Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Raymond A.I.
"Penelitian ini berangkat dari fenomena pelacuran anak yang makin merebak di Indonesia. Anak-anak, terutama anak perempuan, dijadikan komoditi oleh pihak-pihak tertentu untuk dimobilisasi ke sejumlah daerah untuk menjadi pekerja seks. Anak-anak ini, yang dalam batasan Konvensi Hak Anak berusia sampai 18 tahun, sering dipandang sebagai tidak berdaya untuk menolak atau menghindar dari kondisi yang menyebabkan mereka bekerja di sektor prostitusi. Oleh karena itu, alih-alih disebut sebagai pelacur anak, banyak kalangan yang lebih menerima mereka disebut sebagai anak yang dilacurkan (Ayla).
Salah satu lokasi tujuan dan tempat berpraktik Ayla adalah di daerah Prumpung, Jatinegara. Di tempat ini, Ayla tinggal dan bekerja di tengah-tengah komunitasnya. Komunitas Ayla yang dimaksud adalah terdiri dari mucikari (disebut bos), pelanggan, masyarakat sekitar, petugas tramtib, dan pekerja LSM.
Masalah dalam penelitian ini muncul ketika diketahui bahwa walaupun sudah banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintah maupun elemen masyarakat untuk mengentaskan kondisi Ayla, tetapi tetap saja banyak di antara mereka yang tetap berprofesi sebagai pekerja seks. Diduga, interaksi Ayla dengan anggota komunitasnya yang lain telah turut menciptakan kondisi yang menjebak Ayla untuk tetap berada pada posisinya sebagai pekerja seks anak.
Berbagai penelitian sebelumnya tentang prostitusi menggambarkan bahwa prostitusi adalah hasil kaitmengkait antara tersedianya komoditas (yaitu anak-anak perempuan yang berasal dari keluarga miskin), adanya jalur distribusi yang lancar, dan selalu ada pasar yang berminat. Penggambaran ini membuka pertanyaan lebih lanjut, apakah memang fenomena prostitusi hanya berkaitan dengan struktur tertentu, atau juga ada peran keagenan manusia sebagai aktor sosial.
Perspektif teoritis yang mempengaruhi cara memandang dan menganalisis masalah dalam penelitian ini adalah teori strukturasi dari Giddens. Dalam teori ini, struktur dan keagenan manusia dipandang sebagai dualitas. Struktur dan agen selalu berdialektika, sehingga struktur hanya nyata ketika dipraktikkan (dalam dan melalui aktivitas agen manusia), dan sebaliknya, keagenan dimungkinkan karena adanya struktur. Dalam teori ini, yang menjadi titik perhatian adalah praktik sosial yang dilakukan berulang-ulang melintasi ruang dan waktu. Struktur sendiri adalah properti dari sistem sosial yang merupakan media sekaligus hasil dari praktik sosial. Di dalam dan melalui praktik sosial, struktur bergerak secara dinamis dan sinambung, serta tergantung dari aktivitas dari aktor-aktor sosial.
Melalui perspektif seperti ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena anak yang dilacurkan diproduksi dan direproduksi oleh suatu sistem sosial tertentu. Prostitusi anak muncul dan dilanggengkan di dalam sistem sosial yang menunjukkan ciri-ciri strukturalnya. Ciri-ciri struktural tersebut adalah: (1) penguasaan pihak-pihak tertentu pada sumber daya material maupun otoritas, menyebabkan (2) pihak-pihak itu lebih berkuasa untuk membuat norma, serta memastikan bahwa Ayla akan mentaatinya, serta (3) lebih berkuasa untuk menciptakan makna bagi Ayla. Pihak-pihak yang disebut di sini adalah para aktor sosial selain Ayla seperti loos, pelanggan, petugas tramtib, masyarakat sekitar, pekerja LSM, dan orang tua Ayla sendiri.
Ciri-ciri struktural dalam sistem sosial seperti ini menggambarkan bahwa terdapat relasi kekuasaan yang timpang antara berbagai pihak dan Ayla. Struktur signifikasi dan dominasi tidak berpihak pada Ayla dan justru makin memantapkan posisinya sebagai pekerja seks. Tetapi Ayla sebagai aktor sosial bukannya tidak memiliki kekuasaan apapun. Dengan kapasitas yang mereka miliki, Ayla telah mencoba untuk terus menegosiasikan posisinya di tengah masyarakat, terutama pada tataran makna. Hal ini menunjukkan bahwa setiap aktor sosial, signifikan atau tidak, memiliki kapasitas individual atau kolektif untuk mempengaruhi interaksinya dengan pihak lain sehingga berdampak pada pergerakan struktur."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13747
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Sukmariana
"Stigma yang melekat pada perempuan pekerja seks dan perempuan yang dilacurkan tidak lepas dari norma yang ada di masyarakat patrarki yang menggunakan seksualitas sebagai alat dominasi dan kapitalisme yang seringkali mendorong perempuan pada prostitusi maupun menjadi korban trafficking Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan resistensi melawan stigma yang dilakukan melalui organisasi. Terdapat 3 (tiga) organisasi yang dijadikan studi kasus: OPSI, KPI, dan Yayasan Bandungwangi. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi partisipan, dan studi dokumen. Teori feminis radikal dan feminis posmodern digunakan, dengan analisis feminis naratif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekerasan dan stigma yang dialami pekerja seks menghasilkan upaya resistensi kolektif yang didasari atas kesadaran akan viktimisasi yang terjadi, hak asasi manusia, dan kesehatan reproduksi. Tiap organisasi yang hadir menjawab kebutuhan yang berbeda dari tiap kelompok perempuan pekerja seks dan pedila, dan didasari oleh perspektif terhadap prostitusi dan sex work yang berbeda. Bentuk resistensi organisasi tidak hanya didasari oleh perspektif yang mendasari, namun juga sumber daya dan jangkauan organisasi. Resistensi ini berdampak pada penyusunan kebijakan yang memihak, akses pelayanan kesehatan dan administratif, pendampingan hukum, dan pada stigma diri. Dengan demikian, perempuan pekerja seks dan pedila membangun kesadaran dan mengambilalih agensi diri sebagai kelompok terpenting dalam diskursus tentang prostitusi.

Stigma forced upon female sex workers and the prostituted came from patriarchal societal norms that uses sexuality to dominate women and capitalism that often pushes women into prostitution and trafficking victims. This thesis aims to elaborate on their resistance to stigma through sex worker’s organization and prostitute-serving organization. 3 (three) organizations are studied: OPSI, KPI, and Yayasan Bandungwangi. This research uses in-depth interview, participatory observation, and document studies to gain relevant data. The radical and postmodern feminist theories are used along with a feminist narrative descriptive analysis technique. Results show that violence experienced by female sex workers and the prostituted resulted in resistance efforts, one of them is to organize, pushed by the consciousness of their victimization, human rights, and reproductive health. Each organizations address the different needs of different groups of female sex workers and the prostituted, based on their different perspectives on prostitution and sex work. Resistance strategies chosen are closely linked organization’s resources and reach. Resistance efforts have impacted regulations, healthcare and administrative services access, legal assistance, and self-stigma amongst sex workers and the prostituted. Therefore, female sex workers and the prostituted built their conscience and reclaimed their agency as the most integral group of prostitution discourse. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dita Tri Buana Tunggal Dewi
"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan pengalaman kekerasan perempuan yang dilacurkan sebagai korban kekerasan negara yang direpresentasikan melalui aparat penertiban. Penelitian ini dilihat dalam tinjauan kriminologi dengan menggunakan perspektif gender dalam menjelaskan kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan yang dialami oleh perempuan yang dilacurkan, bentuk kekerasan, reaksi, dan dampak mereka terhadap kekerasan yang dialami perempuan yang dilacurkan. Dalam menganalisa digunakan Dalam menganalisa digunakan perspektif feminis yang mana dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk kajian kriminologi, berkontribusi dalam memperjuangkan hak-hak serta keadilan untuk perempuan.
Tipe Penelitian ini adalah penelitian lapangan. Sedangkan untuk pendekatan penelitiannya adalah kualitatif yang menggunakan perspektif gender dalam memperoleh data dan informasi mengenai perempuan. Peneliti telah melakukan wawancara 3 orang perempuan sebagai subyek inti. Hasil penelitian menemukan bahwa perempuan yang dilacurkan mengalami kekerasan yang sangat erat dengan victim blaming dari stigma yang mendiskriminasikan mereka. Penelitian ini merekomendasikan kepedulian sosial dari masyarakat maupun pemerintah mengenai hak-hak asasi perempuan yang dilacurkan.

This research is aimed to see the violence experienced of women which is involved in prostituted women as state violenced. This research is seen from criminology and gender overview to see violenced of women. The study also describe violence factors, violence forms, reaction, and impact with their violences. In analyzing the data the researcher uses feminist perspective which have contribution to defend rights and justice for women.
This research method appertain into field research. While the research approach is qualitative which use feminist perspective to collect data and information about women. Researcher have conducted interviews 3 woman as the core subjects. This result find women prostituted got victim-blaming from stigma which is discriminated them. This result recommended social cares from society and goverment about prostituted women rights.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bagong Suyanto
"Studi ini mencoba mengkaji dan memahami eksploitasi yang dialami anak-anak perempuan yang dilacurkan di industri seksual komersial dari perspektif teori kritis. Penelitian dilakukan di Kota Surabaya dan di daerah wisata Tretes, Kabupaten Pasuruan. Secara keseluruhan, dalam penelitian ini telah dilakukan wawancara yang mendalam terhadap 45 informan, yakni anak-anak perempuan yang dilacurkan, mantan anak yang dilacurkan, germo, mucikari dan lelaki pelanggan prostitusi. Studi ini menemukan bahwa pelacuran terjadi bukan saja akibat tekanan kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan tidak dimilikinya akses yang memadai ke dunia pasar kerja, keterlibatan dan terjerumusnya anak-anak perempuan dalam industri seksual komersial juga terjadi karena perkembangan gaya hidup dan akibat dari terjadinya tindakan kekerasan terhadap anak perempun. Sebagai anak yang mengalami proses komodifikasi dalam industri seksual komersial, anak-anak perempuan yang dilacurkan umumnya mengalami proses eksploitasi dan alienasi sosial.

This study attempts to assess and understand the exploitations of girls who are forced into prostitution in the sex industry through critical theory perspective. The study was conducted in Surabaya and in a touristic area Tretes, Pasuruan. Overall, the in-depth interviews were conducted to 45 informants, girls who are forced into prostitution, former young prostitutes, pimps, and also male customers. The study found that it takes more than just pressures of poverty, lack of education, and inadequate access to the labor market for young girls to be involved in the prostitution. In fact, their involvements is the impact of the life style and permissive behavior in dating, victims of dating rape, child abuse, broken home family, as well as victims of fraudulent practices and mode of recruitments that related to the increased market demand for new and young prostitutes, and also the peer groups? influences which offer shortcuts to overcome problems and life pressures. As children who experienced commodifications in the commercial sex industry, the girls who are forced into prostitution generally undergo exploitation and social alienation process."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library