Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annissa Amalia
"ABSTRAK
Captopril merupakan antihipertensif golongan angiotensin converting enzyme inhibitor ACEI yang banyak digunakan untuk mengontrol tekanan darah sekaligus mengurangi penyakit jantung. Suatu penelitian melaporkan bahwa captopril bekerja dengan menginhibisi konversi enzim ACE I menjadi ACE II, mengurangi plasma angiotensin II dan level aldosteron, meningkatkan plasma renin, dan menghasilkan penurunan tekanan darah yang signifikan bagi penderita hipertensi. Dibalik manfaatnya yang baik bagi kesehatan, captopril diketahui memiliki waktu paruh biologis yang singkat dalam tubuh dan memerlukan frekuensi administrasi yang berulang. Suatu sistem penghantaran obat yang tepat diperlukan untuk memodifikasi pelepasan captopril dalam tubuh. Salah satunya menggunakan hidrogel berbasis kitosan yang terikat silang poli N-vinil-2-pirolidon atau PVP melalui interpenetrating polymer network IPN . Meskipun efisiensi kapsulasi dan pelepasannya secara umum telah diteliti, informasi tentang kinetika swelling matriks hidrogel dan mekanisme pelepasannya belum diketahui. Penelitian ini akan berfokus pada kedua hal tersebut. Sebagai perbandingan, hidrogel yang akan diteliti meliputi hidrogel kitosan nonkovalen, hidrogel kitosan terikat silang, hidrogel kitosan-PVP semi-IPN, dan hidrogel kitosan-NVP full-IPN. Kinetika swelling akan ditentukan melalui analisis gravimetri mengikuti hukum laju pseudo-orde pertama dan hukum laju pseudo-orde kedua. Mekanisme pelepasan akan ditentukan melalui persamaan laju orde nol, orde satu, model Higuci, dan model Korsemeyer-Peppas.

ABSTRACT
Captopril is an antihypertensive class of angiotensin converting enzyme inhibitors ACEI that is widely used to control blood pressure disease. A study reported that captopril works by inhibiting the conversion of the ACE I enzyme to ACE II, reducing plasma angiotensin II and aldosterone levels, increasing plasma renin, and generating a significant drop in blood pressure for hypertensive patients. Behind its good health benefits, captopril is known to have short biological half lives in the body and requires repeated administration frequencies. An appropriate drug delivery system is needed to overcome the release of captopril in the body. One way to achieved it is by using a crosslinked poly N vinyl 2 pyrrolidone chitosan based hydrogel or PVP via an interpenetrating polymer network IPN . However, information about the kinetics of the swelling of the hydrogel matrix and its release mechanism is unknown. This research will focus in its cases. In comparison, the hydrogels to be studied are noncovalent hydrogel, cross linked hydrogel, semi IPN chitosan PVP hydrogel, and full IPN chitosan NVP hydrogel. Kinetics of swelling will be determined by the gravimetric analysis of pseudo first order and the pseudo second order rate law. The mechanism will be determined by the zero order rate equation, first order, Higuci model, and Korsemeyer Peppas model."
2017
T50272
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Lisa
"Karbamazepin merupakan obat yang termasuk ke dalam Biopharmaceutical Classification System kelas dua dengan kelarutan yang rendah dan permeabilitas yang tinggi, sehingga disolusi menjadi lambat yang akan mempengaruhi absorpsi obat. Penelitian ini dimaksudkan untuk meningkatkan laju disolusi karbamazepin melalui pembentukan dispersi padat menggunakan polivinil pirolidon (PVP) dan kemudian dispersi padat diaplikasikan untuk pembuatan tablet cepat hancur. Dispersi padat dibuat dengan 3 perbandingan 1:2, 1:1, 2:1. Hasil karakterisasi dispersi padat dengan FTIR menunjukkan adanya interaksi berupa ikatan hidrogen antara karbamazepin dan PVP, dan hasil uji dengan DSC serta XRD menunjukkan terjadi perubahan bentuk kristal menjadi amorf. Peningkatan laju disolusi masingmasing dispersi padat 1:2 sebesar 5,87 kali, 1:1 sebesar 5,21 kali dan 2:1 sebesar 2,73 kali dari karbamazepin standar. Evaluasi tablet cepat hancur menunjukkan bahwa formula 1, 2 dan 3 yang mengandung dispersi padat dengan konsentrasi crospovidone 10,15, dan 20 mg masing –masing memiliki kekerasan 6,67 kP; 6,69 kP; 6,44 kP, keregasan 0,37 %; 0,54%; 0,96%, waktu hancur 923,5; 792; 610,5 detik, dan waktu pembasahan 827,67; 735; 544,33 detik. Dan formulasi yang menggunakan metode dispersi padat belum memenuhi persyaratan waktu hancur dan pembasahan tablet cepat hancur.

Carbamazepine is a drug that belongs to the Biopharmaceutical Classification System class II with low solubility and high permeability, so that to decrease the dissolution which effects drug absorption. This research is intended to improve dissolution rate of carbamazepine by forming solid dispersion with polyvinyl pyrolidone (PVP) and then solid dispersion to be applied in creating fast disintegrating tablet (FDT). Solid dispersion were made with 3 ratio are 1:2, 1:1, 2:1. The characterization result of solid dispersion using FTIR showed hydrogen bonding interaction between carbamazepine and PVP, and the test result using DSC and XRD showed that there is a deformation of crystal to amorphous state. The enhancement dissolution rate each of solid dispersion 1:2 as bing as 5,87 times, 1:1 as bing as 5.21 times and 2:1 as bing as 2.73 times from carbamazepine standard. The FDT’s evaluation showed that formula 1, 2, 3 contains solid dispersion with crospovidone concentrations 10, 15, 20 mg each has 6.67kP; 6.69kP; 6.44kP of rigidity, 0.37%; 0.54%; 0.96% of friability, 923.5; 792; 610.5 seconds of in vitro disintegration time and 827.67; 735; 544.33 seconds of wetting time. And formulation that uses solid dispersion technique does not meet requirements of disintegration time and wetting time of FDT yet.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Amalia Putri
"Sintesis CuBi2O4 tiga dimensi (3D) dengan variasi sumber basa dan capping agent secara ultrasonik berhasil dilakukan pada penelitian ini. Secara umum, penelitian ini telah menentukan kondisi optimum cara mensintesis CuBi2O4 meliputi variasi sumber basa, capping agent, dan variasi jumlah capping agent. Penelitian ini telah berhasil mensintesa CuBi2O4 secara ultrasonik dengan variasi sumber basa (NaOH, NH4OH, NaHCO3, dan NH2OH). Sintesis CuBi2O4 dengan variasi basa berhasil dilakukan tetapi CuBi2O4 yang dihasilkan tidak murni 100% pada penggunaan NH4OH, NaHCO3, dan NH2OH karena adanya puncak Bi2O3 pada spektrum XRD. Penggunaan basa NaOH menghasilkan densitas arus sebesar 0,08 mAcm-2. Tahap selanjutnya CuBi2O4 disintesis dengan penambahan variasi capping agent (PVP, PVA, CTAB, CKC). Penambahan PVP menghasilkan densitas arus sebesar 0,24 mAcm-2. Selanjutnya dilakukan sintesis CuBi2O4 dengan variasi jumlah capping agent (0; 0,01; 0,05; 0,075; dan 0,1 gram). Jumlah capping agent (PVP) sebanyak 0,05 gram menghasilkan densitas arus sebesar 0,24 mAcm-2.

Three-dimensional (3D) CuBi2O4 synthesis with various base sources and ultrasonic capping agents was successfully carried out in this study. In general, this research has determined the optimum conditions for synthesizing CuBi2O4 including variations in base sources, capping agents, and variations in the amount of capping agents. This research has succeeded in synthesizing CuBi2O4 ultrasonically with a variety of base sources (NaOH, NH4OH, NaHCO3, and NH2OH). The synthesis of CuBi2O4 with various bases was successfully carried out but the CuBi2O4 produced was not 100% pure using NH4OH, NaHCO3, and NH2OH due to the presence of Bi2O3 peaks in the XRD spectrum. The use of NaOH base produces a current density of 0,08 mAcm-2. The next step is CuBi2O4 is synthesized by adding various capping agents (PVP, PVA, CTAB, CKC). The addition of PVP produces a current density of 0,24 mAcm-2. Subsequently, CuBi2O4 was synthesized with variations in the amount of capping agent (0; 0,01; 0,05; 0,075; and 0,1 gram). The amount of capping agent (PVP) as much as 0,05 grams produces a current density of 0,24 mAcm-2."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Sari
"Disolusi merupakan salah satu tahap penentu absorbsi obat yang memiliki kelarutan rendah. Ketoprofen tergolong kelas II dalam sistem klasifikasi biofarmasetika (BCS II) yang memiliki kelarutan rendah dan permeabilitas membran tinggi. Oleh sebab itu ketoprofen perlu untuk ditingkatkan disolusinya.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh PVP K-30 dan PEG4000 dalam sistem dispersi padat terhadap laju disolusi ketoprofen serta untuk mengarakterisasi dispersi padat tersebut melalui uji disolusi, difraksi sinar X (XRPD), kalorimetri pemindaian diferensial (DSC), serta spektrofotometri inframerah (FTIR). Dispersi padat ketoprofen-PVP K30 1:1 dibuat dengan metode pelarutan sedangkan dispersi padat ketoprofen-PEG4000 1:1 dibuat dengan metode peleburan.
Hasil disolusi menunjukan keberhasilan peningkatan disolusi untuk kedua dispersi padat baik dengan PVP-K30 maupun dengan PEG4000. Dispersi padat ketoprofen-PVP K30 dilakukan variasi ukuran partikel yaitu 250, 180,125 μm, dan dapat meningkatkan disolusi sebesar 1.01, 1.39, 1.44 kali dari ketoprofen murni. Dispersi padat ketoprofen-PEG4000 meningkatkan disolusi sebesar 1.17 kali. Hasil karakterisasi dari dispersi padat ketoprofen-PVP K30 menunjukkan bahwa terbentuk dispersi padat dengan sifat yang amorf sehingga mampu meningkatkan disolusi nya.

Dissolution is one of the determining step of absorption of drugs that have low solubility. Ketoprofen is classified as the second class of Biopharmaceutics Classification System (BCS II), which is described as drugs with low solubility and high permeability. Hence, Dissolution rate of Ketoprofen needs to be enhanced.
Aim of this study was to know the effect of PVP K-30 and PEG4000 in solid dispersion as a dissolution enhancer and to characterize the solid dispersion, by Dissolution Test, X-ray Powder Diffraction (XRPD), Differential Scanning Calorimetry (DSC), and Infrared Spectrophotometry (FTIR). The solid dispersion of ketoprofen-PVP K30 1:1 was made with solving evaporation method, while solid dispersion of ketoprofen-PEG4000 1:1 was made with fusion method.
The result was that PVPK30 and PEG4000 could enhance the dissolution rate of Ketoprofen. Solid dispersion of Ketoprofen-PVP K30 was sifted to have 250, 180,125μm particle size, which enhanced the dissolution rate 1.01, 1.39, 1.44 times than pure ketoprofen. Solid dispersion of Ketoprofen-PEG4000 enhanced the dissolution rate 1.17 times than pure ketoprofen. The characterization result shown an amorphous solid dispersion of ketoprofen-PVP K30 was formed, hence enhanched the dissolution rate."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S64762
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghofira Muna Khansa Salsabila
"Limbah air berminyak mengandung kadar kontaminan seperti COD, TDS, TSS, pH, dan kekeruhan yang tinggi serta cenderung memiliki warna yang pekat. Maka dari itu dibutuhkan pengolahan limbah lebih lanjut. Dalam penelitian ini akan dibahas aplikasi teknologi membran dalam mengolah limbah air berminyak. Penelitian ini menggunakan membran ultrafiltrasi polyvinylidene fluoride (PVDF) yang dibuat dengan teknik inversi fasa dengan pelarut N,N, dimethylacetamide (DMAc) dan aditif polyvinylpyrrolidone (PVP). Membran dibuat dengan variasi jumlah PVP 0.05; 0.15; 0.25; dan 0.35 gram. Pada penelitian ini membran PVDF/PVP digunakan pada proses ultrafiltrasi untuk mengolah limbah air berminyak yang sudah diolah melalui koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan PAC dengan konsentrasi 500 ppm. Proses ultrafiltrasi menggunakan variasi tekanan 1, 2, dan 3 bar. Limbah air berminyak memiliki karakteristik awal COD 99,316 mg/L; pH 6.1; TSS 194 mg/L; TDS 10,280 mg/L; dan kekeruhan 185 FAU. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyisihan parameter limbah yang paling sesuai dengan baku mutu dengan fluks permeat terbesar terdapat pada komposisi larutan cetak 0.05 PVP dan tekanan umpan 3 bar dengan penyisihan COD 42.43%, TSS 90.38%, kekeruhan 87.50%, dan pH akhir 6.91.

The oily wastewater contains high levels of contaminants such as COD, TDS, TSS, pH, and turbidity and tends to have a thick color. Therefore, further waste treatment is needed. This research will discuss the application of membrane technology in treating oily wastewater. This study prepared polyvinylidene fluoride (PVDF) ultrafiltration membranes made by phase inversion technique with N,N, dimethylacetamide (DMAc), and polyvinylpyrrolidone (PVP) additives. Membranes were made with variations in the amount of PVP 0.05; 0.15; 0.25; and 0.35 grams. The PVDF/PVP membranes were used in the ultrafiltration process to treat oily wastewater, which had been pre-treated by coagulation-flocculation using a PAC coagulant with a concentration of 500 ppm. The ultrafiltration processes were conducted at the trans-membrane pressure of 1, 2, and 3 bar. The initial oily wastewater has the characteristics of COD 99,316 mg/L; pH 6.1; TSS 194 mg/L; TDS 10,280 mg/L; and turbidity 185 FAU. The results showed that the best waste parameter allowance according to the quality standard with the most significant permeate flux was found in the composition of 0.05 PVP printing solution and 3 bar feed pressure with 42.43% COD removal; 90.38% TSS; 87.50% turbidity; and the final pH of 6.91.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Adrin Aefiansyah Putra
"Latar belakang: Defek atrium septal atrium  (DSA) merupakan salah satu penyakit jantung bawaan (PJB) yang sering ditemukan dan 75% diantaranya adalah defek septal atrium sekundum (DSAS). Pasien DSAS akan mengalami hipertensi pulmonal (HP), yang jika defeknya tidak dikoreksi, kondisi ini berlanjut dan menimbulkan penyakit vaskular paru (PVP). Saat ini standar emas diagnosis PVP adalah pemeriksaan invasif katerisasi jantung kanan (KJK) yang mempunyai komplikasi pneumotoraks, aritmia, hematoma, dan episode hipotensi. Ekokardiografi merupakan modalitas yang murah, tersebar luas, dan mudah dikerjakan. Saat ini ekokardiografi dipakai sebagai alternatif noninvasif untuk menilai anatomi dan hemodinamik kardiovaskular pada pasien dengan kelainan jantung struktural. Berbagai studi mendapatkan karakteristik notch pada right ventricular outflow tract (RVOT) berkorelasi baik dengan tekanan rerata arteri pulmonal (TRAP) yang tinggi dan komplians vaskular paru (KVP) yang rendah pada berbagai jenis kategori HP dan kedua hal ini, terutama KVP berhubungan dengan diagnosis PVP. Oleh karena itu, perlu ada studi yang melihat salah satu parameter notch yang mudah didapatkan, yakni time-to-notch untuk mendiagnosis PVP pada pasien DSAS dengan HP.
Tujuan: Mengetahui apakah time-to-notch RVOT dapat mendiagnosis PVP pada pasien DSAS dengan HP yang dibandingkan dengan KJK sebagai standar emas.
Metode: Dengan consecutive sampling, dilakukan pemeriksaan time-to-notch dengan ekokardiografi transtorakal dalam jarak pemeriksaan 24 jam dengan KJK. Uji vasodilator oksigen (UVO) dilakukan jika hasil rasio resistensi vaskular paru dengan sistemik > 0,33. Diagnosis PVP ditegakkan jika hasil rasio resistensi akhir adalah > 0,33. Dilakukan uji diagnostik dengan cara perhitungan area di bawah kurva dan dihitung nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), nilai prediksi negatif (NPN), likelihood ratio (LR), serta analisis reliabilitas.
Hasil: Terdapat 89 subyek yang dilakukan analisis dengan 54 subyek dilakukan UVO. Sebanyak 24 subyek didiagnosis PVP dengan KJK. Mayoritas subyek adalah perempuan (85%) dengan median usia 38 tahun. Didapatkan area di bawah kurva sebesar 0,923 untuk time-to-notch terhadap diagnosis PVP. Titik potong <147,5 ms memiliki tingkat sensitivitas 88%, spesifisitas 87%, NPP 72%, NPN 95%, LR (+) 7,11 dan LR (-) 0,14.
Kesimpulan: Time-to-notch dapat mendeteksi PVP pada pasien DSAS dengan HP dengan validitas dan reliabilitas yang baik.

Background: Atrium septal defect (ASD) is one of the congenital heart diseases (CHD) that often found and 75% of them are ostium secundum ASD (OSASD) type. OSASD patients will experience pulmonary hypertension (PH) and if the defect not corrected, this condition persists and causes pulmonary vascular disease (PVD). Gold standard of PVD is right heart catheterization (RHC). It is an invasive procedure which has complications such as pneumothorax, arrhythmia, hematoma, and hypotension. Echocardiography is a cheap modality, widely available, and good reproducibility. Echocardiography is currently used as a non-invasive alternative to assess cardiovascular anatomy and hemodynamics in patients with structural heart disorders. Various studies stated that notch characteristic on the right ventricular outflow tract (RVOT) correlated well with the mean pressure and compliance of the pulmonary artery in different types of PH categories. Pulmonary artery compliance especially, have good correlation to diagnose PVD. Therefore comparing time-to-notch, an easier notch parameter, with RHC in diagnosing PVD as the gold standard is needed.
Aim: To assess whether time-to-notch RVOT from transthoracic echocardiography (TTE) can diagnose PVD compared to RHC as the gold standard in OSASD with PH patients.
Method: With consecutive sampling, time-to-notch was examined by TTE within 24-hour from RHC. An Oxygen vasodilator test (OVT) was performed when ratio of resistance arterial pulmonary to systemic is > 0.33. PVD was diagnosed if the final resistance ratio is > 0.33. Diagnostic test was carried out to obtain area under curve (AUC). Sensitivity, specificity, positive predictive value (PPV), negative predictive value (NPV), and likelihood ratio (LR) were calculated and a reliability analysis were conducted.
Result: We analyzed 89 subjects and OVT was performed in 54 subjects. PVD was diagnosed by RHC in 24 subjects. The majority of subjects were women (85%) with a median age 38 years. AUC was 0.923 for time-to-notch to diagnose PVD. A cut-off point < 147.5 ms has a sensitivity level of 88%, specificity 87%, PPV 72%, NPV 95%, LR (+) 7.11 and LR (-) 0.14 with good realibility.
Conclusion: Time-to-notch has a good validity and reliability to detect PVD in OSASD with PH.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Huriya
"Teknologi membran saat ini sudah banyak diaplikasikan untuk mengolah limbah berbagai industri, salah satunya dapat industri tahu. Namun di Indonesia, pengolahan limbah industri tahu masih menggunakan metode konvensional dan belum memenuhi baku mutu pemerintah, sehingga dibutuhkan metode pengolahan yag lebih efektif. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan preparasi serta menguji kinerja membran polisulfon dengan proses filtrasi untuk pengolahan limbah cair industri tahu. Penelitian ini diawali oleh preparasi membran polisulfon (PSf) dengan pelarut n-metil-2-pirolidon (NMP) dan aditif polivinilpirolidon (PVP) dengan metode inversi fasa dan teknik imersi presipitasi, dengan variasi massa PVP sebanyak 0,15 gram; 0,25 gram; dan 0,35 gram. Membran yang telah dipreparasi kemudian dikarakterisasi menggunakan SEM, FTIR, serta sudut kontak. Limbah cair tahu sebagai umpan filtrasi telah melalui proses pre-treatment dengan metode koagulasi-flokulasi. Kemudian limbah umpan tersebut difiltrasi menggunakan membran PSf/NMP/PVP dengan variasi umpan 4, 5, 6, dan 7 bar. Penambahan konsentrasi PVP meningkatkan porositas dan hidrofilisitas, namun penambahan PVP yang berlebihan akan meningkatkan viskositas membran sehingga membuat membran menjadi lebih padat. Hal ini yang menyebabkan fluks air dan fluks permeat mengalami kenaikan pada membran PSf/NMP/PVP0,15 dan PSf/NMP/PVP0,25 namun namun menurun pada PSf/NMP/PVP0,35. Rejeksi COD dan TDS yang dihasilkan pada penelitian berkisar antara 8,3% hingga 60,53% dan 4,77% hingga 28,57%; sedangkan rejeksi TSS dan kekeruhan yang dihasilkan berkisar antara 16,67% hingga 75% dan 8,3% hingga 75%; dan pH berkisar antara 7,28 hingga 7,58.
.....Membrane technology nowadays is applied for wastewater treatment in multiple industries, one of them is the tofu industry. However in Indonesia, tofu industrial wastewater treatment still uses the conventional method that has yet to meet the government’s quality standards, so a more effective treatment method is needed. This research aimed to prepare and examine the performance of polysulfone (PSf) membrane using n-methyl-2-pyrrolidone (NMP) solvent and polyvinylpyrrolidone (PVP) additive according to phase inversion method by immersion precipitation technique, with PVP mass variation of 0,15; 0,25; and 0,35 grams. Membrane that has been prepared is then characterized by undergoing several tests of SEM, FT-IR, and contact angle. First, tofu wastewater as feed has been through the pre-treatment process using coagulation-flocculation method. The feed is then filtrated using prepared PSf/NMP/PVP membranes with pressure variation of 4, 5, 6, and 7 bars. The addition of PVP concentrations increases porosity and hydrophilicity, but the excessive addition of PVP will increase membrane viscosity thereby making the membrane denser. This is what causes the water flux and permeate flux to increase in PSf/NMP/PVP0,15 and PSf/NMP/PVP0,25 membranes but decrease in PSf/NMP/PVP0,35 membrane. The COD and TDS rejection percentages resulted in this research ranged from 8,3% up to 60,53% and 4,77% up to 28,57%; the TSS dan turbidity rejection percentages ranged from 16,67% up to 75% and 8,3% up to 75%, meanwhile the pH varies from 7,28 to 7,58."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fitriana Lupitaningrum
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang membutuhkan pengobatan dengan durasi lama dan tidak boleh terputus. Salah satu obat yang telah umum digunakan pada pasien tuberkulosis adalah isoniazid. Isoniazid umumnya diberikan dalam bentuk sediaan tablet konvensional, namun sediaan ini sulit ditelan terutama oleh anak-anak, dan berakibat pada kepatuhan anak. Oleh karena itu dikembangkan sediaan film cepat hancur yang mengandung isoniazid sebagai alternatif terapi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat film cepat hancur isoniazid dengan metode solvent casting serta menganalisis pengaruh perbandingan konsentrasi poli(vinil alkohol) (PVA) dan poli(vinil pirolidon) (PVP) sebagai polimer pembentuk film terhadap film yang dihasilkan. Pada penelitian dilakukan perbandingan tujuh formula dengan variasi konsentrasi PVA dan PVP yakni F1 (20:80); F2 (40:60); F3 (45:55); F4 (50:50); F5 (55:45); F6 (60:40); F7 (80:20). Evaluasi yang dilakukan diantaranya uji organoleptis, ketebalan, keragaman bobot, kelengketan, daya tahan lipat, keseragaman kandungan, waktu hancur, disolusi, dan stabilitas selama 6 minggu. Pengujian menunjukkan F1, F2, F3, dan F4 tidak memenuhi syarat untuk uji kelengketan sedangkan formula lainnya memenuhi persyaratan di seluruh pengujian. Formula terpilih adalah F5 karena memiliki waktu hancur tercepat (12,33 ± 0,58 detik) serta jumlah obat terdisolusi terbesar (98,47 ± 0,71 %) dalam waktu 3 menit. F5 juga menunjukkan stabilitas yang baik selama penyimpanan 6 minggu pada suhu 30 ± 2˚C maupun 40 ± 2˚C. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa film cepat hancur F5 yang diperoleh menggunakan metode solvent casting merupakan film cepat hancur paling baik.

Tuberculosis is a disease that requires a long duration treatment and must not be stopped during therapy. One anti-TB that has been commonly used in tuberculosis patients is isoniazid. Isoniazid is generally given as conventional tablet dosage form, but this system is difficult to swallow especially by children, thus affect children’s compliance. Therefore, fast disintegrating film dosage form containing isoniazid were developed as an alternative therapy. The aims of this study were to obtain fast disintegrating isoniazid-containing fast disintegrating films using solvent casting method and to analyze the effect of the concentration ratio of PVA and PVP as film-forming polymers on the resulting films. In this study, a comparison of seven film formulations with variations of poli(vinyl alcohol) (PVA) and poly(vinyl pyrrolidone) (PVP) concentrations was carried out, namely F1 (20:80); F2 (40:60); F3 (45:55); F4 (50:50); F5 (55:45); F6 (60:40); F7 (80:20). Evaluations carried out included the organoleptic tests, thickness, weight variations, tackiness, folding endurance, content uniformity, disintegration time, dissolution, and stability test for 6 weeks. The study showed that F1, F2, F3, and F4 were not qualified for the tackiness test while the other formula met the requirements for all tests. The chosen formula was F5 since it demonstrated the fastest disintegration time (12.33 ± 0.58 seconds) and the highest amount of drug dissolved (98,47 ± 0,71 % within 3 minutes) during the dissolution. F5 also showed good stability during 6 weeks of storage at 30 ± 2˚C and 40 ± 2˚C. Thus, it can be concluded that the F5 fast disintegrating film obtained using the solvent casting method is the most promising fast disintegrating film"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Rizka Anjani
"Xenoprotein yang terkandung dalam medium ekspansi standar yang digunakan untuk kultur sel punca hematopoietik (SPH) CD34+ berisiko menyebabkan graft-versus-host disease pada pasien penerima cangkok SPH CD34+. Diperlukan suplementasi medium ekspansi xeno-free untuk menurunkan risiko graft-versus-host disease pada pasien penerima cangkok. Suplementasi medium kultur ekspansi menggunakan platelet-rich plasma (PRP) dan human serum albumin (HSA) yang keduanya berasal dari manusia diharapkan dapat menggantikan suplementasi xenoprotein dalam kultur. Platelet-rich plasma diketahui mampu meningkatkan laju proliferasi sel punca, sementara human serum albumin mampu mempertahankan kepuncaan sel punca lebih baik dari fetal bovine serum. Kombinasi PRP dan HSA sebagai suplementasi medium ekspansi diharapkan mampu meningkatkan proliferasi dan mempertahankan kepuncaan SPH CD34+. Pengaruh kombinasi PRP dan HSA, rasio optimal persentase gradien suplementasi PRP dan HSA, serta durasi optimal kultur yang mampu mendukung proliferasi dan mempertahankan sifat kepuncaan SPH CD34+ perlu diketahui. Jumlah sel hidup dihitung menggunakan metode eksklusi trypan blue untuk melihat kemampuan medium uji dalam mendukung proliferasi. Fenotipe SPH CD34+ dianalisis menggunakan flow cytometry untuk mengetahui kemampuan medium uji dalam mempertahankan kepuncaan. Kombinasi suplementasi PRP dan HSA mampu meningkatkan proliferasi dan mempertahankan kepuncaan hingga hari ke-7. Persentase gradien PRP : HSA terbaik merupakan 3 : 2 berdasarkan kemampuannya dalam meningkatkan proliferasi dan mempertahankan sifat kepuncaan SPH CD34+. Kombinasi PRP dan HSA memiliki efek positif terhadap kultur SPH CD34+

Xenoprotein contained in CD34+ hematopoietic stem cell standard culture expansion medium has the risk of causing graft-versus-host disease (GVHD) in recipient of CD34+ HSC graft. Xeno-free supplementation in expansion medium is required to reduce the risk of GVHD in graft recipient. Supplementation of expansion medium using platelet-rich plasma (PRP) and human serum albumin (HSA), both originate from humans, hopefully has the ability to replace xenoprotein supplementation in culture. Platelet-rich plasma is known to increase the rate of stem cell proliferation, while human serum albumin is able to maintain stem cell’s stemness better than fetal bovine serum. The combination of PRP and HSA as expansion medium supplementation is expected to increase proliferation and maintain the stemness of CD34+ HSC. The effect of PRP and HAS combination, the optimal ratio of the percentage gradient of PRP and HSA supplementation, as well as the optimal duration of culture that can support proliferation and maintain CD34+ HSC stemness are to be studied. Live cells were counted using the trypan blue exclusion method to see the ability of the test medium to support proliferation. CD34+ HSC phenotype was analyzed using flow cytometry to determine the ability of test medium to maintain stemness. Combination of PRP and HSA supplementation are able to increase proliferation and maintain peaks until the 7th day. The best PRP : HSA gradient percentage is 3 : 2 based on its ability to increase proliferation and maintain SPH CD34+ stem properties. PRP and HSA combination has positive effects on CD34+ HSC culture."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library