Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwana Amalia
"Program revitalisasi Kota Tua Jakarta dimulai pada tahun 2014 pada masa pemerintahan Joko Widodo yang kemudian dilanjutkan pada tahun 2017-2022 pada masa pemerintahan Anies Baswedan. Masalah dalam penelitian ini adalah program revitalisasi terpusat di area Taman Fatahilah sehingga mengakibatkan aktivitas sosial terkonsentrasi di area tersebut. Akibatnya area di sekitar Taman Fatahilah ditinggalkan dan dianggap terbatasnya peluang bisnis. Area sekitarnya menjadi tempat relokasi PKL yang sebelumnya berdagang di Taman Fatahilah dan tempat pembuangan sampah kering sehingga mengalami degradasi lingkungan. Tujuan penelitian adalah mengusulkan konsep pengembangan kawasan yang dapat diimplementasikan di Kawasan Kota Tua Jakarta. Metode yang digunakan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis ANT, analisis statistik deskriptif,dan analisis spasial. Hasil penelitian adalah adanya ketimpangan pembangunan di area Taman Fatahillah dan Taman Kota Intan (lokasi binaan) menjadi perhatian dalam penelitian ini. Peningkatan akses pejalan kaki serta kegiatan wisata dan perekonomian terpusat di area Taman Fatahillah. Berdasarkan hasil penelitian ini, yang menjadi perhatian dalam mengembangkan kawasan sejarah adalah peningkatan aksesiblitas dengan menyediakan pedestrian yang terintegrasi dengan penggunaan lahan wisata. Kesimpulan penelitian ini adalah Perencanaan pengembangan kawasan sejarah perlu memperhatikan potensi wisata dan ekonomi yang ada di dalam kawasan tersebut. Selain itu, dalam proses merencanakan suatu kawasan sejarah perlu keterlibatan multi-aktor, termasuk masyarakat.

The revitalization program for Jakarta's Old Town began in 2014 during the administration of Joko Widodo and continued from 2017 to 2022 under the administration of Anies Baswedan. The issue addressed in this study is that the revitalization efforts have been concentrated in the Taman Fatahilah area, leading to a centralization of social activities there. Consequently, the surrounding areas have been neglected, perceived as having limited business opportunities. These areas have become relocation sites for street vendors previously operating in Taman Fatahilah and have been used as dry waste disposal sites, resulting in environmental degradation. The purpose of this study is to propose a development concept that can be implemented in the Old Town Jakarta area. The methods used in this study include Actor-Network Theory (ANT) analysis, descriptive statistical analysis, and spatial analysis. The findings highlight the disparity in development between the Taman Fatahilah area and Taman Kota Intan (a designated development site). There is a concentration of pedestrian access, tourism activities, and economic activities in the Taman Fatahilah area. Based on the results of this study, a key consideration in developing historical areas is improving accessibility by providing integrated pedestrian pathways with land use for tourism purposes. The conclusion of this research is that the planning and development of historical areas need to take into account the existing tourism and economic potential within the area. Additionally, the planning process for historical areas requires the involvement of multiple stakeholders, including the community."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Natanael Martua Parningotan
"Pasar Seni Ancol adalah ruang seni dan budaya Jakarta yang dalam beberapa dekade terakhir mengalami degradasi akibat penurunan jumlah pengunjung dan seniman. Penurunan ini menunjukkan kebutuhan revitalisasi untuk mengembalikan fungsi dan daya tariknya sebagai ruang seni dan budaya perkotaan melalui strategi regenerasi perkotaan. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara semi-terstruktur dengan komunitas seniman, pengelola Pasar Seni Ancol, dan Pemerintah. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa Pasar Seni Ancol menghadapi minimnya visibilitas seniman dan karya seni mereka. Situasi ini diperburuk oleh hubungan sosial yang kurang harmonis antara pengelola dan komunitas seniman. Selain itu, pengelolaan Pasar Seni Ancol kurang adaptif terhadap perubahan preferensi seni di era digital. Diversifikasi dan valuasi karya seni juga tidak selaras dengan karakteristik demografi pengunjung. Penelitian ini merekomendasikan strategi revitalisasi Pasar Seni Ancol sebagai ruang seni dan budaya perkotaan yaitu pembukaan akses tanpa biaya masuk bagi publik untuk meningkatkan visibilitas serta restrukturisasi manajemen pengelola yang lebih profesional dan adaptif. Transformasi manajemen pengelolaan juga diusulkan untuk beradaptasi dengan preferensi seni dan budaya di era digital. Diversifikasi karya seni dan valuasi karya direkomendasikan untuk memenuhi preferensi dan kemampuan finansial demografi pengunjung yang beragam.

Pasar Seni Ancol, a significant art and cultural space in Jakarta, has experienced degradation over the past decades due to a decline in visitor numbers and artist engagement. This decline highlights the urgent need for revitalization to restore its function and appeal as an urban art and cultural hub through urban regeneration strategies. This study employs a qualitative methodology using a case study approach. Data were collected through semi-structured interviews with the artist community, Pasar Seni Ancol management, and government representatives.The findings reveal that Pasar Seni Ancol faces a lack of visibility for its artists and their works, compounded by strained social relations between management and the artist community. Additionally, its management has been inadequately responsive to evolving artistic preferences in the digital era. The absence of diversified and appropriately valued artworks further undermines its attractiveness to its visitor demographics. This study recommends several revitalization strategies for Pasar Seni Ancol, including opening public access free of charge to enhance visibility and restructuring management to be more professional and adaptive. Transforming management practices is also suggested to align with changing artistic and cultural preferences in the digital age. Diversifying art offerings and adjusting valuations are further recommended to cater to the diverse preferences and financial capacities of its visitor base, enabling Pasar Seni Ancol to reclaim its relevance as a dynamic and inclusive urban art and cultural space."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Nur Bening
"Perencanaan tata ruang wilayah sudah seharusnya memperhatikan peruntukan fungsi kawasan cagar budaya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan. Sejalan dengan hal tersebut penggusuran Kampung Akuarium didasari dengan adanya rencana untuk mengintegrasikan lokasi Kampung Akuarium sebagai bagian dari Kawasan Cagar Budaya Kota Tua. Selain itu berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta lokasi Kampung Akuarium merupakan peruntukan ruang pada sub-zona pemerintahan daerah yang diatur melalui Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi wilayah DKI Jakarta. Pada tahun 2020 Kampung Akuarium dibangun kembali melalui metode partisipasi masyarakat bernama Community Action Plan (CAP) dan direncanakan dengan pendirian rumah susun. Pembangunan rumah susun merupakan kegiatan yang diizinkan bersyarat pada sub zona pemerintahan daerah. Pembangunan kembali Kampung Akuarium juga telah didahuli dengan adanya sidang Tim Ahli Cagar Budaya dan ekskavasi arkeologi. Kebijakan pembangunan kembali Kampung Akuarium merupakan bentuk dari regenerasi kampung di perkotaan seperti pada pembangunan Kampung Budaya Gamcheon di Busan, Korea Selatan. Kampung Akuarium dan Kampung Budaya Gamcheon memiliki persamaan karakteristik, yaitu memiliki nilai sejarah bagi negara masing-masing, dikelilingi oleh situs cagar budaya dan menggunakan metode partisipasi masyarakat dalam pembangunannya.

Regional spatial planning should pay attention to the designation of the function of the cultural heritage area because it has important values ​​for history, science, education, religion and culture. In line with this, the eviction of Kampung Akuarium was based on a plan to integrate the location of Kampung Akuarium as part of the Kota Tua Cultural Heritage Area. In addition, based on the DKI Jakarta Spatial Plan, the location of the Kampung Akuarium is a spatial designation in the regional government sub-zone which is regulated through the Detailed Spatial Planning and Zoning Regulations for the DKI Jakarta area. In 2020 the Aquarium Village was rebuilt through a community participation method called the Community Action Plan (CAP) and is planned for the construction of flats. The construction of flats is an activity that is conditionally permitted in the sub-zone of local government. The redevelopment of the Aquarium Village has also been preceded by a meeting of the Cultural Conservation Expert Team and archaeological excavations.The policy of rebuilding the Aquarium Village is a form of urban village regeneration, such as the construction of the Gamcheon Cultural Village in Busan, South Korea. The Aquarium Village and Gamcheon Cultural Village have similar characteristics, namely having historical value for their respective countries, being surrounded by cultural heritage sites and using community participation methods in their development."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library