstruksi mitos kecantikan dan femininitas yang sudah terinternalisasi dalam diri individu. Konstruksi tersebut membuat perempuan melakukan praktik pendisiplinan tubuh yang mengalienasi dirinya demi mewujudkan representasi diri yang ideal di Instagram. Peralihan fungsi penggunaan Instagram juga mempengaruhi perwujudan representasi dirinya. Penelitian ini membahas pengalaman perempuan pengguna Instagram dalam mewujudkan representasi dirinya di Instagram. Penelitian ini menggunakan studi kasus sebagai jenis penelitian dengan perspektif feminis. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam dan analisis teks melalui foto di Instagram. Teori narsisme feminin dan teori pendisiplinan gender oleh Sandra Lee Bartky untuk menganalisis hasil temuan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa proses pendisiplinan tubuh yang dilakukan perempuan dalam merepresentasi dirinya sebagai perwujudan narsisme merupakan sebuah proses menuju subjektivitas diri perempuan pengguna Instagram. Subjektivitas yang dimiliki perempuan pengguna Instagram membuat mereka memiliki kontrol terhadap narasi yang ditampilkan oleh representasi diri. Penelitian ini juga menemukan bahwa representasi diri perempuan dapat diwujudkan melalui bentuk lain selain ketubuhan Pembentukan subjektivitas perempuan pengguna Instagram juga menunjukan perlawanan terhadap pendisiplinan tubuh dan memperlihatkan bahwa praktik pendisiplinan tubuh bukan merupakan sebuah penundukan terhadap tubuh yang feminin melainkan pembebasan diri dan pembuktian otentisitas diri. ......The advancement of technology has made it possible for us to present our body digitally. Instagram as a media social platform provided a space for its users to represent themselves, especially through photos. These photos, which represents who people are in the Instagram world, have gone through several processes before showing up at one’s Instagram profile due to several factors. In its journey to represent themselves in Instagram, many young women faced complicated issues stemming from the beauty myth and femininity internalised within their minds. This construct has influenced them to go through gender-related disciplinary practices, alienating themselves along the way just so they can achieve that ideal in Instagram. The change in Instagram’s use has also impacted the embodiment of self representation. This research makes use of the aforementioned case study to delve into the topic from a feminine perspective. The data presented in this research was gathered via in-depth interview and text analysis of the photos in Instagram. The basis on which this research examines the data presented is concentrated on feminine narcissism theory and gender-related disciplinary practices proposed by Sandra Lee Bartky. The result of this research shows that the gender-related disciplinary practices young women went through in order to represent themselves as the result of narcissism is a pathway to self subjectivity in Instagram, especially for young female users. This subjectivity thought adopted by female users of Instagram has created a notion of having control over the narrative rendered by self representation. This research also found that the concept of self representation in women may be actualised in forms other than that of bodily nature. The conception of Instagram female users’s subjectivity is also an epitome of contest against interpreting genderrelated disciplinary practice as merely bodily-related practices, instead it can also be interpreted through the perspective of self liberation and self authenticity.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqa Aisya Su'ada
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menggali reproduksi counter-discourse di antara acne fighter pengikut beauty influencer Ratu Ghania di Instagram. Berbagai studi terdahulu menunjukkan bahwa influencer berperan dalam mereproduksi diskursus standar kecantikan maupun counter-discourse; yang kemudian direproduksi oleh para pengikut mereka. Namun, studi sebelumnya berfokus pada pengikut beauty influencer yang melakukan counter-discourse tidak membahas lebih lanjut mengenai partisipasi para pengikut dalam mereproduksi counter-discourse melalui representasi diri tertentu di media sosial. Dengan menggunakan pemikiran Foucault mengenai counter-discourse dan representasi diri lewat media sosial dari Rettberg, peneliti berargumen bahwa acne fighter mereproduksi counter-discourse terhadap diskursus standar kecantikan secara diskursif dengan menganggap kulit wajah berjerawat itu cantik serta mendefinisikan kecantikan melalui kecantikan dari dalam (inner beauty) sebagai bargaining power dalam perlawanan mereka. Kemudian, counter-discourse diwujudkan secara material melalui tindakan representasi diri di media sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa acne fighter mereproduksi counter-discourse melalui representasi diri yang dilakukan di Instagram secara visual, tekstual, dan kuantitatif. Narasi counter-discourse berupa kecantikan wajah berjerawat serta kecantikan dari dalam yang ditemukan dalam penelitian ini merupakan representasi dari diskursus yang dioperasikan oleh industri kecantikan melalui beauty influencer serta kontes kecantikan. Diskursus yang direproduksi acne fighter merupakan negosiasi terhadap diskursus dominan mengenai kecantikan perempuan. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi non partisipan, serta photo elicitation. ......This research aims to explain counter-discourse reproduction among acne fighters who follow beauty Influencer Ratu Ghania on Instagram. Previous studies have shown that beauty influencers participate in the reproduction of beauty standards discourse as well as the counter-discourse; which is then being reproduced by their followers. However, previous studies focusing on beauty influencer’s followers who reproduced counter-discourse did not discuss further about their participation in self representation in social media. Through Foucault's concept of counter-discourse and Rettberg’s model of self representation in social media, the researcher argues that acne fighters reproduce counter-discourse against the discourse of beauty standards discursively by stating acne-prone skin as beautiful and defining beauty through inner beauty as bargaining power in their resistance. Counter-discourse is also manifested materially through acts of self-representation on social media. This research finds that acne fighters reproduce counter-discourse by engaging in self representation on Instagram through visual, textual, and quantitative forms. The counter-discourse narrative, in the form of the beauty of acne and inner beauty found in this study, represents the discourse that is operated by the beauty industry through beauty influencers and beauty pageants. The discourse that is being reproduced by acne fighters could be seen as negotiation of dominant discourse on women’s beauty. The research data were obtained through in-depth interview, observation, and photo elicitation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Cahyorinartri
Abstrak :
Anak dengan disabilitas intelektual memiliki keterampilan adaptif yang lebih rendah. Sebelum anak dengan disabilitas intelektual memahami harapan lingkungan, anak diharapkan terlebih dahulu mengenal dirinya sendiri. Representasi diri merupakan penjabaran yang bersifat kontekstual atas diri dan konstruksi kognitif dan sosial. Anak disabilitas intelektual dengan tahap perkembangan praoperasional, biasanya memiliki representasi diri yang merujuk pada ciri-ciri dan perilaku yang dapat diobservasi. Anak dengan disabilitas intelektual juga perlu mengembangkan kemampuannya dalam mengenal dan memahami emosi. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan efektifitas program direct instruction dalam meningkatkan perilaku adaptif melalui representasi diri dan pemahaman emosi pada siswa dengan disabilitas intelektual menengah.Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian kasus tunggal. Subjek penelitian ini adalah seorang siswa dengan disabilitas intelektual menengah (IQ: 49, skala Stanford Binet) dengan usia mental 4 tahun 5 bulan. Program direct instruction belum berhasil meningkatkan perilaku adaptif melalui representasi diri dan emosi pada subjek sebagai anak dengan disabilitas intelektual menengah. Hal ini dipengaruhi keterbatasan intelektual dari subjek sehingga terdapat kemungkinan subjek belum menguasai kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan dalam menguasai keterampilan yang diajarkan. Hambatan lain adalah perkembangan bahasa subjek yang terbatas. Kosa kata yang terbatas juga mempengaruhi kemampuan subjek memaparkan hasil pikiran dan perasaannya. ...... Children with intellectual disability have adaptive skill lower than others. Before children with intellectual disability realize about social expectation, children wished to understand themselves first. Self-representation is contextual description about themselves and cognitive and social construction. Children with intellectual disability with preoperational developmental stage, usually have self-representation that refer to observable things. They also have to developing emotional understanding. The study aimed to determine effectiveness of direct instruction program to enhance adaptive skill through self-representation and emotional understanding in student with moderate intellectual disability. The design use in this study is a single case experiment. The subject of this study is a student with intellectual disability (IQ: 49, Stanford Binet Scale) with mental age 4 years 5 months. Based on analysis showed that direct instruction program haven?t succeed enhanced self-representation and emotion understanding in student with moderate intellectual disability. It can be influenced by subject?s intellectual limitedness. Another limitedness is subject?s language development and vocabulary limited also influenced subject?s ability to tell her mind, thought and feeling.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41387
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library