Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 66 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Andika
Abstrak :
Teknologi Bioremediasi merupakan teknologi yang belakangan ini digunakan sebagai cara altematif penanggulangan limbah I-lidrokarbon. Metode ini menggunakan mikroorganisme bakteri pemecah minyak seperti Rveudomanus aeruginosa untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon sehingga dapat mcmulihkan lingkungan, tanah dan air yang tercemar. Penelitian pengujian ketahanan dari bakteri Pseudomonas aeruginosa ini merupakan bagian dari penelitian Bioremediasi yang dilakukan di Departemen Teknik Gas dan Petrokimia. Penelitian ini dilakukan dalam kultur medium Nutrien Broth (NB) dengan menggunakan teknik pengguncangan. Proses tcrsebut berlangsung pada kondisi temperatur 35"C, kecepatan shaker 30 rpm dan tekanan I atm dengan variasi konsentrasi substrat iso-oktana yang cligunakan sebesar 800 ppm, 1600 ppm, 3200 ppm, 6400 ppm, dan 10000 ppm volum. Secara umum hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah dengan semakin tingginya konsentrasi kontaminan yang diberi kan pada sei (pada rentang substrat 800 ppm - 10000 ppm), maka semakin berkurangjumlah massa se! akhir yang dihasilkan dan laju pcrmmbuhan spesifik sel Pseudomonas aeruginosa berada pada laju yang hampir sama. Pertumbuhan terbaik sel dicapai pada konsentrasi 800 ppm dengan jurniah massa sel akhir sebesar 0.007079 gr/dmg-pada akhimya model pendekatan secara empiris terhadap laju pertumbuhan sel mcngikuti persamaan Ierusalimsky.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49420
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma
Abstrak :
Bioremediasi merupakan bagian dari bioteknologi lingjcungan yang memaufaatkan proses alami biodegradasi dengan menggunakan aktivitas mikroba yang dapat memulihkan lahan tanah, air, dan sedimen dad kontaminasi senyawa organik. Toluena merupakan salah satu hidrokarbon monoaromatik yang mencemari lingkungan,berSifatt0kSik dan sukar terdegradasi. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan uji proses biodegradasi dengan menggunakan bakteri Pseudomonas aeruginosa. Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan oleh laboratoriurn bioproses Departemen Teknik Gas dan Petrokimia. Proses degradasi toluena dilakukan pada kondisi temperatur tetap (29°C) dan kecepatan pengocokan sebesar 20 rpm. Medium yang digunakan adalah medium cair Locklzead and Chase (LC) dengan volume dan komposisi tetap. Variabel yang divariasikan adalah konscntrasi awal toluena yaitu pada 50 ppm, |00 ppm, 200 ppm, 500 ppm, 1000 ppm. Proses degradasi dilakukan selama 216 jam. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada rentang konsentrasi toluena hingga 1000 ppm masih mampu didegradasi oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa. Keta.ha.na.n terbaik bakteri Pseudomonas aeruginosa dalam rnendegradasi toluena pada kondisi tersebut adalah pada konsenlrasi 1000 ppm yang memiliki persentase degradasi lebih besar dari konsentrasi lainnya.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S49462
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Althea Buntaro
Abstrak :
Pseudomonas sp. SM 1_7 merupakan isolat bakteri Gram-negatif aerob hidrokarbonoklastik yang dapat mendegradasi senyawa naftalena pada sampel cair. Isolat Pseudomonas sp. SM 1_7 yang ditumbuhkan dalam medium Bushnell-Haas dengan penambahan ko-substrat glukosa 0,5% (b/v) dan naftalena 0,02% (b/v). Pengukuran pertumbuhan dilakukan dengan metode angka lempeng total dan pengukuran absorbansi suspensi sel menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada periode inkubasi 0 jam, 24 jam, dan 48 jam. Hasil pengukuran pertumbuhan Pseudomonas sp. SM 1_7 10% (v/v) pada medium Bushnell-Haas + naftalena 0,02% (b/v) + glukosa (0,5%) menunjukkan batch 1 mengalami kenaikan angka lempeng total dari 6,50 x 109 CFU/mL menjadi 4,26 x 1010 CFU/mL, batch 2 kenaikan angka lempeng total dari 3,94 x 109 CFU/mL menjadi 3,10 x 1010 CFU/mL, batch 3 mengalami kenaikan angka lempeng total dari 5,99 x 109 CFU/mL menjadi 3,39 x 1010 CFU/mL, kemudian mengalami penurunan angka lempeng total menjadi 1,99 x 1010 CFU/mL. Hasil analisis HPLC menunjukkan pengurangan konsentrasi naftalena sebesar 38,65% pada periode inkubasi 48 jam. ...... Pseudomonas sp. SM 1_7 is a Gram-negative aerobic hydrocarbonoclastic bacterial isolate renowned for the ability of hydrocarbon degradation in liquid samples. Pseudomonas sp. SM 1_7 is grown in Bushnell-Haas media with the addition of 0.02% naphthalene (w/v) and 0.5% glucose (w/v) as co-substrate. Enumeration of cells was carried out using the total plate count method simultaneously with the measurement of suspended cell absorbance in the media, using UV-Vis spectrophotometry at the 0, 24, and 48 hours incubation period. The results showed that the number of bacteria increased from 6.50 x 109 CFU/mL to 4.26 x 1010 CFU/mL in the first batch, 3.94 x 109 CFU/mL to 3.10 x 1010 CFU/mL in the second batch, and 5.99 x 109 CFU/mL to 3.39 x 1010 CFU/mL and then into 1.99 x 1010 in the third batch. The concentration of naphthalene in the medium after 48 hours decreased by 38.65%. Pseudomonas sp. SM 1_7 has the capability to degrade naphthalene.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nuraini
Abstrak :
Pada beberapa daerah didunia, Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen yang dominan terutama dilingkungan rumah sakit. Meropenem merupakan antibiotik golongan karbapenem yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa. Seiring penggunaan meropenem sebagai terapi menyebabkan munculnya Pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap meropenem. Liposom, sebagai karier pengantaran obat telah terbukti sukses meningkatkan aktivitas antibakteri banyak senyawa obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek enkapsulasi liposom terhadap aktivitas antibakteri meropenem pada Pseudomonas aeruginosa dan Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hidrasi lapis tipis untuk enkapsulasi liposom meropenem dan metode dilusi cair untuk penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum (KHM) larutan meropenem terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 adalah 3,91 ppm dan terhadap Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa adalah 250 ppm. Konsentrasi bunuh minimum (KBM) larutan meropenem terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 adalah 3,91 ppm dan terhadap Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa adalah 250 ppm sedangkan konsentrasi bunuh minimum suspensi liposom meropenem terhadap Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 adalah 7,81 ppm dan terhadap Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa adalah 500 ppm. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa enkapsulasi liposom menurunkan aktivitas antibakteri meropenem terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 dan Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa. ......In some areas in the world, Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa is the predominant pathogen in the environment, especially hospitals. Meropenem is an antibiotic belonging to the carbapenem class that has antibacterial activity against Pseudomonas aeruginosa. Concomitant use of meropenem in the treatment led to the emergence of Pseudomonas aeruginosa resistant to meropenem. Liposome, as a carrier for drug delivery system, have been successfully improve the activity of many antibacteria compound. The purpose of this research is to determine the effect of liposome encapsulation on antibacterial activity of meropenem against Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa and Pseudomonas aeruginosa. The method used in this research is thin layer hydration method for liposome encapsulation meropenem and liquid dilution method for determination of minimum inhibitory concentration (MIC). The result of this research shown that the minimum inhibitory concentration (MIC) for meropenem solution against Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 is 3,91 and 250 ppm when against Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa. Minimum bactericidal concentration (MBC) for meropenem solution against Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 is 3,91 ppm and when against Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa is 250 ppm while the minimum bactericidal concentration for meropenem liposomal suspension against Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 is 7,81 ppm and when against Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa is 500 ppm. Thus, the conclusion that can be drawn is liposome encapsulation decrease antibacterial activity of meropenem against Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 and Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kahlil Gibran
Abstrak :
Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri Gram negatif penyebab berbagai infeksi oportunistik dan nosokomial. Bakteri ini tidak peka terhadap berbagai golongan antibiotik sehingga menjadi kendala utama dalam penanganan infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pola kepekaan Pseudomonas aeruginosa terhadap beberapa golongan antibiotik. Desain penelitian bersifat cross-sectional dengan analisis data sekunder dari isolat Pseudomonas aeruginosa yang terdapat di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI dari tahun pertengahan 2013-2019. Dari 396 sampel yang didapat, Pseudomonas aeruginosa mengalami perubahan tingkat kepekaan terhadap 37 antibiotik yang diiuji dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil evaluasi diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat kepekaan tertinggi terdapat pada antibiotik golongan polimiksin. Adapun tingkat kepekaan yang rendah terdapat pada antibiotik ampicillin, ampicillin/sulbactam, amoxicillin, amoxicillin/a.clavulanat, cefazolin, cefoxitin, cefuroxime, cefotiam, cefotaxime, cotrimoxazole, chloramphenicol, dan nitrofurantoin. Kedepannya, penelitian mengenai evaluasi pola kepekaan antibiotik perlu dilakukan secara kontinyu agar mendapatkan pola terapi yang sesuai. ......Pseudomonas aeruginosa is a Gram-negative bacterium that causes a variety of opportunistic and nosocomial infections. These bacteria are not sensitive to various classes of antibiotics so they become a major problem in infection management. This study aims to establish a pattern of Pseudomonas aeruginosa sensitivity to several antibiotic classes. The research design was cross-sectional with secondary data analysis of Pseudomonas aeruginosa isolates in the Clinical Microbiology Laboratory of the Faculty of Medicine UI from mid-2013-2019. Of the 396 samples obtained, Pseudomonas aeruginosa experienced changes in the level of sensitivity to 37 antibiotics tested from year to year. Based on the results of the evaluation above, it can be said that the highest level of sensitivity is in the polymyxin group antibiotics. The low level of sensitivity is found in the antibiotics ampicillin, ampicillin/sulbactam, amoxicillin, amoxicillin/clavulanic acid, cefazolin, cefoxitin, cefuroxime, cefotiam, cefotaxime, cotrimoxazole, chloramphenicol, and nitrofurantoin. In the future, research to evaluate the pattern of antibiotic sensitivity needs to be carried out continuously in order to obtain the appropriate therapy pattern.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky
Abstrak :
Penelitian ini mernbahas pengaruh sonikasi pada dua frekuensi gelombang suara audiosonik, yaitu 7 kHz dan 17 kHz, terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa yang dikultur dalam medium Bovine Heart Infusion (BHI) dan Plate Count Agar (PCA). Bakteri yang sudah terpapar gelombang suara dikultur dalam agar nutrisi dan diinkubasi selarna 24 jam. Kemudian pertumbuhan koloni dihitung menggunakan colony counter. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan koloni P.aeruginosa dipengaruhi gelombang suara pada frekuensi berbeda setelah dibandingkan dengan kontrol. Semakin tinggi frekuensi suara, semakin kuat efek inhibisi terhadap pertumbuhan, dengan efek inhibisi frekuensi 17 kHz sebesar 24,16% dan frekuensi 7 kHz sebesar 11,52%. ......This research discusses the effect of sonication using two different frequencies, 7 and 17 kHz, on the growth of Pseudomonas aeruginosa which was cultured in Bovine Heart Infusion (BHI) medium and Plate Count Agar (PCA). After exposure, bacteria was recultured in nutrient agar and incubated for 24 hours. Then the growth of bacteria colonies was measured using colony counter. The result showed that different sound frequencies have effects on the growth of P. aeruginosa. Higher sound frequency at 17 kHz had stronger growth inhibition by 24.16% as compared to control group, while sound frequency at 7 kHz only showed 11.52% growth inhibition.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Irma Dewi K
Abstrak :
ABSTRAK
Endoftalmitis merupakan kegawatdaruratan dibidang mata yang bila tidak ditangani cepat akan mengalami penurunan tajam penglihatan bahkan kebutaan. Fasilitas vitrektomi sebagai terapi baku emas jarang tersedia di RS begitupula antibiotika (seftazidim) intra vitreal belum tersedia secara komersil dengan dosis yang sesuai, sehingga perlu diracik dan dapat berisiko meningkatkan kontaminasi atau kesalahan pengenceran. Tujuan mencari alternatif antibiotika intra vitreal untuk pengobatan endoftalmitis akibat Pseudomonas aeruginosa. Metode menggunakan dua belas kelinci New Zealand White terbagi dua kelompok (n=6). Dibentuk endophthalmitis dengan injeksi intra vitreal P. aeruginosa 2x105 CFU/0,1mL. Kelompok A mendapat intra vitreal levofloksasin 0,5% 0,1mL dan kelompok B mendapat intra vitreal seftazidim 2,25 mg/0,1 mL setelah 24 jam inokulasi bakteri. Penilaian klinis dilakukan hari ke-1 hingga ke-6. Pada hari ke-6 dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan histopatologik. Hasil selisih skor klinis hari ke-1 dan 6 kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Terdapat 2 kelinci mengalami perbaikan di kelompok levofloksasin namun secara statistik tidak bermakna. Penghitungan jumlah bakteri memberikan hasil kelompok A dan kelompok B mengalami penurunan menjadi 1,5x102 (4x101-7,3x103) CFU/0,1mL dengan hasil yang tidak berbeda bermakna begitu pula dengan skor pemeriksaan histopatologik. Kesimpulan yang didapatkan injeksi intra vitreal tetes mata levofloksasin 0,5% 0,1mL sama efektif dengan seftazidim dan dapat dijadikan alternatif dalam terapi endoftalmitis akibat P. aeruginosa.
ABSTRACT
Aim to find and evaluate intravitreal 0.5% levofloxacin as an alternative treatment for Pseudomonas aeruginosa endophthalmitis in an experimental model. Method: Twelve New Zealand White rabbits were divided into two groups (n = 6 in each). The right eye was inoculated with 2x105 CFU / 0,1mL of Pseudomonas aeruginosa suspension. Group A treated with intravitreal 0.5% levofloxacin and group B received intravitreal injection of 2.25 mg / 0.1 mL ceftazidime. The clinical evaluations of the eyes in each group were performed on the 1st day until the 6th day after inoculation. Microbiological and histopathological examination was evaluated on 6th day. Results: The mean clinical assessment scores in both groups were similar at 24 hours after inoculation (p> 0.05). Clinical score at day 1 and day 6 do not show any significant difference. Two rabbits experienced improvement in the levofloxacin group but there was no statistically significant difference. The number of microbiological bacteria results in group A and group B were decreased, but microbiological analysis and histopathological scoring demonstrated no statistically significant difference between 2 groups. Conclusion: intra vitreal 0,5% levofloxacin ophthalmic appeared to be effective in the treatment of Pseudomonas aeruginosa endophthalmitis in rabbits, but was not superior to intravitreal ceftazidime administration. Therefore, intravitreal 0,5% levofloxacin may be a useful alternative to ceftazidime for Pseudomonas aeruginosa endophthalmitis.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Lilian
Abstrak :
Ruang lingkup dan Cara penelitian: EPA adalah fenomena bertahannya efek hambatan pertumbuhan kuman oleh pemberian antibiotik tertentu dan setelah kadarnya turun hingga di bawah KHM nya. EPA memberikan implikasi terhadap rejimen dosis, di mana antibiotik yang mempunyai EPA yang panjang, frekuensi pemberian dosis dapat diturunkan tanpa mengurangi efektivitasnya. Salah satu antibiotik yang diketahui menginduksi EPA adalah Siprofloksasin. Penelitian EPA siprofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa secara in vivo khususnya di Indonesia belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan menentukan lamanya EPA siprofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa secara in vivo dengan metode infeksi paha mencit netropenik. Penelitian dilakukan pada 2 kelompok mencit. Tiap kelompok terdiri dari 20 ekor. Kelompok pertama kelompok uji, yaitu kelompok yang diinfeksi dengan suatu isolat kuman Pseudomonas aeruginosa kemudian diberi siprofloksasin. Kelompok kedua kelompok kontrol yaitu kelompok yang diinfeksi tetapi tidak diberi mg/kg BB SK, dan kelompok kontrol diberikan suntikan 0,1 ml NaCl 0,9% SK. Untuk mengukur kinetika pertumbuhan kuman selanjutnya, maka dilakukan penghitungan jumlah koloni kuman pada sampel otot paha. Sampel otot diambil sbb: Pada kelompok uji pada jam ke 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 18 setelah suntikan antibiotik, dan kelompok kontrol pada jam ke 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 setelah suntikan NaCl 0,9%. KHM siprofloksasin untuk kuman Pseudornonas aeruginosa ditentukan berdasarkan metode NCCLS dan penentuan farmakokinetik siprofloksasin dilakukan dengan pengukuran kadarnya di dalam darah pada merit ke 15, 30, 60, 120, 240, dan 300 setelah suntikan siprofloksasin. Hasil dan kesimpulan: siprofloksasin 2,53 µg/ml dicapai pada 28,67 menit (Tm) setelah suntikan SK. Lamanya kadar diatas KHM (M) adalah 190,85 menit. KHM siprofloksasin untuk kuman Pseudornonas aeruginosa adalah 0,4 µg/ml. Waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah unit koloni kuman sebesar 1 log 10 di atas jumlah pada saat kadar obat di bawah KHM pada kelompok uji (T) adalah 385,15 menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah unit koloni kuman sebesar 1 log 10 di atas jumlah pada saat suntikan NaCl 0,9% pada kelompok kontrol (C) adalah 72 menit. Dengan demikian berdasarkan persamaan EPA = T - C - M, maka EPA siprofloksasin pada isolat klinik kuman Pseudomonas aeruginosa dari RS. Cipto Mangunkusumo tersebut adalah 122,30 menit.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T1060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudiyono W.S.
Abstrak :
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian aktivitas antibakteri dan lendir bekicot (achatina fulica fer.) terhadap kuman StaphyLococcus aureus ATCC 2592.3 dan Pseudorrzon.as aertlei.n.osa ATCC 27853 dengan menggunakan metode difusi cara silinder. Dalam penelitian ini digunakan lendir bekicot yang segar, dengan ukuran cangkang antara 5-6 cm dan dengan berat badan antara 19-27 gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lendir bekicot (achatina fulica fer.) menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap kuman Pseudorronas czerugnosa ATCC 27853 tetapi tidak terhadap kuman Staphylococcus aureus ATCC 25923.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>