Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Poppy Trisnawati E.S.
Abstrak :
Dalam pembangunan memasuki era industrialisasi akan menyebabkan timbulnya masalah ketenaga kerjaan, termasuk dampaknya terhadap kesehatan para pekerja. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dipikirkan adanya suatu sistem informasi kesehatan, dalam hal ini sistem informasi kesehatan kerja yang dapat menunjang hal tersebut diatas. Sebagai contoh dipilih Pertamina, suatu BUMN yang dinyatakan sehat dan telah lama menerapkan sistem informasi kesehatan kerja dilingkungannya. Studi ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran sistem informasi pelayanan kesehatan kerja di Pertamina, bagaimana susunan organisasinya, pencatatan dan pengolahan data dan masalah yang timbul sehubungan dengan kegiatan ini. Juga dilihat bagaimana penggunaan informasi yang tersedia di SIK kerjanya sehubungan dengan fungsi manajemen dan program kesehatan keqia di Pertamina. Dengan menggunakan rancangan yang bersifat observasional, dengan pendekatan kualitatif studi ini mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer didapat dari informan( 10 orang ), direkam dalam tape recorder, dan setelah ditulis dikonfirmasikan kembali ke informan tersebut. Data sekunder dikumpulkan dari arsip yang ada di Dinas Kesehatan Pertamina. Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa informasi yang dibutuhkan pada umumnya tersedia di SIK, kecuali informasi tentang program promotif yang sebagian besar tersedia pada sistem informasi kesehatan yang lain. Dalam hubungannya dengan fungsi manajemen, untuk fungsi perencanaan dari laporan yang tersedia 40 % digunakan; sedangkan untuk fungsi penggerakan pelaksanaan 83 % digunakan dari SIK yang ada Sehubungan dengan fungsi pengawasan, pengendalian dan evaluasi , 52, 63 % informasi didapat dari SIK yang ada. Dalam hubungannya dengan program kesehatan kerja, dapat dijabarkan sebagai berikut :
- Program promotif : informasi yang torsedia dalam SIK kerja belum dapat memberikan gambaran yang menyeluruh.
- Program preventif : informasi yang tersedia dalam SIK kerja hanya memberikan gambaran sebagian dari program preventit] tctapi tersedia di SIK yang lain.
- Program kuratif dan Rehabilitatif : informasi yang dapat diperoleh dari SIK yang tersedia cukup lengkap dan rinci, karena pada dasarnya banyak program kesehatan kerja di Pertamina yang bersifat kuratif. Dari penelitian ini diharapkan dapat diambil sebagai contoh untuk mengembangkan suatu sistem informasi kesehatan kerja di Departemen Kesehatan. ...... During industrialization era, man power problem will emerge, including its effect on the health of the workers. To anticipate that problem, a health information system has to be developed, in this case on the occupational health infomation system Pertamina has been chosen as a case, for it is agovemment owned company that has been declared as healthy and which has applied occupational health infomation system in its environment for a long time. The aim of this study was to describe the occupational health service information system in Penamina, its organization, data recording and management, and problem which arise from this activities. This study described also how the information from the system are used in relation with the management function and occupational health program in Pertamina. This was an obsetvational study, with qualitative approach, which collected primary and secondary data. Primary data were given by informer, recorded with tape recorder, then writen and confirmed by the informer. Secondary data were gathered from the archives ofthe Pertamina's Health Department. This study revealed that the information needed generally were already existed in the occupational health information system, with the exception ofthe information of promotive program. The laster could be found in other health information system. In its relation with management function, for planning function, 40 % ofthe report were used, while for organizing 83 % of the data were used For monitoring, controlling and evaluation, 52.63 % of informations were acquired from the occupational health system. In its relation with occupational health program, it could be stated as follows:
- Promotive program : information from the occupational health system could not yet give an over all picture.
- Preventive program : information nom the system could only give apartial picture ofthe preventive program. However other information could be found in another health information system
- Curative and rehabilitative program : complete and detailed information could be found in the system, for most of the occupational health program in Pertamina in reality are curative. It is hoped that this study could be used as an example to develope an occupational health information system in the Department of Health.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tugiyo
Abstrak :
Pengaruh pemaparan pestisida terhadap pemakai pestisida dapat diketahui secara dini dengan cara mengukur aktivitas kolinesterase darah pemakai pestisida tersebut. Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang berkurang karena adanya pestisida dalam darah yang membentuk senyawa kolinesterase fosfor sehingga enzim tersebut tidak berfungsi lagi, yang mengakibatkan aktivitasnya akan berkurang. Berdasarkan hasil pemeriksaan darah (aktivitas enzim kolinesterase) tenaga kerja perusahaan pengendalian hama di DKI Jakarta oleh Balai Laboratorium Kesehatan DKI Jakarta selama dua tahun berturut-turut (1998-1999) diperoleh data sebagai berikut : tahun 1998, dan 1213 orang yang diperiksa, 100 orang (8,2%) dinyatakan kadar kolinesterase di bawah normal dan pada tahun 1999, dari 1001 orang yang diperiksa, 57 orang (5,7%) dinyatakan kadar kolinesterase di bawah normal. Masalah yang diteliti dibatasi hanya pada faktor-faktor penyebab terjadinya keracunan pestisida pada tenaga kerja penyemprot di perusahaan pengendalian hama di wilayah DK Jakarta. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara penggunaan alat pelindung diri secara baik dan benar, lamanya pemaparan (jam kerja), dan status gizi (Body Mass Index = BMI) pekerja dengan risiko terjadinya keracunan pestisida, seta mengetahui faktor manakah yang paling dominan terhadap terjadinya keracunan pestisida pada tenaga kerja. Penelitian menggunakan metode Cross sectional study, analisis data menggunakan Chi-Square dan Regresi Logistik. Penelitian dilakukan di 18 perusahaan pengendalian hama dengan 44 orang responden (penyemprot). Data diperoleh melalui wawancara, peninjauan lapangan, dan penelusuran data hasil pemeriksaan aktivitas kolinesterase darah pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan alat pelindung diri, lamanya pemaparan (jam kerja), dan status gizi dengan terjadinya keracunan pestisida pada tenaga kerja. Artinya bahwa tenaga penyemprot yang menggunakan alat pelindung diri tidak lengkap mempunyai risiko keracunan pestisida lebih besar dibanding dengan tenaga penyemprot yang menggunakan alat pelindung diri secara lengkap; tenaga penyemprot yang mempunyai jam kerja (terpapar) lebih dari 5 jam mempunyai risiko keracunan pestisida lebih besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai jam kerja kurang dan 5 jam; tenaga keja yang mempunyai status gizi (BMI) kurang dan 21 mempunyai risiko keracunan lebih besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai status gizi (BMI) lebih dari 21. Faktor paling dominan di antara ketiga penyebab keracunan pestisida pada penyemprot adalah penggunaan alat pelindung diri, artinya penggunaan alat pelindung diri secara lengkap dapat melindungi tenaga penyemprot terhadap keracunan pestisida. Kesimpulan penelitian ini adalah : (1) Jumlah tenaga penyemprot yang keracunan pestisida karena menggunakan alat pelindung diri (APD) tidak lengkap (70,8%) lebih besar daripada tenaga penyemprot yang menggunakan APD secara lengkap (20,0%), dengan odds rasio 9,71; (2) Jumlah tenaga penyemprot yang keracunan pesitisida karena jam kerja lebih dari 5 jam per hari (73,3%) lebih besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai jam kerja kurang dari 5 jam per hari (34,5%), dengan odds rasio 5,22; (3) Tenagapenyemprot dengan BMI kurang dari 21 mengalami keracunan pestisida (66,7%) lebih besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai BMI kurang dari 21 (34,6%), dengan odds rasio 3,36. Saran yang diajukan : (1) Perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan kepada para tenaga penyemprot, khususnya mengenai penggunaan alat pelindung diri, baik oleh pihak perusahaan pengendalian hama maupun Dinas Kesehatan DKI Jakarta; (2) Bagi perusahaan pengendalian hama yang mempekerjakan tenaga penyemprotnya lebih dari 5 jam per hari, disarankan agar mematuhi peraturan jam kerja yang berlaku; (3) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas kolinesterase untuk penetapan standar keracunan pestisida dalam suatu peraturan perundang-undangan. SUMMARY Program of Study in Environmental Science Postgraduate Program University of Indonesia Thesis, August 2003 xv + 52; Illustration: 1 picture, 8 tables, and 8 appendices.
Pesticide Intoxication of Workers Employed in the Pest Control Companies in JakartaPesticide intoxication of workers can be identified by measuring of the blood cholinesterase activity. Blood cholinesterase activity of workers as an indicator of the indicator showed in this study. The results of cholinesterase examined by the Jakarta Health Laboratory on the two consecutive years shown as: in 1998, 100 were out of 1213 workers (8,2%) showed the results of blood cholinesterase value were lower than normal (value 2,3-7,4). In 1999, 57 workers (5,7%) out of 1001, showed the results were lower than normal. This study was carried out to identify the relationship between those with protective clothing, duration of exposure and nutritional status of workers employed in the 18 pest control companies. Using a cross section study method and chi-square, logistic regression analysis with selected sample of 44 workers and questionnaire admitted from the field. The results showed that there is a significant relationship between those whose use protective devices (such as clothing, mask, glove, safety shoes), duration of exposure, nutritional of status with who are not used. Its mean workers who are not used those mentioned above will have more risk. Workers, who work more than 5 hours per day and those who have body mass index of 21 scales, will have high risk. The most dominant factor causing intoxication of this study was the use of protective devices. The conclusion is : (1) The workers who have of workers pesticide intoxication and not using completely protective devices is (70,8%), more than on those who used it (20,0%); (2) Workers who have more than 5 hours every day duration of exposure is (73,3%); (3) Nutritional of status less than 21 scale of Body Mass Index with intoxication of (66,7%).
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library