Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Maitra, Amit K.
New York: McGraw-Hill, 2004
384.54 MAI w
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Rifqisani
"Peneliian ini menjelaskan aspek hukum aksi korporasi seperti merger, konsolidasi dan akuisisi penyelenggara telelomunikasi dalam memanfaatlan spektrum frekuensi radio di Indonesia. Aksi korporasi penyelenggara telekomunikasi dalam memanfaatkan spektrum frekuensi radio di Indonesia. Aksi korporasi penyelenggara telekomunikasi perlu dilakukan agar pemanfaatan spektrum frekuensi radio efejtif dan efisien. Efektifitas dan efisien pemanfaatan spektrum frekuensi radio dilakukan melalui pengaturan hukum single preserence policy on telecommunication sector (kepemilikan tunggal) di mana satu pihak hanya menjadi pemeggang saham pengendali pada satu badan hukum penyelenggara telekomunikasi. Pengaturan hukum tersebut merupakan salah satu cara untuk melakukan restruktuisasi penyelenggara telekomunikasi agar memperoleh struktur penyelenggata yang idel. Pengaturan hukumingle preserence policy on telecommunication sector wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang hukum perusahaan, hukum telekomunikasi dan hukum persangan usaha yang sehat"
Jakarta: Badan penelitian dan pengembangan sumber daya manusia kementrian komunikasi dan informatika, 2015
384 JPPKI 6:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Tirtadi Muchtar
"Spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas yang dikuasai oleh negara yang bersifat strategis serta memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga harus dikelola secara efektif dan efisien guna memperoleh manfaat yang optimal. Penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya serta tidak saling mengganggu mengingat sifat spektrum frekuensi radio yang dapat merambat ke segala arah. Dikarenakan masih banyaknya terdapat penggunaan frekuensi baik oleh masyarakat maupun penyelenggara, khususnya pada dinas siaran radio FM yang menggunakan frekuensi tidak dilengkapi dengan izin stasiun radio dan tidak sesuai dengan aturan alokasi frekuensi yang telah ditentukan serta juga penggunaan alat perangkat telekomunikasi yang tidak memiliki sertifikat, menyebabkan potensi terjadinya gangguan frekuensi yang merugikan atau harmful interference menjadi tinggi. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan monitoring dan penertiban yang diawali dengan pengukuran frekuensi, identifikasi legalitas stasiun radio, deteksi sumber pancaran frekuensi, selanjutnya dilakukan inspeksi sebagai langkah penertiban terhadap pengguna frekuensi yang telah terbukti melakukan pelanggaran penggunaan frekuensi secara ilegal. Setiap tahapan kegiatan yang dilakukan telah menerapkan dan memperhatikan prinsip dan kaidah pokok ilmu keinsinyuran seperti profesionalisme, prinsip dasar kode etik dan etika profesi insinyur, serta unsur keselamatan kesehatan keamanan kerja dan lingkungan (K3L) sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Diharapkan dengan dilakukannya kegiatan pengawasan dan pengendalian spektrum frekuensi radio pada dinas siaran radio FM di wilayah layanan DKI Jakarta dapat menekan potensi terjadinya harmful interference, sehingga seluruh masyarakat pengguna frekuensi dapat memanfaatkan frekuensi dengan tertib, nyaman, dan aman dari gangguan-gangguan interferensi frekuensi yang merugikan.
The radio frequency spectrum is a limited natural resource controlled by the state which is strategic in nature and has high economic value so it must be managed effectively and efficiently in order to obtain optimal benefits. The use of the radio frequency spectrum must be in accordance with its intended purpose and not interfere with each other considering that the nature of the radio frequency spectrum can propagate in all directions. Because there is still a lot of frequency use by both the public and organizers, especially in the FM radio broadcast service which uses frequencies that are not equipped with radio station permits and do not comply with predetermined frequency allocation rules and also the use of telecommunications equipment that does not have a certificate, causes the potential for harmful frequency interference or harmful interference becomes high. The activities carried out include monitoring and controlling activities starting with frequency measurements, identifying the legality of radio stations, detecting frequency emission sources, then carrying out inspections as a control measure against frequency users who have been proven to have committed illegal frequency use violations. Each stage of activity carried out has implemented the basic principles and rules of engineering science such as professionalism, basic principles of the code of ethics and professional ethics of engineers, as well as paying attention to elements of safety, health, occupational safety and the environment (K3L) in accordance with applicable laws and regulations. It is hoped that by carrying out activities to monitor and control the radio frequency spectrum in the FM radio broadcast service in the DKI Jakarta service area, it can reduce the potential for harmful interference, so that all frequency users can utilize the frequency in an orderly, comfortable and safe manner from harmful frequency interference."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Denny Karuniawan
"
ABSTRAKSalah satu layanan publik di Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) adalah perijinan spektrum frekuensi radio yang dilaksanakan menggunakan sistem informasi manajemen spektrum frekuensi radio (SIMS). Instruksi Sekjen Kementerian Kominfo mewajibkan seluruh unit kerja penyelenggara layanan TI agar mematuhi pedoman tata kelola TI yang sudah tersusun pada bulan Maret tahun 2018. Pedoman tersebut menyatakan antara lain bahwa pembangunan dan pengembangan TI dilakukan untuk memberikan manfaat langsung kepada para pemangku kepentingan guna mendukung visi dan misi organisasi. Untuk mematuhi hal tersebut, Ditjen SDPPI harus mengetahui pencapaian manfaat proyek dan investasi TI. Hasil wawancara dan observasi menemukenali bahwa pencapaian manfaat penerapan SIMS belum menjadi fokus perhatian organisasi sehingga belum seluruh manfaat dari penerapan SIMS diketahui dengan baik. Hasil tersebut tidak sejalan dengan pedoman tata kelola TI terkait pembangunan dan pengembangan layanan TI yang telah disusun berdasarkan tujuan organisasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi manfaat bisnis, mengkuantifikasi manfaat ekonomi yang didapatkan serta mengidentifikasi faktor penghambat pencapaian manfaat ekonomi penerapan SIMS di lingkup tanggung jawab Ditjen SDDPI. Penelitian ini menggunakan Tabel Manfaat Bisnis TI untuk mengidentifikasi manfaat TI, system dynamic untuk mengelompokkan manfaat TI, kerangka manfaat kesejahteraan digital untuk melihat kerterkaitan manfaat TI bagi negara, dan kerangka manajemen resiko COSO-ERM untuk menghasilkan indikator faktor penghambat pencapaian manfaat penerapan SIMS. Hasil penelitian mendapatkan manfaat 3 (tiga) manfaat bisnis utama penerapan SIMS antara lain meningkatkan kapasitas bisnis (IRE-01), meningkatkan segmentasi pasar (IRE-04), dan meningkatkan kepercayaan pelanggan (IRE-03). Dalam kaitannya dengan manfaat bagi negara dalam konteks kesejahteraan digital juga terdapat 3 (tiga) manfaat yang diperoleh yaitu: peningkatan kualitas barang dan layanan, peningkatan efisiensi, serta pasar yang lebih besar dan efisien. Kuantifikasi manfaat mendapatkan nilai ekonomi sebesar Rp. 6.693.230.211.884 dan hasil identifikasi resiko mendapatkan 6 (enam) faktor penghambat pencapaian manfaat ekonomi SIMS diantaranya: kurangnya literasi TI, kurangnya integritas pegawai, perubahan regulasi, belum lengkapnya regulasi pendukung, koordinasi perubahan proses bisnis, dan kurangnya kompetensi pegawai.
ABSTRACTOne of the public services in Directorate General of Resources Management and Equipment of Post and Informatics (DG SDPPI) is licensing of radio frequency spectrum carried out using a radio frequency spectrum management information system (SIMS). Instruction of the Secretary General of the Ministry of Communication and Information Technology requires all IT service providers to comply with the IT governance guidelines that have been compiled in March 2018. The guideline states, among other things, that IT development is carried out to provide direct benefits to stakeholders to support the organization's. To comply with this, the Directorate General of SDPPI must know the achievement of the benefits of the project and IT investment. The results of interviews and observations identified that the achievement of the benefits of implementing SIMS has not been the focus of attention of the organization so that not all the benefits of implementing SIMS are well known. These results are not in line with the IT governance guidelines related to the development of IT services that have been compiled based on organizational goals. This research was conducted to identify business benefits, quantify the economic benefits and identify the inhibiting factors for achieving economic benefits of implementing SIMS in the scope of responsibility of DG SDDPI. This study uses the generic IS/IT business value to identify the benefits of IT, system dynamic to classify the benefits of IT, and digital prosperity framework to see the relevance of IT benefits for the country, and the COSO-ERM risk management framework to produce indicators of the achievement of SIMS benefit. The results of the study get 3 (three) main business benefits of implementing SIMS include increasing business capacity (IRE-01), increasing market segmentation (IRE-04), and increasing customer trust (IRE-03). In relation to the benefits for the state in the context of digital prosperity there are also 3 (three) benefits obtained, namely: improving the quality of goods and services, increasing efficiency, as well as a larger and more efficient market. Quantification of benefits gets an economic value of Rp. 6,693,230,211,884 and the results of risk identification have 6 (six) factors inhibiting the achievement of economic benefits of SIMS including: lack of IT literacy, lack of employee integrity, regulatory changes, incomplete supporting regulations, coordination of changes in business processes, and lack of competency."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library