Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arif Susandi
Abstrak :
Pembentukan peraturan daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak dapat dilepaskan dari konteks negara kesatuan republik Indonesia, sehingga peran pemerintah pusat dalam mengontrol dan mengendalikan kebijakan daerah sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang tertuang dalam peraturan daerah. Tesis ini membahas mengenai urgensi dan kewenangan sinkronisasi rancangan peraturan daerah oleh pemerintah pusat sekaligus merumuskan mekanisme sinkronisasi yang lebih efektif dan sesuai dengan konteks negara kesatuan yang menerapkan otonomi daerah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat urgensi yang tinggi dalam pelaksanaan sinkronisasi rancangan peraturan daerah sehingga perlu adanya penyesuaian atau perubahan atas peraturan perundang-undangan yang ada sebagai payung hukum dilakukannya sinkronisasi tersebut. Di samping itu, dari sisi instansi yang tepat dalam melakukan sinkronisasi, menurut penulis adalah instansi Kementerian Hukum dan HAM karena beberapa alasan yaitu, tugas fungsi Kementerian Hukum dan HAM adalah di bidang hukum peraturan perundang-undangan dan pembinaan hukum secara nasional, memiliki sumber daya manusia yang mencukupi baik dari sisi kuantitas dan kualitas, memiliki lembaga/instansi vertikal di semua daerah di Indonesia, pimpinan instansi vertikal di daerah diangkat dari hasil open bidding bukan dari proses politik sehingga lebih profesional.
The formation of local regulations by the local government can not be separated from the context of the united republic of Indonesia, so the role of the central government in controlling the regional policy is very necessary in the implementation of local government as stated in local regulations. This thesis discusses the urgency and authority to synchronize regional regulation drafts by the central government and formulating a more effective synchronization mechanism and in accordance with the context of a unitary state that implements regional autonomy. The research method used in this research is normative research method. The results of this study indicate that there is a high urgency in the implementation of the synchronization of the draft local regulations so that there needs to be adjustments or changes to existing legislation as a legal norm of the synchronization. In addition, in terms of the appropriate agencies in synchronizing, according to the author is the Ministry of Justice and Human Rights for several reasons namely the duties of the functions of the Ministry of Justice and Human Rights is in the field of law legislation and national law development, has a source sufficient human power in terms of quantity and quality, have vertical institutions in all regions in Indonesia, the head of vertical institutions appointed from the open bidding results not from the political process so more professional.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan Perundang-undangan tidak mengatur mengenai kebutuhan dibuatnya naskah akademik....
INKABAP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Monawati Sukma
Abstrak :
ABSTRAK
Dibentuknya DPD merupakan salah satu solusi untuk mengatasi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, yang fungsi dan kewenangannya telah diatur di dalam UUD NRI 1945. Namun pasca diberlakukannya Undang-Undang yang mengatur mengenai MPR, DPR, DPD, dan DPRD tahun 2018, Pada Pasal 249 ayat (1) huruf J DPD diberikan kewenangan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi atas Raperda dan Perda. Hal ini kemudian menjadi problematika ketika DPD sebagai lembaga legislatif, harus melakukan pengawasan terhadap produk hukum daerah, yang berlaku dalam lingkungan daerah. Penelitian ini dilakukan guna menemukan jawaban atas permasalahan mengenai kewenangan DPD dalam melakukan pemantauan dan evaluasi atas Raperda dan Perda tepat atau tidak, serta bagaimana lingkup kewenangan dalam pemantauan dan evaluasi atas Raperda dan Perda yang dilakukan oleh DPD. Ditinjau dari kedudukan dan kemampuannya, tidak tepat bila DPD diberikan kewenangan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi atas Raperda dan Perda. Meskipun demikian, DPD telah merumuskan ketentuan yang mengatur mengenai lingkup dan mekanisme pelaksanaan kewenangan tersebut. Lingkup dalam melakukan pemantauan dan evaluasi yang dilakukan DPD adalah berbentuk rekomendasi. Rekomendasi ini selanjutnya akan disampaikan kepada DPR dan Presiden, bukan kepada daerah yang bersangkutan. Seharusnya dalam merumuskan suatu kebijakan, lembaga legislatif harus benarbenar memahami isi dan makna dari suatu produk hukum yang akan dibentuk, agar tidak menjadi masalah ketika produk hukum tersebut diterapkan. Selain itu, kewenangan DPD dalam melakukan pemantauan dan evaluasi atas Raperda dan Perda yang diatur dalam Pasal 249 ayat (1) huruf J ini dilakukan judicial review karena kewenangan ini tidak tepat diberikan kepada DPD.
ABSTRACT
The establishment of DPD is solution to solve problems of central and regional governments, whose functions and authorities have been regulated in the Constitution of Indonesia Republic of 1945. However, after the enactment of the Law regulating the MPR, DPR, DPD and DPRD in 2018, Article 249 section (1) letter J DPD is given the authority to carry out monitoring and evaluation of the Raperda and Perda. This then becomes a problem when the DPD, as a legislative x institution, must supervise regional legal products, which apply in the regional environment. This research was conducted to find answers to problems regarding the DPD's authority to monitor and evaluate the draft regional regulation and regional regulation whether it is appropriate or not, as well as how the scope of authority in monitoring and evaluating the draft regional regulations and regional regulation conducted by the DPD. Judging from its position and capacity, it would not be right for the DPD to be given the authority to monitor and evaluate the Raperda and Perda. Nonetheless, the DPD has formulated provisions regulating the scope and mechanisms for exercising this authority. The scope of monitoring and evaluation carried out by the DPD is in the form of recommendations. These recommendations will then be submitted to the DPR and the President, not to the regions concerned. In formulating a policy, the legislative institution should really understand the content and meaning of a legal product to be formed, so that it does not become a problem when the legal product is applied. In addition, the DPD's authority to monitor and evaluate the draft regional regulations and regional regulation as stipulated in Article 249 section (1) letter J is subject to a judicial review because this authority is not properly assigned to the DPD.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dafa Gusti El Kareem
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang tinjauan kembali harmonisasi rancangan peraturan daerah di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Riau berdasarkan ketentuan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 22 Tahun 2018 Tentang Pengharmonisasian Rancangan Peraturan Perundang-Undangan yang Dibentuk di Daerah Oleh Perancang Peraturan Perundang-Undangan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, studi pustaka, dan diiringi dengan wawancara oleh narasumber terkait. Hasil dari penelitian ini berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah terdapat beberapa perbedaan pelaksanaan harmonisasi rancangan peraturan dari ke tiga Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM seperti perbedaan peraturan teknis, belum ditegakkan syarat administratif berupa Naskah akademis atau keterangan/penjelasan, dan terdapat perbedaan sistem pelaksanaan di mana terdapat kantor wilayah yang sudah menjalankan harmonisasi melalui sistem berbasis elektronik dan di sisi lain terdapat pelaksanaan harmonisasi masih melalui surat elektronik. Dari ketiga Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM terdapat hambatan pelaksanaan harmonisasi rancangan peraturan daerah seperti terbatasnya anggaran, terbatasnya sumber daya manusia, terbatasnya database peraturan perundang-undangan, dan pengajuan harmonisasi sangat dekat dengan jadwal pembahasan. Dengan demikian, tinjauan kembali yang ditawarkan oleh penulis adalah perubahan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, penegakkan syarat administratif, dan integrasi sistem aplikasi berbasis elektronik. ......This research discusses reviewing the harmonization of draft regional regulations in the Regional Offices of the Ministry of Law and Human Rights in DKI Jakarta, South Sulawesi and Riau Provinces based on the provisions of Article 58 of Law Number 13 of 2022 concerning the Second Amendment to Law Number 12 of 2011 concerning the Formation of The Laws and Regulations followed up by the Regulation of the Minister of Law and Human Rights No. 22 of 2018 concerning Harmonization of Draft Legislation Formed in the Regions by Drafters of Legislation. This research is normative legal research with an approach to statutory regulations, literature study, and is accompanied by interviews with relevant informants. The results of this study based on interviews conducted by the author are that there are several differences in the implementation of the harmonization of draft regulations from the three Regional Offices of the Ministry of Law and Human Rights such as differences in technical regulations, administrative requirements in the form of academic papers or statements/explanations have not been enforced, and there are differences in the implementation system in where there are regional offices that have carried out harmonization through electronic-based systems and on the other hand there are still harmonization implementations via electronic mail. From the three Regional Offices of the Ministry of Law and Human Rights there are obstacles to the harmonization of draft regional regulations such as limited budgets, limited human resources, limited database of laws and regulations, and submissions for harmonization are very close to the discussion schedule. Thus, the review offered by the author is an amendment to Presidential Regulation Number 87 of 2014 concerning Implementing Regulations of Law Number 12 of 2011 concerning the Formation of Legislation, enforcement of administrative requirements, and integration of electronic-based application system.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library