Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ivan Noersyid
Abstrak :
Latar Belakang: Fibrilasi Atrium (FA) merupakan salah satu kelainan terbanyak di bidang irama jantung. Pasien FA memiliki resiko stroke dan gagal jantung lebih tinggi dari pasien tanpa FA. Prevalensi FA berkisar 1-2% di dunia dan di Rumah sakit Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita berkisar 9,8%. Salah satu strategi pengobatan dengan mengonversi irama kembali menjadi sinus baik dengan medikamentosa atau elektrikal. Strategi pengobatan elektrikal dengan kateter radiofrekuensi ablasi merupakan opsi dengan keberhasilan cukup tinggi. Angka Rekurensi FA jangka panjang masih cukup tinggi berkisar 40-60%. Beberapa faktor telah diketahui dapat mempengaruhi terjadinya rekurensi fibrilasi atrium jangka panjang. Faktor-faktor tersebut diharapkan dapat digunakan untuk dibuat suatu sistem skor prediksi rekurensi Fibrilasi atrium jangka panjang. Tujuan: Membuat sistem skor dapat memprediksi rekurensi FA jangka panjang. Mendapatkan angka kejadian rekurensi FA jangka panjang. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Penyakit Jantung dan Pembuluh darah Harapan Kita. Penelitian ini memantau titik awal yaitu dilakukan kateter ablasi radiofrekuensi sampai dengan pemantauan 12 bulan atau terjadi kejadian rekurensi FA dalam periode pemantauan. Di lakukan uji bivariate semua variabel independen dan perancu, dilanjutkan multivariat, analisis kurva Kaplan-Meier pada variabel yang lolos dalam uji multivariate, dan dilanjutkaan pembuatan sistem skoring. Hasil: Penelitian ini mendapatkan angka rekurensi FA jangka panjang 48,5%.Tiga variabel yang lolos dalam uji multivariat yaitu rekurensi awal FA (HR 3,32; IK: 1,82-6,04), jenis FA (HR 2,17; IK 1,02-3,87), DAKi (HR 1,83; IK 1,21-3,26). Analisa Kaplan-Meier didapatkan penurunan angka bebas rekurensi FA pada rekurensi awal FA, jenis FA persisten, DAKi ≥40,5 mm (43%, 32%,30%). Nilai kemungkinan rekurensi FA masing-masing skor yaitu 0: 17%, 1: 38%, 2: 58%, 3: 76%, 4: 90%. Nilai Area under curve (AUC) dari total skor adalah 0,79 dengan nilai kalibrasi yaitu 0,138. Kesimpulan: Sistem skoring KHALID (reKurensi jangka panjang Hasil ablasi Atrial fibriLasi InDonesia)dapat dipakai untuk memprediksi rekurensi FA jangka panjang pada pasien yang menjalani fibrilasi atrium nonvalvular yang menjalani kateter radiofrekuensi ablasi. Angka rekurensi FA jangka panjang yaitu 48,5%.
Background: Atrial Fibrillation (AF) is one of the most abnormalities in the field of arrhythmia. AF patients had a higher risk of stroke and heart failure than patients without AF. Prevalence of AF ranges from 1-2% in the world and in the Cardiovascular Harapan Kita Hospital range from 9.8%. One of the treatment strategies is converting the rhytm back into a sinus either with medical or electriacal. The strategy of electrical treatment with catheter ablation radiofrequency is a option with considerable success. Long-term recurrence of AF are still quite high ranging from 40-60%. Several factors have been known to affect long term recurrence of AF. These factors are expected to be used to establish a system of score to predict of long term AF recurrence. Objective: To create a scoring system can predict long-term AF recurrence. To get data of prevalence longterm AF recurrence. Method: This is a retrospective cohort study conducted in Cardiovascular Harapan Kita Hospital. This study monitors the starting point of Radiofrekuency ablation catheter up to 12 months monitoring or recurrence of AF event within the monitoring period. In doing bivariate test all independent and confounding variables, followrd by multivariate, Kaplan-Meier curve analysis on the variables that passed in multivariate test, followed by making scoring system. Results: This Study obtained a prevalence of long-term recurrence AF of 48.5%. Three variables that passed in multivariate test were early recurrence (HR 3.32;CI 1,82-6,04), FA type (HR 2.17;CI 1.02-3.87), Left atrium diameter (HR 1.83; CI 1.21-3.26). Kaplan-Meier curve analysis obtained a decrease in free of AF recurrence numbers in early recurrence, persisten AF type, left Atrium diameter ≥ 40.5 mm (43%, 32%, 30%). The probabilities to get AF recurrence based on score is 0: 17%, 1: 38%, 2: 58%, 3: 76%, 4: 90%. The value of Area under Curve (AUC) of total score is 0.79 with a calibration valure of 0.138. Conclusion: The KHALID scoring system can be used to predict long term of AF recurrence in patient with nonvalvular AF undergoing radiofrequency ablation catheter. The Prevalence of long-term of AF recurrence is 48.5%.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntur Surya
Abstrak :
ABSTRAK
Hidung tersumbat merupakan salah satu keluhan terbanyak pada pasien yang datang berobat ke ahli THT. Hipertrofi konka inferior merupakan salah satu penyebab sumbatan hidung dan telah banyak dipelajari dari berbagai penelitian dan terbukti berperan dalam regulasi aliran udara hidung. Namun dari beberapa penelitian terakhir ditemukan suatu struktur yang disebut nasal septal swell body NSB yang mungkin berperan dalam regulasi tahanan aliran udara hidung karena lokasinya yang berdekatan dengan katup hidung internal serta dapat mengembang mengempis sesuai siklus hidung.Tesis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi radiofrekuensi NSB pada pasien sumbatan hidung dengan hipertrofi NSB dengan membandingkan respon klinis sebelum dan sesudah terapi berdasarkan nilai NOSE, nilai PNIF, dan nilai tahanan hidung.Penelitian ini merupakan studi eksperimental dua kelompok paralel acak yang membagi pasien sumbatan hidung dengan hipertrofi konka inferior dan NSB menjadi dua kelompok yang dilakukan radiofrekuensi konka inferior saja dan kelompok radiofrekuensi konka inferior dan NSB.Analisis data dilakukan dengan pendekatan Bootstrap. Hasil dari penelitian ini didapatkan perbedaan secara bermakna dari perubahan nilai NOSE p=0,001 dan nilai tahanan hidung 75 Pa p=0,018 antara kedua kelompok. Hasil ini berarti terapi radiofrekuensi NSB dapat menjadi terapi tambahan radiofrekuensi konka inferior terhadap pasien sumbatan hidung kronis refrakter dengan hipertrofi konka inferior dan NSB untuk mengurangi gejala sumbatan hidung.Kata kunci: radiofrekuensi, nasal septal swell body, konka inferior, sumbatan hidung kronis refrakter
ABSTRACT
Nasal obstruction is one of the most symptom in daily practice of ENT Surgeon. Inferior turbinate hypertrophy is one of the causes of nasal obstruction and has been widely studied from various research and has been shown having a role in the regulation of nasal airflow. But from several recent studies found a structure called a nasal septal swell body NSB that may play a role in the regulation of nasal airflow resistance because of its location adjacent to the internal nasal valve and alternating congestion and decongestion according to nasal cycle.This study aims to evaluate the effect of radiofrequency therapy of NSB on patients with nasal obstruction with NSB hypertrophy by comparing clinical response before and after therapy based on NOSE value, PNIF value, and nasal resistance value.This study is an experimental study of two random parallel groups that divide the nasal obstruction patients with hypertrophy of inferior turbinate and NSB into two groups which underwent radiofrequency of inferior turbinate only and underwent radiofrequency inferior turbinate and NSB.Data analyzed with bootstraps method. The results of this study show significant differences from changes in the value of NOSE p 0.001 and the nasal resistance value 75 Pa p 0.018 between the two groups. These results suggest that radiofrequency ablation of NSB may be an additional therapy to radiofrequency of inferior turbinate in patients with nasal obstruction and hypertrophy of inferior turbinate and NSB.Keywords radiofrequency, nasal septal swell body, inferior turbinate, refractory chronic nasal obstruction
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58853
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Reno Indrisia
Abstrak :
Latar Belakang : Hubungan antara KVP dengan fungsi ventrikel kanan belum banyak diketahui. Disfungsi ventrikel kiri akibat KVP dikenal sebagai kardiomiopati akibat KVP( KM-KVP) dan dengan menghilangkan substrat KVP akan memperbaiki fungsi ventrikel kiri. Efek ablasi pada perubahan fungsi ventrikel kanan pada pasien dengan disfungsi veentrikel kanan yang subklinis belum diketahui. Tujuan : Mengetahui perubahan parameter fungsi ventrikel kanan pasca ablasi pada kelompok yang mengalami disfungsi ventrikel kanan pre ablasi ataupun kelompok dengan fungsi ventrikel kanan yang normal pre ablasi. Metode : Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi dasar dan speckle tracking pada 42 pasien dengan KVP idiopatik aksis inferior sebelum dan setelah 1 bulan pasca keberhasilan ablasi. Hasil : Beban dan durasi kompleks QRS pada KVP secara signifikan lebih tinggi pada kelompok disfungsi ventrikel dibandingkan dengan kelompok dengan fungsi ventrikel kanan yang normal (p = 0,012 dan p = 0,09) . Terdapat perubahan parameter fungsi ventrikel kanan pada kelompok tidak disfungsi yakni FWLS 3,8 ± 2,1% (p< 0,001) dan GLS 2,3 ± 1,7% ( p< 0,001). Terdapat peubahan yang signifikan pada pasien dengan disfungsi yakni FWLS 9,7 ± 4,0 (p <0,001) dan GLS 7,5 ± 4,2 ( p <0,001). Analisis multivariat menunjukkan nilai FWLS dan GLS yang lebih rendah pre ablasi berkorelasi dengan perubahan fungsi ventrikel kanan yang lebih baik. Kesimpulan : Pasien KVP simptomatik yang mengalami disfunfgsi ventrikel kanan mendapatkan keuntungan dari efek ablasi. ......Background The relationship between premature ventricular contractions (PVC) and right ventricular (RV) function is not widely known. Left ventricular dysfunction due to PVC is known as PVC-Induced cardiomyopathy (PIC) and suppressing the PVC substrate would improve left ventricular function. The effect of PVC ablation on changes in right ventricular (RV) function in patients with subtle subclinical RV dysfunction remains unknown. Objective Understanding the alterations in RV function parameters after PVC ablation. Method :Basic and speckle-tracking echocardiography has been performed on 42 individuals with symptomatic idiopathic inferior axis PVC before and one month after a successful ablation. Result The burden and QRS duration of premature ventricular contractions (PVC) were notably higher in the group with right ventricular (RV) dysfunction compared to those with normal RV function (p=0.012 and p=0.009, respectively). In both groups, measurements of RV function before and after ablation, specifically global longitudinal strain (GLS) and free wall longitudinal strain (FWLS), demonstrated significant changes. These improvements were more pronounced in the group with RV dysfunction (FWLS 9.7 ± 4.0, p< 0.001; GLS 7.5 ± 4.2, p< 0.001). Lower initial FWLS and GLS before ablation emerged as significant parameters in the multivariate analysis for the improvement of RV function post-ablation. Conclusion :Patients with RV dysfunction had higher PVC burden and wider QRS duration. Patients with idiopathic PVC and impaired RV function may experience improvements in RV function after successful PVC ablation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library