Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Myrna Zachraina
"Dalam kehidupan sehari-hari penerapan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), masih sering diabaikan karena pencatatan perkawinan hanya dianggap sebagai suatu tindakan administratif belaka, sehingga banyak pasangan yang tidak melakukan pencatatan perkawinan mereka, baik perkawinan biasa maupun perkawinan campuran yang dilakukan di dalam negeri maupun yang dilakukan di luar negeri. Apakah akibat hukum bagi perkawinan campuran yang telah lalai dicatatkan terhadap status istri dan anak? Bagaimanakah konsekuensi atas perkawinan tersebut apabila salah satu pihak akan mengajukan perceraian? Metode penelitian penulisan tesis ini bersifat yuridis normatif, dengan mempelajari, membaca, menelusuri kepustakaan tentang pencatatan perkawinan, keputusan pengadilan dan sumber relevan lainnya untuk mendapatkan landasan teori dan implementasinya. Akibat hukum bagi perkawinan campuran yang telah lalai dicatatkan pada lembaga pencatatan perkawinan terutama pada status istri dan anak yaitu: bahwa perkawinan tersebut dianggap belum sah dimata negara; apabila lahir anak-anak dalam perkawinan tersebut, mereka hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 UU Perkawinan) baik istri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. Konsekuensi atas perkawinan tersebut apabila salah satu pihak akan mengajukan gugat perceraian adalah harus mencatatkan terlebih dahulu perkawinan yang dilakukan di luar negeri tersebut dengan tunduk kepada hukum positif Negara Kesatuan Republik Indonesia di lembaga pencatatan perkawinan diwilayah dimana ia melaksanakan perkawinannya saat itu, atau di wilayah Indonesia dimana ia berdomisili. Perlu dilakukan revisi terhadap Pasal 2 UU Perkawinan, yaitu agar ayat (1) dan (2) dijadikan satu pasal, sehingga tidak ada dua perbuatan hukum yang terpisah; diadakan sosialisasi kepada masyarakat luas di Indonesia tentang adanya Undang-undang lain selain UU Perkawinan yang mengatur pencatatan perkawinan, yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan agar ada keseragaman dalam prosedur pencatatan perkawinan.

In everyday activities, the implementation of Article 2 paragraph (2) of Law
No.1 Year 1974 regarding Marriage (Marriage Law), is quite often being ignored
because the registration of marriage is merely considered as an administrative
process, therefore there are many couples who do not register their marriage, both
normal marriage and mixed marriage which was performed in Indonesia as well as
abroad. What would be the legal aspect of a mixed marriage which is not registered
toward the status of the wife and the children? What consequences on such marriage
if one of the spouses would file a divorce? The writing method of this thesis is
normative jurisdiction by reviewing, reading and observing literatures of marriage
registration, court rulings and other relevant reading materials to obtain the
theoretical background and its implementation. The legal consequence of the mixed
marriage which was not registered in the registration institution especially to the
status of the wife and children is that such marriage is not considered valid by the
state; the children from such marriage are only considered as only having a
relationship with the mother and the mother's family (Articles 42 and 43 Marriage
Law),and the wife and children borne do not have the right to ask for financial
support or being the heirs of the father. The consequences of such marriage should
one of the spouses want to file a divorce is to first register their marriage performed
abroad in the country where the marriage is performed shall be bound to Indonesian
positive law in the registration institution where she/he he/her domiciles. A revision
to Article 2 of the Marriage Law must be carried out in which paragraph (1) and
paragraph (2) should be merged into one article, therefore there will be no two
separate legal actions; a socialization should be held for the general public regarding
other law, apart from the Marriage Law, that stipulates marriage registration, which
is Law No. 23 Year 2006 regarding Population Administration so there will be a
uniformity on the procedure of marriage registration.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24714
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hansto Ruben Gusti Oscar
"Penelitan ini membahas tentang pengaturan perlindungan konsumen pada transaksi apartemen yang dilakukan oleh WNI dalam Perkawinan Campuran. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum doktrinal untuk menganalisis perlindungan konsumen dalam transaksi apartemen pasangan perkawinan campuran. Dengan teknik pengumpulan data berbasis studi kepustakaan dan analisis deskriptif kualitatif, penelitian ini menemukan bahwa norma hukum positif, khususnya hukum agraria, perkawinan, dan perlindungan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hak-hak konsumen WNI dalam perkawinan campuran, penerapan peraturan hukum terkait transaksi apartemen, serta perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam konteks tersebut. bahwa tanpa adanya perjanjian pranikah, harta yang diperoleh selama perkawinan dianggap sebagai harta bersama, sehingga WNI dalam perkawinan campuran dapat kehilangan hak atas properti yang berada di atas tanah berstatus Hak Guna Bangunan (HGB). Hal ini menimbulkan konflik dengan peraturan agraria yang melarang WNA memiliki tanah atau bangunan di atas tanah HGB. Selain itu, pengembang sering kali gagal memberikan informasi yang lengkap dan transparan mengenai status legalitas tanah dan properti, yang menyebabkan kerugian bagi konsumen. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan penguatan regulasi dan pengawasan terhadap pengembang, kewajiban memberikan informasi yang transparan, serta edukasi kepada konsumen mengenai hak dan kewajiban hukum dalam transaksi apartemen. Pengembang juga wajib untuk memperhatikan lebih seksama calon pembeli, guna mencegah sengketa hukum di masa mendatang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perlindungan konsumen dalam transaksi apartemen memerlukan sinergi antara regulasi yang tepat sasaran, pengawasan yang ketat, dan edukasi konsumen yang berkelanjutan untuk menciptakan transaksi yang adil dan transparan di sektor properti.

This study examines the regulation of consumer protection in apartment transactions conducted by Indonesian citizens (WNI) in mixed marriages. Using a doctrinal legal approach, the research analyzes consumer protection in apartment transactions involving mixed-marriage couples. Employing data collection techniques based on literature studies and qualitative descriptive analysis, this study highlights the challenges posed by positive legal norms, particularly agrarian, marital, and consumer protection laws. The research aims to analyze the regulation of WNI consumer rights in mixed marriages, the application of legal provisions related to apartment transactions, and the legal protection afforded to consumers in this context. Without a prenuptial agreement, assets acquired during marriage are considered joint property, potentially causing WNI to lose rights over properties built on land with a Right to Build (Hak Guna Bangunan, HGB) status. This conflicts with agrarian regulations prohibiting foreign nationals (WNA) from owning land or buildings on HGB land. Additionally, developers often fail to provide complete and transparent information about the legal status of land and property, leading to consumer losses. To address these issues, stronger regulations, enhanced oversight of developers, mandatory provision of transparent information, and consumer education on legal rights and obligations are required. Developers must also pay closer attention to prospective buyers to prevent future legal disputes. This study concludes that consumer protection in apartment transactions requires synergy between targeted regulations, strict oversight, and continuous consumer education to create fair and transparent transactions in the property sector."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathimah Az-Zahra
"Dalam suatu perkawinan campuran, penting untuk diadakannya perjanjian kawin untuk memisahkan harta kekayaan pasangan suami istri dalam perkawinan mereka. Perjanjian kawin, menurut Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan harus dibuat pada saat atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Kasus yang digunakan dalam penelitian ini bertitik pada perjanjian kawin yang dibuat setelah perkawinan dilangsungkan tetapi sebelum perkawinan tersebut dicatatkan di kantor catatan sipil. Permasalahan yang dibahas mengenai keabsahan perjanjian kawin tersebut dan dampaknya terhadap harta bersama pasangan suami istri tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis-normatif, dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen yang ditunjang oleh wawancara dengan narasumber, dan data tersebut dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai pengetahuan bagi Notaris dalam pembuatan perjanjian kawin dan pentingnya pencatatan perkawinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian kawin adalah tetap sah sepanjang dibuat sebelum dilakukannya pencatatan perkawinan dan dengan sah serta berlakunya perjanjian kawin tersebut maka tidak terdapat harta bersama di antara suami dan istri.

In a mixed marriage, it is necessary to make a prenuptial agreement to separate the property of a married couple in their marriage. Prenuptial agreement, according to Article 29 paragraph (1) of the Marriage Law must be made at the time or before the marriage takes place. The case that is used in this journal is about prenuptial agreement that was made after the marriage took place but before the marriage was registered in the registry office. The problems here are regarding the validity of the prenuptial agreement and its impact on their shared property. This research uses a juridical- normative research method, with secondary data that is collected through document studies which is supported by interviews with interviewees, and the data is analyzed by using a qualitative approach. The benefits of this research are as knowledge for Notaries in making prenuptial agreements and the importance of marriage registration. This research shows that the prenuptial agreement is valid as long as it is made before the marriage registration and with the validity and enactment of the prenuptial agreement, there is no shared property between the husband and wife."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53591
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library