Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Syatori
Abstrak :
Tesis ini berupaya mengkaji dan menganalisis proses dan strategi pengembangan komunitas berbasis media komunitas 'Angkringan' di Bantul Yogyakarta, dengan berpijak pada skema konseptual (Habitus)(Capital) + Field = Practice yang dipopulerkan oleh Pierre Bourdieu. Dengan skema ini, pengembangan komunitas dipahami sebagai dinamika praktik sosial agen-agen sosial yang dipandang tercipta dan terikat oleh habitus, oleh struktur-struktur obyektif yang mendefinisikan ranah sosial dan oleh sekumpulan besar strategi lain yang menyembunyikan fakta perjuangan modal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data memakai teknik wawancara mendalam, studi dokumen, dan studi pustaka. Penelitian ini mengambil setting studi di desa Timbulharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dimana terdapat komunitas Angkringan yang menjadi fokus studi. Subyek penelitian ini terdiri dari lima unsur. Pertama, aktor-aktor ?internal? media komunitas ?Angkringan?, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam pengembangan komunitas. Aktor-aktor internal ini dibagi dalam dua kategori, aktif dan non-aktif. Kedua, Pemerintah desa Timbulharjo dan lembaga warga yang terdiri dari lembaga formal Badan Perwakilan Desa (BPD) dan lembaga informal Forum Komunikasi Warga Timbulharjo (Fokowati). Ketiga, warga masyarakat Timbulharjo. Keempat, pengurus Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (JRKY) dan Jaringan Radio Komuintas Indonesia (JRKI) sebagai representasi organisasi yang konsen pada bidang pengembangan media dan radio komunitas. Kelima, Jaringan Pendamping Radio Komunitas (JPRK). Dalam hal ini Combine Resource Institution (CRI). Keenam, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Yogyakarta dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai representasi lembaga pemerintah yang mengurusi soal media, hak penyiaran dan sebagainya. Point penting dari temuan lapangan penelitian ini adalah bahwa sebagai komunitas berbasis media, Angkringan melakukan pengembangan komunitasnya dengan memanfaatkan aneka jenis media mulai dari media cetak (buletin), media audio (radio), media audio visual (Video dan TV Komunitas), hingga teknologi internet. Melalui buletin, Angkringan menyuguhkan aneka gagasan dan wacana tentang pentingnya pensikapan terhadap berbagai persoalan yang menggelayut di seputar komunitas. Melalui radio siaran, Angkringan membuka semacam ruang publik bagi warga komunitas untuk mencurahkan keluh kesah, sumbang saran, kritik bahkan gugatan atas segala hal yang dianggap 'bermasalah'. Radio Angkringan menawarkan sebuah kesempatan yang memungkinkan terjadinya dialog interaktif antar berbagai pemangku kepentingan -warga dan pemerintah desa- dalam komunitas. Teknologi internet menjadi fase yang paling mutakhir dan spektakuler sebagai rangkaian praktik sosial yang dilancarkan Angkringan demi mengembangkan komunitsnya. Melalui media internet, Angkringan berupaya mengembangkan komunitas pada ranah yang lebih luas dengan mengembangkan jejaring komunitas seantero nusantara bahkan dunia.
The thesis is adressed to study and to analyze on process and strategy of community development based on ?Angkringan Comunity Media? in Bantul Yogyakarta, refer to a conceptual framework of practices according to Bourdeiu that is (Habitus) (Capital) + Field = Practice. Based on this scheme, a community development is a dynamic of social practices of social agencies that constructed and bounded by habitus, by objective structures that defining a field of social, and by other strategies that concealing capital struggle facts. This research implement a qualitative approach with data collection method through indepth interview, literatury studies, and documentary studies. The situs of research is in vililage of Timbulharjo, District of Sewon, Regency of Bantul, Province of Yogyakarta that there is ?Angkringan Community? as the focus of study. The research subject consisted on five elements as follow. The first, internal actors of Angkringan community media, that is they are involved directly in community development. They can be divided by two categories that are active and non-active. The Second, Timbulharjo village government dan civilian institutions that cover Badan Perwakilan Desa (Village Representative Board) and Forum Komunikasi Warga Timbulharjo (Timbulharjo civic communication forum). The Third, Timbulharjo villagers. The Fourth, management of Jaringan Radio Komunitas Yogyakarta (Yogyakarta Community Radio Network) and Indonesia Community Radio Network). The Fifth, Jaringan Pendamping Radio Komunitas (Community Radio Advocation Network). Finally, the Indonesian Broadcasting Commission and Yogyakarta Broadcasting Commission as government representatives. The important findings resulted from the research is that as media based community, Angkringan undertakes their community development by using vary of from bulletin, radion, video, and TV-community, to internet technology. Through bulletin, Angkringan presents vary of ideas and discourse about the significance to some problems around their community. Through radio, Angkringan opens a public space for community to express their aspiration, suggestions, critique, even litigation over all problematical things. Radio Angkringan offers an opportunity that enabling interactive dialogue among stakeholders and village government in their community. Internet technology become the most modern stage and spectaculer as a set of social practices that launched by Angkringan to develope their community. Through internet media, Angkringan tries to develope their community in the broader field by developing community network in the level of national and international.
2009
T26132
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deddy Satria Mangkuwinata
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang perkembangan radio komunitas di Aceh pasca tsunami yang berlangsung dalam masa tanggap darurat. Titik fokus peneiitian ini pacia program Ayeh Emergency Radio Network (AE.RNet), dimana radio komunitas Samudera FM adalah salah sam dari lima radio yang didirikan dalam masa tanggap darurat tarsebut. Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif yang menggunakan studi kasus dan bersifat longitudinal (waklu tertentu). Hal ini dilakukan untuk mendapalkan fakta atau informasi tentang perkembangan radio komunitas di masa tanggap darurat bcncana. Tipe dari penclitian ini bersifat deskriptif yakni penelitian yang menggunakan variabel masa lalu dan masa kini berupa penjelasan dari responden sebagai key irjzman. Dari hasil temuan penelitian bahwa kehadiran radio komunitas di Aceh pasca tsunami bukan atas inisiatif warga komunitas melainkan bei-kat bantuan dari lembaga diluar komunilas ilu sendiri yang bergerak dalam pengembangan media komunitas, khususnya radio. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat prospek dan kendala perkembangan radio komunitas dalam mendukung proses penanggulangan bencana terutama peran dan fungsi radio komunitas dalam mengisi kekosongan informasi ditcngah situasi tanggap damrat. Hasil yang diperoleh bahwa radio kornunitas di Aceh walaupun berperan dalam masa tanggap darurat namun memiliki kelemahan dalam hal partisipasi warga. Disamping itu secara keiembagaan masih hams diberi pendampingan. Radio komunitas juga ikut memainkan peran sebagai media tanggap darurat untuk saling berkomunikasi dan berbagi informasi antara sesama korban tsunami, baik tentang lingkimgannya maupun di luar lingkungannya. Dengan demikian Iingkunganlah yang mcmbawa infomiasi yang kemudian diterima media massa. Sehingga radio komunitas di daerah bencana dapat berfungsi sebagai media early warming system terhadap sualu pcristiwa. ......The thesis discusses about community radio development in Aceh during emergency response period after the tsunami. Tl1e focus ofthe research was on the program of Ayeh Emergency Radio Network (AERNet), in which the Samudera FM community radio was one of the tive radios founded over the emergency response period. The research used qualitative approach that applied ease study and had longitudinal characteristic (at a particular time). It was done in order to gather facts or information on the community radio development during the disaster emergency response period. Type of the research is descriptive in which the research uses the past and fixture variable collected fiom the respondents explanation as key informants. From the result of the research, it was found that the radio community in Aceh after the tsunami was not founded based on the initiative of the people in the community, but it was an aid from an institution beyond the commtmity itself that focused on the community media development, especially radio. That was why the research was aimed to find the prospect and obstacles of the community radio development in order to support the process on overcoming disaster, especially its role and timction as the community radio in filling the lack of information in the middle of emergency situation. The gathered result showed that even though the community radio in Aceh played its role in the emergency response period, it still had a weakness in people’s participation. Besides, as an institution, it still needed a support. The community radio played its role as an emergency response media as well, that was used to communicate each other and share information among the victims of the tsunami, whether it was about the circumstances in their own area or beyond. So that the people in the spot area became the ones who carried out the information received by the mass media. That is why the radio community in the disaster area can have its function as a media ofthe early waming system towards a particular event.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33845
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ressi Dwiana
Abstrak :
Disertasi ini membahas bagaimana para pendukung radio komunitas berusaha mempertahankan eksistensi penyiaran tersebut di tengah kondisi regulasi yang mempersulit penyiaran komunitas. Regulasi, berupa produk hukum dan proses implementasinya, diasumsikan sebagai penyebab utama kemunduran radio komunitas. UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 adalah regulasi yang mengakui keberadaan penyiaran komunitas. Meskipun demikian, di dalam UU tersebut, radio komunitas dituntut agar menjadi penyiaran yang utopis: bersifat independen, tidak komersial, dan melayani kepentingan komunitasnya. Di sisi lain, tidak ada dukungan nyata dari negara, bahkan dalam aturan-aturan pelaksanaan, pemerintah membuat batasan-batasan yang sangat ketat sehingga mempersulit kehidupan radio komunitas. Persoalan-persoalan yang muncul akibat regulasi yaitu terkait masalah perizinan, keuangan, alokasi frekuensi, pembatasan kekuatan jangkauan dan siaran, dan pencapaian tujuan radio komunitas. Selain tekanan regulasi, radio komunitas juga kehilangan dukungan dari kelompok masyarakat sipil karena perkembangan teknologi media dan polarisasi kepentingan masing-masing kelompok. Dalam iklim regulasi yang menekan dan gerakan masyarakat sipil yang semakin lemah, upaya para praktisi untuk mempertahankan eksistensi radio komunitas dilakukan dengan berbagai cara. Upaya-upaya tersebut ada yang berhasil membuat radio komunitas dapat terus bertahan. Namun, akar permasalah utama radio komunitas, yaitu regulasi, tidak pernah terselesaikan. ......This dissertation discusses about how community radio supporters try to maintain the existence of this media in the midst of regulatory conditions that complicate community broadcasting. Regulation and its implementation process, are assumed to be the main cause of the decline of community radio. Broadcasting Law No. 32/2002 is the regulation that recognizes the existence of community broadcasting. However, community radio required to be a utopian broadcast: independent, noncommercial, and serves the interests of its community. On the other hand, there is no real support from the state, even in the implementing regulations, the government makes very strict restrictions that complicate the life of community radio. Problems that arise as a result of regulation are related to licensing, finance, frequency allocation, limitation of coverage and broadcast power, and achievement of community radio goals. Apart from regulatory pressure, community radio also lost support from civil society groups due to developments in media technology and the polarization of interests in civil society. In a climate of oppressive regulations and a weakening civil society movement, practitioners' efforts to maintain the existence of community radio are carried out in various ways. Some of these efforts have succeeded in making community radio sustainable. However, the root of the main problem of community radio, regulation, has never been resolved.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library