Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratih Ariyani
Abstrak :
Paparan zat toksik di Iingkungan dapat berkontribusi pada terbentuknya radikal bebas dalam tubuh. Paparan zat toksik ini dapat berasal dari uap bensin, asap rokok, sinar UV dan radiasi. Dalam Iingkungan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum, banyak terdapat paparan uap bensin yang banyak mengandung zat-zat karsinogenik yang dapat menghasilkan spesies oksigen reaktif setelah mengalami metabolisme dalam tubuh. Spesies oksigen reaktif ini dapat menyebabkan kerusakan DNA, yang mengacu pada terealisasinya risiko kanker. Salah satu biomarker kerusakan DNA yang umum dipelajari adalan 8-nidroksi-7,8-clinidro-2’-deoksiguanosin (8-OHc|G). 8-OHCIG ini dapat terekskresikan melalui urin dan dapat digunakan sebagai biomarker kerusakan DNA. Pada penelitian ini dilakukan studi deteksi 8-nidroksi-7,8-diniclro-21 deoksiguanosin sebagai biomarker oksidatif stress akibat spesies oksigen reaktif. Dalam Studi ini dilakukan pencarian kondisi optimum pengukuran 8- nidroksi-7,8-clinidro-2’-deoksiguanosin, serta validasi dan verifikasi metode dengan modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi peralatan yang digunakan Kondisi optimum yang diperoleh adalah dengan komposisi eluen metanol: buffer fosfat pH 6,7 = 10:90. Sampel urin diambil dari petugas SPBU dan kontrol yang tidak bekerja di SPBU dan tidak terpapar banan- banan toksik dari Iingkungan kerja Sampel urin ditentukan kadar kreatininnya dengan UV-Vis (λ=486 nm) dan diukur konsentrasi 8-OHCIG dengan instrumentasi HPLC-detektor UV (λ=254 nm). Hasil pengukuran 8-hidroksi- 7,8-clihidro-2’-deoksiguanosin dibagi dengan hasil pengukuran kreatinin untuk mengetahui kadar 8-OH-CIG dalam kreatinin Limit deteksi (LOD) pengukuran 8-OHCIG dengan instrumentasi HPLC adalah 5.74 pg/L. Bates kuantitasinya (LOQ) adalah 19.12 pg/L. Konsentrasi 8-OHCIG yang terukur pada sampel SPBU adalah 701,78-21.571,17 sedangkan pada sampel urin kontrol adalah 62,73-7_322,57 pg/g kreatinin Jadi dapat disimpulkan bahvva kadar 8-OHCIG pada sampel petugas SPBU Iebih tinggi daripada kontrol
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30466
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Prasetya Karman
Abstrak :
Pendahuluan: Stres oksidatif adalah kondisi yang terjadi saat ada gangguan keseimbangan antara sintesis dan detoksifikasi reactive oxygen species (ROS) di dalam sel dan jaringan tubuh. Kedua jenis ROS, yaitu eksogen dan endogen menyebabkan modifikasi oksidatif pada makromolekul seluler utama. Salah satu biomarker yang dapat digunakan adalah malondialdehid (MDA), hasil dari peroksidasi lipid. Puasa adalah salah satu bentuk restriksi kalori, dan hasil dari penelitian mengenai puasa menunjukkan dampak positif pada subjek penelitian. Namun, penelitian ini belum banyak dilakukan pada hewan dengan level yang lebih tinggi, seperti kelinci. Khususnya, ROS memiliki dampak negatif pada regulasi kalsium di jantung yang dapat menyebabkan aritmia dan cardiac remodeling. Penelitian ini akan menelusuri dampak dari puasa intermiten dan puasa berkepanjangan terhadap kadar MDA sebagai biomarker stres oksidatif pada jantung kelinci New Zealand white. Metode: Sampel jantung kelinci New Zealand white dengan berat masing-masing 100 mg dihomogenisasi dengan 1 ml phosphate-buffered saline (PBS). Analisis MDA diukur dengan metode Will’s dengan menambahkan TBA 0.67% pada setiap sampel dan diinkubasi dalam water bath 100° C selama 10 menit. Reaksi antara MDA dan TBA menghasilkan warna merah muda. Absorbansi dibaca pada 530 nm dengan spektrofotometer yang mencerminkan konsentrasi MDA. Nilai konsentrasi MDA dapat ditetapkan dengan menggunakan kurva linear. Analisis data dilakukan dengan software IBM SPSS Statistics. Hasil: Rata-rata konsentrasi MDA pada grup kontrol (JK), puasa intermiten (JIF), dan puasa berkepanjangan (JPF) berturut-turut adalah 0.215 nmol/ml, 0.094 nmol/ml, dan 0.090 nmol/ml. Terdapat perbedaan yang signifikan antara JK dengan JIF dan JK dengan JPF (p = 0.006 dan p = 0.005). Namun, tidak terdapat perbedaan signifikan antara JIF dengan JPF (p = 0.936). Kesimpulan: Penelitian ini menemukan bahwa kadar MDA pada grup puasa intermiten dan berkepanjangan lebih rendah bermakna daripada grup kontrol. Sebagai bentuk restriksi kalori, bisa disimpulkan bahwa puasa memiliki efek dalam menurunkan level stres oksidatif dengan menggunakan MDA sebagai biomarker. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara puasa intermiten dan puasa berkepanjangan. Ini bisa menandakan bahwa hasil yang serupa dapat didapat dengan periode puasa yang lebih singkat. ......Introduction: Oxidative stress is defined as the condition in which there is disrupted balance between the synthesis and detoxification of reactive oxygen species (ROS) in bodily cells and tissues. Both exogenous and endogenous ROS are responsible for oxidative modification of the major cellular macromolecules. One of the biomarkers that can be used is malondialdehyde (MDA), which is a result of lipid peroxidation. Fasting is a form of calorie restriction, with results showing many of the subjects benefitting from said fasting. However, the studies have not been conducted on higher-level animals (i.e. rabbits). In particular, ROS have negative effect on calcium regulation in the heart which can lead to arrhythmia and cardiac remodeling. This research will therefore explore the impact of intermittent and prolonged fasting towards MDA as the biomarker for oxidative stress in the heart of New Zealand White rabbit. Methods: Samples of New Zealand white rabbit heart tissues weighing 100 mg each were homogenized in 1 ml of phosphate-buffered saline (PBS). MDA analysis was performed using Will’s method by adding TBA 0.67% into each sample and incubating in 100° C water bath for 10 minutes. The reaction between the MDA and TBA produced the color pink. The absorbance was read at 530 nm using spectrophotometer, which reflects the concentration of the MDA by plotting the absorbance into a linear curve. Finally, data analysis was performed using IBM SPSS Statistics software. Results: The averages for the MDA concentration in control (JK), intermittent fasting (JIF), and prolonged fasting (JPF) groups respectively were 0.215 nmol/ml, 0.094 nmol/ml, and 0.090 nmol/ml. There were significant differences between JK with JIF as well as JK with JPF (p = 0.006 and p = 0.005, respectively). However, there was not a significant difference between JIF and JPF (p = 0.936). Conclusion: Our study found that there were significantly lower levels of MDA in intermittent fasting and prolonged fasting groups compared to the control group. As a form of calorie restriction, it can be concluded that fasting has an effect in reducing oxidative stress, on the basis of using MDA as its biomarker. There was no significant difference between the intermittent fasting and prolonged fasting groups, which implies that similar results can be achieved with shorter fasting periods.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Proboningrum
Abstrak :
Metil paraben merupakan salah satu bahan kimia yang banyak digunakan sebagai pengawet karena aktivitas antimikrobanya yang tinggi dan efektif dalam melindungi produk terhadap ragi dan jamur. Namun paparan metil paraben yang terus menerus dapat menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan dengan memproduksi spesi oksigen reaktif yang dapat memicu kerusakan oksidatif pada Asam Deoksiribonukleat (AND). Indikator biologis terjadinya kerusakan oksidatif DNA yang diamati pada penelitian ini adalah senyawa 8-Hidroksi-2'-Deoksiguanosin (8-OHdG). Melalui studi in vitro, diuji pengaruh penambahan metil paraben, waktu inkubasi 5 dan 7 jam, dengan dan tanpa radiasi sinar UVA pada kondisi pH 7,4 dan temperatur 37°C. Diperoleh hasil konsentrasi 8-OHdG tertinggi pada sampel 2-deoksiguanosin dengan penambahan metil paraben, waktu inkubasi yang lebih lama (7 jam), serta dengan paparan radiasi UVA. Sedangkan melalui studi in vivo, penambahan metil paraben pada pakan tikus menyebabkan terbentuknya senyawa 8-OHdG yang terdeteksi pada urin.
Methylparaben is considered as one of the most infamous material used as a preservative for its high and effective antimicrobe activity against yeast and fungi. Yet despite its advantages, being exposed to methyl paraben continuously can cause damaging effects towards health; which is caused by its contribution towards the production of Reactive Oxygen Species that may lead to Deoxyribonucleic Acid (DNA) damage through oxidative stress. The DNA Adduct 8-Hidroxy-2'-Deoxyguanosine (8-OHdG) is commonly used as a biological indicator for DNA oxidative damage in the body. Through in vitro studies, the amount of 8-OHdG production by methylparaben and Ultraviolet-A rays (UVA) exposure is analysed. In vitro analysis was conducted in physiological pH (7,4), with incubation time varied of 5 and 7 hours, temperature set to 37°C, with and without the exposure of UVA rays. The result was 8-OHdG formation peaked when 2'-deoxyguanosin was exposed to methylparaben and UVA rays for the longest period (7 hour). Meanwhile, through in vivo studies, known that rats exposed to methyl paraben will show an increase of 8-OHdG concentration.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Munika
Abstrak :
Tert-butylhydroquinone TBHQ dan Sinar UV-A dilaporkan menjadi faktor penyebab dari terganggunya replikasi dan transkripsi DNA normal karenanya senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada biomolekul seperti DNA. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terbentuknya DNA Adduct 8-OHdG akibat kerusakan oksidatif DNA yang disebabkan oleh paparan senyawa TBHQ secara in vitro dilakukan dengan mereaksikan 2'-deoksiguanosin dengan TBHQ,H2O2, sinar UV-A pada pH 7 4, pada suhu 37 °C serta waktu inkubasi 5 dan 7 jam serta studi in vivo dilakukan dengan menggunakan sampel urin tikus putih (Rattus Norvegicus) yang dipaparkan senyawa TBHQ selama 28 hari. Pembentukan 8-OHdG dianalisis menggunakan instrumen HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dengan kromatografi fase terbalik. Hasil studi in vitro pada dG+H2O2+TBHQ dengan waktu paparan sinar UV-A 7 jam menghasilkan konsentrasi 8-OHdG terbanyak. Hasil studi in vivo juga menunjukan paparan senyawa TBHQ pada tikus menyebabkan pembentukan DNA adduct 8-OHdG.
TBHQ and UV-A rays are known as the factor of normal DNA disruption of replication and transcription which can cause the damage to biomolecules including DNA . This study aims to analyze the formation of DNA adduct 8-OHdG due to oxidative DNA damage caused by TBHQ and UV-A rays through in vitro reaction, carried out by incubating at 2'-deoxiguanosin with TBHQ, H2O2, in the presence/without presence UV-A rays at pH 7.4 and at temperature 37 °C for 5 and 7 hours. in vivo studies were carried out using urine samples of white rat (Rattus Norvegicus) exposed by TBHQ. The formation of 8-OHdG was analyzed using HPLC instrument (High Performance Liquid Chromatography) with reverse phase chromatography. The formation of DNA adduct generated from the studies is biomarker of DNA damage due to oxidative stress. The results of in vitro studies on dG + H2O2 + TBHQ with UV-A light with a 7-hour exposure time showed the highest concentration of 8-OHdG. The results of studies in vivo also show exposure to TBHQ in rats causing the formation of 8-OHdG DNA adduct.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library