Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusuf Haidar Ali
"Rangkaian 762 gempa terjadi di wilayah Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat, hanya dalam periode 2 november hingga akhir 31 desember 2018. Serangkaian gempa tersebut tidak mempunyai gempa utama dan tidak mempunyai kecenderungan penurunan frekuensi kejadian gempa yang jelas, yang kemudian dikategorikan sebagai gempa swarm. Gempa ini terjadi setelah satu bulan pasca gempa besar di Palu 28 September 2018 dengan magnitudo yang tercatat yaitu M 7,5. Letak episenter rangkaian gempa ini belum diperhitungkan sebelumnya oleh buku peta sumber dan bahaya gempa tahun 2017 yang dibuat oleh Pusat Studi Gempa Nasional (PuSGeN). Untuk itu dalam penelitian tugas akhir ini akan dikaji apakah pemicu rangkaian gempa ini. Data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu katalog waktu tiba gelombang P dan S dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.
Proses pengolahan data pertama ialah merelokasi gempa menggunakan double difference untuk memperoleh peta sebaran gempa yang baik. Kemudian analisa mekanisme sumber gempa dengan magnitudo lebih besar dari 4,6 untuk menentukan fitur patahan. Selanjutnya akan dilakukan tomografi dengan tomoDD untuk mendapatkan gambaran yang jelas struktur dominan lapisan tanahnya. Selain itu, untuk menganalisa apakah gempa besar Palu ikut memicu rangkaian gempa ini dilakukan analisa arah tekanan statis menggunakan coulomb stress.
Hasil yang didapatkan ialah pemicu utama dari rangkaian gempa swarm di daerah Mamasa adalah pergerakan patahan Sadang. Adanya reservoir di daerah tersebut juga membuat karakteristik rangkaian gempa ini mempunyai karakteristik gempa swarm. Sedangkan rangkaian gempa besar Palu tidak mempunyai dampak untuk mentriger rangkaian gempa di daerah Mamasa ini. 

The series of 762 earthquakes occurred in the Mamasa Regency area, West Sulawesi Province, only in the period of November 2 to the end of December 31, 2018. The series of earthquakes did not have a major earthquake and did not have a tendency to decrease the frequency of clear earthquake events, which were then categorized as swarm earthquakes. This earthquake occurred after one month after the massive earthquake in Palu on 28 September 2018 with a recorded magnitude of M 7.5. The location of the epicenter of this series of earthquakes has not been calculated beforehand by the 2017 source and earthquake hazard map created by the National Earthquake Study Center (PuSGeN). For this reason, in this final project research will be examined whether the trigger of this series of earthquakes. The data used in this study is the catalog of P and S wave arrival times from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency.
The first data processing process is to relocate the earthquake using double-difference to obtain a good earthquake distribution map. Then analyzing the earthquake source mechanism with a magnitude greater than 4.6 to determine the fault feature. Then tomography will be carried out with TomoDD to get a clear picture of the dominant structure of the soil layer. In addition, to analyze whether the large earthquake in Palu triggered this series of earthquakes an analysis of the static pressure direction was carried out using coulomb stress.
The results obtained are the main trigger of a series of swarm earthquakes in the Mamasa area, the movement of the Sadang fault. The existence of a reservoir in the area also makes the characteristics of this earthquake series have characteristics of swarm earthquakes. Whereas the series of large Palu earthquakes did not have the effect of triggering an earthquake series in this Mamasa area.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cornelia Magdalena
"Wilayah Sulawesi Utara mengalami deformasi aktif akibat aktivitas lempenglempeng tektonik di bawah permukaan, sehingga menciptakan zona subduksi serta sesar-sesar aktif. Menjadikan Sulawesi Utara memiliki potensi risiko gempa yang signifikan. Sehingga mengetahui keakuratan hiposenter gempa merupakan langkah awal dalam upaya memahami risiko seismik serta mengimplementasikan tindakan pencegahan yang sesuai. Relokasi hiposenter dilakukan dengan memanfaatkan data katalog arrival time gelombang P dan S dari International Seismological Center (ISC) pada tahun 2012-2022, dengan total 8.058 kejadian. Algoritma relokasi yang digunakan adalah Double Difference yang berfokus pada perbandingan jarak antara 2 hiposenter. Model kecepatan yang digunakan adalah model kecepatan 1D lokal di stasiun SMSI. Hasil pengolahan menunjukkan terdapat 4,456 kejadian yang berhasil terelokasi. Melalui analisis distribusi hiposenter diindikasikan bahwa distribusi kejadian menjadi lebih teratur dan terlihat pola klasterisasinya dibandingkan sebelum direlokasi. Gempa lebih memadat di daerah sekitar Patahan Gorontalo. Distribusi gempa yang tadinya ada di sebelah utara dari Trench Sulawesi Utara cenderung memadat ke arah selatan. melalui uji validasi dengan residual waktu tempuh mendekati 0 yang meningkat. Dengan demikian, metode double-difference diasumsikan mampu memberikan pola kegempaan yang lebih jelas dalam analisis gempa.

The region of North Sulawesi undergoes active deformation due to the tectonic plate activities beneath its surface. This plate movement creates subduction zones and active faults, making North Sulawesi significantly at risk for earthquakes. Thus, understanding the accuracy of earthquake hypocenters is a fundamental step in comprehending seismic risk and implementing appropriate preventive measures. Hypocenter relocation was carried out using the arrival time catalogue data of P and S waves from the International Seismological Center (ISC) between 2012-2022, totalling 8,058 events. The relocation algorithm used is the Double Difference method, which focuses on comparing the distances between two hypocenters. The velocity model is a local 1D velocity model at the SMSI station. The processing results indicate that 4,456 events were successfully relocated. Analyzing the hypocenter distribution shows that the events’ distribution became tidier and cluster patterns were more evident than before relocation. Earthquakes became denser around the Gorontalo Fault. The distribution of earthquakes, previously north of the North Sulawesi Trench, tends to shift southward, as validated by travel time residuals approaching 0, which increased. Therefore, the double-difference method is assumed to provide a more precise seismic pattern in earthquake analysis."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library