"Latar belakang. Pemeriksaan kecakapan kerja merupakan adalah pemeriksaan psikiatri forensik yang berperan penting dalam menjaga hak-hak orang dengan gangguan jiwa ataupun masalah kejiwaan atas penghidupan yang layak, tetapi juga memiliki tantangan medikolegal tersendiri yang menyebabkan psikiater kerap merasa tidak siap untuk melaksanakannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan psikiater untuk melaksanakan pemeriksaan psikiatri forensik untuk kecakapan kerja dan faktor yang berhubungan. Metode. Penelitian ini merupakan sebuah studi potong lintang dengan kuesioner daring yang menelaah tingkat kesiapan (self-efficacy) psikiater untuk melaksanakan pemeriksaan psikiatri forensik untuk kecakapan kerja. Pengambilan data dilakukan secara total sampling pada seluruh psikiater di Indonesia. Tingkat kesiapan diukur melalui 8 butir pernyataan yang dinilai pada skala 0 sampai 10, sedangkan faktor yang berhubungan terdiri dari faktor individual, fasilitas layanan kesehatan, dan regulasi. Hasil. Tingkat kesiapan psikiater untuk melaksanakan pemeriksaan psikiatri forensik untuk kecakapan kerja berada pada median skor 6 (rentang interkuartil 5—8). Faktor yang memiliki hubungan bermakna dengan tingkat kesiapan meliputi asal institusi pendidikan spesialis, pengalaman mengelola kasus selama pendidikan, persepsi kecukupan materi/pengalaman selama pendidikan, pengalaman praktik pemeriksaan kecakapan kerja, jenis fasilitas layanan kesehatan, ketersediaan dan keterlibatan langsung dalam layanan psikiatri forensik, ketersediaan dokter subspesialis psikiatri forensik, dokter subspesialis selain psikiatri forensik, dan psikolog klinis, serta ketersediaan instrumen pengukuran profil kecerdasan dan profil kepribadian, penetapan tim pemeriksan oleh pimpinan, ketersediaan prosedur operasional baku pemeriksaan, serta ketersediaan format baku surat persetujuan dan laporan hasil pemeriksaan. Pembahasan. Pengalaman psikiater melaksanakan pemeriksaan kecakapan kerja, di masa pendidikan ataupun setelahnya, masih sangat beragam, padahal pengalaman praktik menjadi salah satu faktor yang konsisten berhubungan dengan tingkat kesiapan. Psikiater memiliki tingkat kesiapan yang lebih baik jika memiliki sumber daya dan fasilitas yang meamdai, tetapi masih banyak psikiater yang bekerja tanpa sumber daya yang disyaratkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan. Temuan penelitian ini dapat menjadi masukan yang relevan bagi pengembangan pendidikan, pelayanan, dan penelitian psikiatri forensik di Indonesia.
Introduction. Fitness-to-work (FtW) assessment is an essential forensic psychiatric asssessment to protection the rights of persons with mental health issues to work and reasonable standards of living. However, the assessment comes with medicolegal risks which keeps psychiatrists from practicing it confidently. This study aims to examine psychiatrists’ self-efficacy in performing FtW assessment and related factors. Methods. This is a cross-sectional study using online questionnaire to examine psychiatrists’ self- efficacy in performing FtW assessment. Data was collected from a total sampling of psychiatrists in Indonesia. Self-efficacy was scored on a scale of 0 to 10, while related factors include individual, healthcare facility, and regulatory factors. Results. Psychiatrists’ self-efficacy in performing FtW assessment has a median of 6 (interquartile range 5—8). Significantly related factors were institution of psychiatric residency, experience of FtW assessment during residency, perception of adequate training, experiene of FtW assessment as a psychiatrist, type of healthcare facility, direct involvement in forensic psychiatry services, availability of forensic psychiatrists, other psychiatric subspecialists, clinical psychologists, intelligence and personality measurements, official appointment from facility leadership, standard operating procedure, and standard format for consent and report. Discussion. Psychiatrists’ experience in conducting FtW assessment vary widely, yet it is an important factor related to self-efficacy. Psychatrists show higher self-efficacy when equipped with adequate resources and facilities. However, many still work without such arrangement as regulated by the Ministry of Health Bylaw. The results of this research can be an important resource for advocacy to improve forensic psychiatry services, education, and research in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025