Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Kemala Dewi
Abstrak :
Latar Belakang: Ameloblastoma merupakan tumor jinak yang berkembang lambat, bertambah besar dan bersifat invasif secara lokal pada rahang. Angka rekurensi setelah tindakan pembedahan definitif dapat mencapat 50-90% dengan tatalaksana bedah konservatif dan 17% dengan tatalaksana bedah radikal. Penelitian dilakukan menggunakan machine learning Random Forest algorithm untuk memprediksi rekurensi ameloblastoma. Tujuan Penelitian: Menganalisis faktor risiko terjadinya rekurensi ameloblastoma pasca tatalaksana bedah. Metode Penelitian: Studi retrospektif Januari 2015 – Juni 2022 pada subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Data diambil dari rekam medis pasien baik tertulis maupun digital. Analisis variabel kategorik dengan Uji Chi-Square dan Random Forest Classification and Regression menggunakan software R dalam menentukan faktor risiko terjadinya rekurensi ameloblastoma. Faktor risiko yang paling berperan dinilai dengan Mean Decrese Gini value (MDG). Hasil: Dari 97 subjek penelitian, 36 subyek (37%) mengalami rekurensi. Hasil uji Chi-square menunjukkan 4 faktor risiko memiliki hubungan secara signifikan secara statistik, antara lain faktor risiko usia, gambaran radiografis ameloblastoma, ukuran dan perluasan ameloblastoma serta modalitas perawatan terhadap ameloblastoma. Analisis multivariat menggunakan Random Forest Algorithm dengan akurasi sebesar 90,72%. Kesimpulan: Modalitas perawatan merupakan faktor risiko dominan rekurensi ameloblastoma pada penelitian ini, diikuti oleh faktor risiko ukuran dan perluasan ameloblastoma yang disimpulkan dari nilai Mean Decrese Gini (MDG). ......Background : Ameloblastoma is one of benign tumor of jaw, slow growing characteristic, able to gain enermous size of tumor and locally invasive. Considering high rate ameloblastoma recurrance 50-90% in conservative and 17% radical surgery, research conducted to predict risk factors of ameloblastoma recurrence using Random Forest algorithm, a machine learning. Objective: To evaluate risk factors for recurrence of ameloblastoma after jaw surgical treatment. Methods: Retrospective study conducted on subjects who met the inclusion criteria in term of January 2015 - June 2022. Data collected from medical record both written and digital. Cathegorical variables taken to be analyzed using Chi-Square, Random Forest to reach the risk factors of ameloblastoma recurrence. The importance of value was defined by means Mean Decrese Gini value (MDG). Result: Subjects were 97 with 36 respondents (37%) experienced recurrence. Significant correlation between the four risk factors and recurrence of ameloblastoma analyzed using Chi-Square The risk factors were age, radiographic characteristic of ameloblastoma, size and invasion of ameloblastoma to cortical bone and soft tissue, and treatment modalities. Random Forest algorithm used to evaluate multivariate analysis with 90.72% accuracy. Conclusion: This research using Mean Decrease Gini (MDG) showed the dominant importance of treatment modality as risk factor in ameloblastoma recurrence, followed by size and its invasiveness to soft tissue surrounding.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaniar Desianti Kuraga
Abstrak :
Skabies merupakan infestasi dari tungau Sarcoptes scabiei varian homini. Pengobatan skabies di Indonesia adalah menggunakan krim permetrin 5% yang dioleskan seluruh tubuh dan didiamkan selama 8 - 12 jam lalu dibersihkan menggunakan sabun. Cara pengolesan krim permetrin 5% tersebut memiliki efek samping berupa rasa nyeri dan sensasi terbakar. Metode Pemakaian krim permetrin 5% hanya pada lesi telah dikembangkan untuk mengurangi efek samping permetrin dengan angka kesembuhan yang sama baiknya dengan pengolesan seluruh tubuh. Terkait manifestasi klinis skabies dapat timbul 4 minggu pasca infestasi tungau pertama di kulit, perlu dilakukan penelitian konfirmasi untuk menilai kekambuhan pasca pengolesan krim permetrin 5% hanya pada lesi dan pengolesan krim permetrin 5% seluruh tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan angka kekambuhan skabies dengan krim permetrin 5% yang dioleskan hanya pada lesi dengan pengolesan krim permetrin 5% yang dioleskan seluruh tubuh serta untuk mengetahui faktor yang memengaruhi kekambuhan skabies. Studi ini adalah studi kohort yang merupakan bagian dari penelitian induk berupa perbandingan efektivitas krim permetrin 5% sebagai terapi skabies dengan pengolesan hanya pada lesi dan pengolesan seluruh tubuh. Studi ini melibatkan santri pada pesantren Al-islami, Bogor serta pesantren Tapak Sunan dan Darul Ishlah, Jakarta yang telah sembuh dari pengobatan skabies menggunakan krim permetrin 5% pada bulan September 2018 sampai Agustus 2019. Terdapat 157 santri yang memenuhi kriteria penelitian, namun hanya 148 subjek penelitian (SP) yang menyelesaikan penelitian. Subjek penelitian di follow up pada minggu keempat untuk menilai kekambuhan serta faktor yang memengaruhi kekambuhan. Angka kekambuhan pada kelompok dengan riwayat pengolesan krim permetrin 5% hanya pada lesi pada 4 minggu pasca sembuh lebih rendah dibandingkan kelompok dengan riwayat pengolesan krim permetrin 5% seluruh tubuh (10,7% vs 12,3%). Tidak terdapat perbedaan kekambuhan skabies pada kedua kelompok (p = 0,751). Faktor yang memengaruhi kekambuhan adalah perilaku tidak menjemur matras tidur secara reguler dengan odd ratio 4,219. Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan angka kekambuhan pada riwayat pengolesan krim permetrin 5% hanya pada lesi dengan riwayat pengolesan krim permetrin 5% seluruh tubuh setelah empat minggu sembuh dari penyakit skabies. ......Scabies is a skin disease due to the infestation of Sarcoptes scabiei var hominis. permethrin is the drug of choice for scabies in Indonesia. It is applied to the whole body and left on the skin for 8-12 hours before being cleansed. This method of application has various side effects, such as pain and burning sensations. Modification to this method by applying 5% permethrin cream only on scabies lesion has been developed to reduce the side effects and reported to have recovery rate equal to the standard method. Scabies can manifest clinically up to 4 weeks after the first mite infestation of the skin. Further investigation is required to assess the recurrence of scabies after the application of the modified 5% permethrin and standard cream. The aim of this study is to compare the recurrence rate of scabies treated with 5% permethrin cream applied only to the lesion vs the standard 5% permethrin cream applied to the whole body while determining the factors that influence the recurrence of scabies. This is a cohort study, part of a main research aiming to compare the efficacy of the only lesion 5% permethrin cream application method vs the whole body 5% permethrin cream application method as scabies therapy. The students of the Al-Islami boarding school in Bogor, Tapak Sunan and Darul Ishlah Islamic boarding school in Jakarta who had previously recovered from scabies after being treated with 5% permethrin cream between September 2018 to August 2019 were recruited into this study. 157 students met the inclusion criteria, but only 148 participants completed the whole study protocol. They were followed 4 weeks after recovery to assess their recurrency and other factors associated with recurrence. At the 4th weeks after recovery, the recurrence rate of the only lesion 5% permethrin cream application method group was lower than the whole body 5% permethrin cream application method group (10.7% vs 12.3%). There were no differences in the recurrence of scabies among the two groups (p = 0.751). One influencing factor of scabies recurrence is the specific behavior of not regularly drying sleep mattresses, with an odds ratio of 4.219. The study concludes that there was no difference in the recurrence rate among subjects who applied 5% permethrin cream using only lesion 5% permethrin cream application method compared to whole body 5% permethrin cream application method at four weeks after recovery.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ira Sukyati
Abstrak :
ABSTRAK
Permasalahan utama penyintas kanker setelah selesai menjalani pengobatan adalah kesulitan beradaptasi terhadap kehidupan sebelumnya hal ini dikarenakan adanya efek fisik, emosional dan psikososial kanker yang tidak mereda ketika pasien mencapai remisi. kebutuhan yang utama yang dilaporkan oleh penyintas kanker ginekologi saat akhir masa pengobatan adalah ketakutan kambuh, yang dapat mengakibatkan buruknya kualitas hidup. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi faktor prediksi ketakutan kambuh penyintas kanker ginekologi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 90 orang yang sedang melakukan rawat jalan dan telah melakukan minimal satu kali pengobatan. Hasil penelitian ini yaitu teridentifikasinya karakteristik responden yang memengaruhi terjadinya ketakutan kambuh berdasarkan domain yaitu pada domain distress psikologis, karakteristik responden yang didapatkan yaitu pengobatan, pada domain kerusakan fungsi terdapat pekerjaan, pengobatan dan pendidikan, pada domain persepsi ditentukan oleh umur dan pada domain keyakinan diri ditentukan oleh umur, pekerjaan, pendidikan, pengobatan dan status pernikahan, domain strategi koping ditentukan oleh stadium dan tingkat pendidikan. Sedangkan karakteristik responden yang memengaruhi terjadinya kualitas hidup pada domain kesehatan umum ditentukan oleh pendidikan, pada domain faktor fungsional ditentukan oleh status pernikahan dan pekerjaan, dan pada domain gejala ditentukan oleh pekerjaan dan jenis pengobatan. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya melakukan asuhan keperawatan secara bio-psiko-sosio-spritual pada penyintas kanker ginekologi yang telah selesai menjalani pengobatan dengan memperhatikan karakteristik responden yang memengaruhi terjadinya ketakutan kambuh berdasarkan masing-masing domain.
ABSTRACT
The main problem of survivors of cancer after completion of treatment is the difficulty of adapting to previous life this is due to the physical, emotional and psychosocial effects of cancer that does not subside when the patient reaches remission. The main need reported by survivors of gynecological cancer at the end of treatment is the relapse of fear, which can result in poor quality of life. The purpose of this study identifies the predictive factor of fear relapse survivors of gynecological cancers. This research use cross sectional research design. The number of respondents in this study were 90 people who were outpatient and had done at least one treatment. The result of this research is the identification of respondent characteristic that influences the happening of fear of relapse based on domain that is on psychological distress domain, the respondent characteristic is obtained that is treatment, on the domains of functional degradation there is occupation, treatment and education, at domain of perception determined by age and at self confidence domain determined By age, occupation, education, treatment and marital status, the domain of coping strategies is determined by the stage and level of education. While the characteristics of respondents that influence the quality of life in the general health domain are determined by education, the functional factor domain is determined by marital status and occupation, and in the symptom domain is determined by occupation and type of treatment. This study recommends the importance of performing nursing care bio psycho socio spiritual in survivors of gynecological cancer who have completed treatment with respect to the characteristics of respondents that affect the occurrence of fear relapse based on each domain
2017
T47565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Sugiharto
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Condyloma acuminata CA merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Human Papiloma Virus yang paling sering di dunia dengan angka rekurensi tinggi, dapat mencapai 70 . CA perianal merupakan CA yang paling sering rekuren yaitu 30,23 . Tingginya rekurensi CA perianal berhubungan dengan beberapa faktor yang hingga kini di RSCM belum pernah di teliti.Metode: Dilakukan studicross sectionalmelibatkan 48 subjek dengan CA perianal yang ditatalaksana di Departemen Bedah RSCM periode 1 Januari 2010-30 Juni 2015.Usia, lokasi CA, tatalaksana, Infeksi HIV dan perilaku seksual merupakan variabel yang diteliti. Data di kumpulkan dari rekam medis dan wawancara, diolah dan dianalisis secara statistik. Variabel tersebut dinyatakan mempunyai hubungan bermakna jika p
ABSTRACT<>br> Introductions Condyloma acuminata CA is the most common sexually transmitted disease caused by HPV with high recurrence rate, until 70 . Several factors that contribute to the recurrence of condyloma acuminata should be avoided. The relationship between age, location, previous treatment, HIV infection and sexual behavior with the incidence of perianalCA recurrence still unknown.Methods A cross sectional study was conducted. Forty eight patients with known history of condyloma acuminata from digestive surgery polyclinic and ward from 1 January 2010 to 30 June 2015 was called and asked about age, location, previous treatment, HIV infection and sexual behaviorthat would be associated with CA recurrence.Data then analyzed with Chi square.Results and Disscussions Only age has a significant correlation with CA recurrence OR 5,83 95 CI 1,66 20,56 P 0,008 , while location, previous treatment, CD4 count, and sexual behavior do not have significant correlation with CA recurrence. CA recurrence was higher in reproductive age compared to non reproductive age. However, previous anal CA and high risk sexual behavior have higher risk of recurrence than previous non anal CA and low risk sexual behavior OR 1,89 and 2,14, respectively .Conclusion There was a significant correlation between age and CA recurrence, but not with previous location, treatment, CD4 count and sexual behavior.Anal CA has 1.89 times risk and high risk sexual behavior has 2.14 times more likely to experience a recurrence.
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hamzah Pratama Megantara
Abstrak :
Latar Belakang: Disebutkan pada beberapa literatur bahwa faktor prognostik menentukan laju kejadian rekurensi pada pasien pasca operasi kanker serviks. Faktor- faktor prognostik tersebut diantaranya adalah invasi ruang pembuluh limfa, tipe sel kanker, ukuran tumor primer, kedalaman invasi stroma, bebas/tidak bebasnya tepi vagina hasil reseksi, keterlibatan parametrium, dan status limfonodi. Sampai saat ini belum ada data yang dapat menggambarkan faktor-faktor prognostik pada kanker serviks serta kaitannya dengan kejadian rekurensi di Indonesia.  Metode: Penelitian ini memiliki desain deskriptif dan analitik yang menampilkan sebaran faktor-faktor prognostik pada pasien kanker serviks pasca operasi beserta tingkat rekurensinya. Peneliti menggunakan data rekam medik sebagai sumber data.  Hasil: Hasil dari studi deskriptif adalah sebagai berikut: invasi ruang pembuluh limfa (81,4%), tipe sel kanker tipe skuamosa (62,2%), ukuran tumor primer <4cm (66%), invasi stroma >10mm (59,2%), invasi limfonodi positif (57,3%), hasil reseksi vagina tidak bebas sel kanker (79.7%), dan pasien rekurens (9%). Adapun hasil studi analitik yang mempertemukan antara faktor-faktor prognostik kanker serviks menghasilkan bahwa ukuran tumor primer berhubungan secara signifikan terhadap kejadian rekurensi (nilai p 0.05).  Kesimpulan: Berdasarkan analisis deskriptif, didapatkan bahwa terdapat dominasi pada beberapa sub-komponen pada faktor prognostik seperti yang telah tertera pada bagian Hasil. Pada studi analitik, didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ukuran tumor primer dengan kejadian rekurensi (nilai p 0.05). ......Background: Multiple prognostic factors affect the recurrence rate in post-operative cervical cancer patients. These factors are lymphovascular space invasion (LVSI), types of cancer cells, primary tumor size, the depth of the stromal invasion, cleanliness of vaginal resection, parametrial involvement, and lymph nodular status. Despite the importance of prognostic factors, there are no data available in the Indonesian population yet. Hence, the writer proposed a study depicting the prognostic factors of cervical cancer.  Method: This research is aimed to acquire a descriptive picture of the prognostic factors in cervical cancer patients, particularly from the Indonesian population data. Moreover, a sub-analytical study of comparative-analytical hypothetical test was added to examine the statistical relation between the prognostic factors and recurrence in post-operative cervical cancer patients. The data is taken from the medical record from Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.  Results: The descriptive result of the prognostic factors shows LVSI (81.4%), Squamous Cell Carcinoma type of cervical cancer (62.2%), primary tumor size <4cm (66%), stromal invasion with depth >10mm (59.2%), positive lymph node invasion (57.3%), non-clear vaginal resection (79.7%), and recurrent patients (9%). The analytical study shows a statistical significance between the size of the primary tumor and the recurrence in post-operative cervical cancer patients (p-value 0.05).  Conclusion: From the descriptive study, there are several dominances seen in the prognostic factors of the cervical cancer patient. Also, the analytical study shows a significant statistical relationship between primary tumor size and recurrence.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Rahman
Abstrak :
Latar Belakang: Soft tissue sarcoma menjadi salah satu penyebab kematian karena angka kelangsungan hidup yang rendah. Tatalaksana utamanya merupakan pembedahan, dengan margin reseksi yang seringkali ditentukan sesuai opini atau pengalaman ahli bedah yang bersangkutan. Belum ada pedoman yang jelas dalam penggunaan surgical margin. Oleh karena itu, disusun telaah sistematis untuk menguraikan perbedaan luaran terhadap margin reseksi sehingga dapat diketahui manakah yang memberikan hasil terbaik untuk dijadikan pedoman tatalaksana di Indonesia. Metode: Penelitian merupakaan telaah sistematis yang menelaah studi tentang pengaruh dari surgical margin terhadap rekurensi lokal dan kesintasan pasien dengan soft tissue sarcoma. Hasil: Hasil yang didapatkan adalah pada analisis univariat, didapatkan pembedahan dengan margin reseksi R0 memberikan angka rekurensi lokal yang lebih rendah dan kesintasan yang lebih tinggi daripada R1 secara independen. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa kemungkinan kelompok pasien dengan margin reseksi R1 mengalami rekurensi lokal dan kematian lebih besar daripada R0. Kesimpulan: Margin reseksi R0 dari klasifikasi R+1 UICC memberikan luaran yang lebih baik dari R1. ......Background: Soft tissue sarcoma is one of the common causes of death due to the relatively low survival rate, especially among adults. Surgery is the main treatment, whereas the surgical margin is often decided based on the opinions or experience of the surgeons. Therefore, we reviewed studies to learn more about the outcome of surgical margin to know of which giving the best and can be adopted as the guideline for management in Indonesia. Methods: This is a systematic review which reviewed studies about the influence of surgical margin towards local reccurence and survival in STS patients. Results: Based on univariate analysis, surgical margin R0 shows lower local reccurence rate and higher survival rate rather than R1. Based on multivariate analysis, patients R1 group is more likely to experience local recurrence and death. Conclusion: Surgical margin R0 based on R+1 classification UICC shows better outcomes than R1
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendra Irawan
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan. Tumor Ganas Jaringan Lunak Soft Tissue Sarcoma merupakan kelompok heterogen tumor ganas mesenkim dengan jumlah kasus yang sangat sedikit dengan gejala klinis sulit dibedakan dengan tumor jinak, menjadikan tumor ini sering ditangani tanpa mengetahui batas tumor yang jelas unplanned excision . Penanganan tumor ganas jaringan lunak secara inadekuat ini mengakibatkan tumor masih tersisa sehingga beresiko terjadi rekurensi dan mortalitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rekurensi dan mortalitas pasien tumor ganas jaringan lunak ekstremitas yang telah dilakukan unplanned excision, serta faktor-faktor yang memengaruhinya.Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan kohort retrospektif yang menggunakan data pasien RS Cipto Mangunkusumo tahun 2005 hingga 2015. Pada penelitian ini, didapati yang memenuhi kriteria sebanyak 87 subjek, yakni pasien unplanned excision tumor ganas jaringan lunak ekstremitas yang dilakukan analisis angka rekurensi dan mortalitas serta faktor-faktor yang berhubungan dengan rekurensi dan mortalitas tersebut.Hasil Penelitian. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat rekurensi dengan operator yang tidak berkompeten non orthopaedi onkologi p0,05 . Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara mortalitas dengan operator pembedahan, lokasi tumor, ukuran awal tumor dan tipe rumah sakit P>0,05 .Kesimpulan. Faktor yang memengaruhi rekurensi pada pasien unplanned excision tumor ganas jaringan lunak yakni operator non orthopaedi onkologi.
ABSTRACT
Introduction. Soft tissue sarcoma is part of mesenchymal malignant tumor heterogeneous group with very little number of cases. Unplanned excision often become the choice of treatment due to difficulties to differentiate it with benign tumor. The inadequate treatment of this soft tissue sarcoma often leave trace of the tumor, leading to recurrence and mortality. We studied the recurrence and mortality of patients with unplanned excision on soft tissue sarcoma of extrimities, including affecting factors.Methods. This is an analytical descriptive study with retrospective cohort design, using patient rsquo s data in Cipto Mangunkusumo hospital during 2005 to 2015. Our study acquired 87 subjects with unplanned excision on soft tissue sarcoma of extrimities. Analysis of recurrence rate, mortality rate, and related factores were examined and analysed.Results. There was significant relationship between recurrence rate with incompetent surgeon non oncology orthopaedics p0,05 . However, this study could not find statistical significance between mortality with non oncology orthopaedic surgeon, location of the tumour, initial size of the tumour, and hospital type P 0,05 .Conclusion. There is relationship between recurrence rate with non oncology orthopaedics operator.
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Paul Steven
Abstrak :
Pendahuluan : Giant Cell Tumor tulang (GCT) merupakan tumor tulang jinak yang dapat secara lokal bersifat agresif dengan tingkat rekurensi mencapai 20%. Antigen Ki-67 dan p53 adalah penanda imunohistokimia pada GCT yang menandakan proliferasi sel dan supresi tumor. Penelitian ini menganalisis hubungan antara penanda Ki-67 dan p53 dengan rekurensi pada kasus GCT. Metode : Penelitian adalah suatu studi Cross-sectional kategorikal. Data yang dikumpulkan adalah data demografis pasien, keterangan terkait diagnosis dan tindakan serta hasil pemeriksaan Ki-67 dan p53. Data pasien Ekspresi Ki-67 dan p53 dievaluasi dengan teknik pewarnaan imunohistokimia menggunakan metode avidin-biotin complex perioxidase dengan menggunakan kit LSAB2. Hasil : Terdapat 26 laki-laki dan 37 perempuan dengan usia rata-rata adalah 34,77 tahun berkisar antara 16 sampai 61 tahun. 13 kasus dengan rekurensi lokal. Tidak terdapat hubungan antara rekurensi dengan karakteristik tumor (jenis kelamin, usia, ukuran tumor, lokasi tumor, stadium tumor dan tindakan operasi). Tidak ada hubungan antara Ki-67 (p=0.524) dan rekurensi lokal serta terdapat hubungan yang signifikan antara p53 dengan rekurensi lokal (p=0.048). Kesimpulan : Ekspresi Ki-67 tidak berhubungan dengan rekurensi, sedangkan ekspresi p53 berhubungan dengan rekurensi giant cell tumor tulang. Tidak terdapat hubungan antara rekurensi lokal dengan karakteristik tumor (jenis kelamin, usia, lokasi tumor, ukuran tumor, stadium tumor dan tindakan operasi).
Introduction : Giant cell tumor of bone (GCTB) is a benign neoplasm that may be locally aggressive with recurrence rate reaching 20%. Ki-67 and p53 are immunochemistry markers that marked cell proliferations and tumor suppression. This research analyze the association between Ki-67 and p53 with recurrence of GCT. Method :This study is a Cross-sectional categorical study. Demography of the patients, diagnosis and treatment related to the GCT, and Ki-67 and p53 results were taken. The expression of Ki-67 and p53 were evaluated using a immunochemistry staining with avidin-biotin complex peroxidase by using KSAB2 kit. Result : There are 26 men and 37 women with an average age is 34.77 years ranged from 16 to 61 years. 13 cases with local recurrence. There is no association between recurrence and tumor characteristics (sex, age, tumor size, tumor location, stage and operation). There is no association between Ki-67 with local recurrence (p=0,524) and a significant association between p53 and local recurrence (p=0,048). Conclusion : Ki-67 was not associated with recurrence, mean while p53 was associated with recurrence of GCT. There is no association between recurrence and tumor characteristics (sex, age, tumor size, tumor location, stage, and operation).
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Soehartati Argadikoesoemo Gondhowiardjo
Abstrak :
Adenoma hipofise adalah tumor yang walaupun mempunyai gambaran histopatologi jinak, akan tetapi seringkali memberikan penampakan klinis yang tidak ringan. Penampakan klinis ini dapat merupakan efek dari adanya masa tumor, gangguan hormonal, atau keduanya. Disamping itu, tumor ini sering kali mengalami kekambuhan setelah terapi. Penanganan jenis tumor ini banyak mengalami kemajuan dengan adanya perbaikan baik teknik berbagai modalitas terapi yang digunakan yaitu pembedahan dan radiasi, maupun ditemukannya berbagai obat. Penanganan multimodalitas seringkali diperlukan dalam penanganan adenoma hipofise untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal. Radiasi merupakan salah satu agen sitotoksik dengan menggunakan sinar pengion yang banyak digunakan dalam pengobatan adenoma hipofise bersama dengan modalitas terapi lainnya. Pemberian radiasi pasca pembedahan terbukti menurunkan angka kekambuhan (22-71% vs 8-23%) secara bermakna. Saat ini telah terjadi perkembangan yang pesat dalam teknik pemberian radiasi pada adenoma hipofise. Perkembangan tersebut didasari baik oleh perbaikan pengetahuan dalam bidang teknologi komputer dan peralatan radiasi, maupun oleh berkembangnya pengetahuan dalam bidang biologi seluler maupun molekuler baik jaringan sehat maupun tumor. Tujuan untuk mengembangkan teknik dan metode radiasi adalah supaya mendapatkan dosis radiasi yang tinggi dan homogen di daerah target radiasi dengan dosis serendah mungkin pada jaringan sehat di sekitarnya. Dengan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi, khususnya sehubungan dengan ilmu komputer, maka terjadi perkembangan dalam metode maupun teknik radiasi. Makalah ini membahas berbagai aspek penggunaan radiasi yang mutakhir dalam penanganan adenoma hipofise.
The Role of Irradiation in Hypophyseal Adenoma. Pituitary adenomas are histopathologically benign, however the clinical presentations are often quite severe. These clinical signs are due to the tumor mass effect, hormonal disturbances or both. Besides that, these tumors often recurred after treatment. The treatment of pituitary tumors have developed greatly with the improvement of techniques of several modalities such as surgery, radiation and medication. Multimodality treatment is often used for optimal results in treating these tumors. Radiotherapy is a cytotoxic agent using ion radiation for the treatment of pituitary tumors in combination with other methods. Post-surgical radiotherapy has shown to decrease the recurrence rate significantly (22-71% vs 8-23%). At present there has been rapid improvements in radiation techniques for pituitary tumors. These developments are not only based upon the increase of know-how in computer technology and radiation instruments, but are also based upon the development of cellular and molecular biology in connection with normal and tumor tissues. The objective in developing radiation methods and techniques is to create a high radiation dose, homogeneous in the target area with low radiation dose in normal tissue. The development in science and technology, in particular concerning computer science, have created the development of radiation techniques and methods. This paper elaborates on several aspects of radiation in the treatment of pituitary tumors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>