Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Selvi Nafisa Shahab
"Kelahiran preterm merupakan penyebab tertinggi kematian pada bayi. Angka preterm di negara berkembang masih tinggi dan terus meningkat. Oleh sebab itu, dibutuhkan penelitian untuk mengetahui prevalensi kelahiran preterm di Indonesia beserta anemia pada ibu sebagai salah satu faktor risiko. Desain penelitian ini adalah potong lintang menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis ibu yang melahirkan di RSCM tahun 2011. Data diambil dengan jumlah sampel 2.184 ibu dan diuji dengan uji kai-kuadrat untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan kelahiran preterm dan anemia pada ibu.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia pada ibu melahirkan di RSCM tahun 2011 adalah 29,1% dan prevalensi kelahiran preterm di RSCM tahun 2011 adalah 26,9%. Pada uji kai-kuadrat, didapatkan terdapat perbedaan bermakna (nilai p<0,001) antara kelahiran preterm dengan anemia pada ibu melahirkan di RSCM tahun. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara anemia pada ibu dengan kelahiran preterm.

Preterm labor is one of the highest causes of babies’ mortality. Prevalence of preterm in developing countries is still high and keeps growing. Therefore, we need a research to find out prevalence of preterm labor in Indonesia with maternal anemia as one of the risk factors. Research design used is cross-section using secondary data from medical record of patients delivering in RSCM in year 2011. The data had been taken with 2184 mothers as the samples and was tested with chi-square test to reveal if there is association between preterm labor and maternal anemia.
Result of this research shows that prevalence of maternal anemia of patients delivering in RSCM in year 2011 is 29,1% while prevalence of preterm labor in RSCM in year 2011 is 26,9%. From chi-square test, there is significant difference (p<0,001) between preterm labor with maternal anemia of patients delivering in RSCM in year 2011. We conclude that there is significant difference between maternal anemia and preterm labor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Besse Sarmila
"Latar belakang. Displasia bronkopulmonal (DBP) adalah penyakit multifaktorial kronis akibat inflamasi baik prenatal maupun postnatal. Hal ini akan menyebakan komplikasi jangka panjang dalam hal pernapasan, kardiovaskuler, dan neurodevelopmental. Azitromisin sebagai agen antiinflamasi diharapkan dapat mencegah kejadian DBP.
Metode. Uji klinis acak terkontrol tidak tersamar dilakukan selama Juni 2021-April 2022 di unit Neonatologi RSCM Jakarta pada 114 subjek dengan usia gestasi 25 minggu-31 minggu 6 hari yang mengalami distress napas. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan randomisasi dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok uji/perlakuan dan kelompok kontrol, masing masing sebanyak 57 subjek. Kelompok uji akan mendapatkan azitromisin dalam usia <24 jam selama 14 hari dengan dosis 10 mg/kgbb/intravena selama 7 hari kemudian dilanjutkan 5 mg/kgbb/intravena selama 7 hari. Pasian akan dipantau sampai dengan usia gestasi 36 minggu untuk melihat outcome primer berupa DBP, dan outcome sekunder berupa IVH, PVL, EKN, lama penggunaan O2, durasi penggunaan ventilator mekanik, lama pencapaian full enteral feeding, serta mortalitas pada kedua kelompok. Diagnosis DBP ditegakkan berdasarkan NICHD 2019.
Hasil. Angka kejadian DBP secara umum adalah 34.8%. Angka kejadian DBP pada bayi extremely preterm adalah 58.3%, sedangkan pada bayi very preterm adalah 31%. Kejadian DBP lebih banyak pada kelompok kontrol (63% vs 38%) dengan RR 0.611(0.417-0.896). Durasi penggunaan ventilator mekanik lebih pendek pada kelompok yang mendapatkan azitromisin (5.22 vs 12.75,p 0.025). Lamanya pencapaian full enteral feeding lebih pendek pada kelompok uji/perlakuan (13.38 vs 17.14 hari, p 0.04). Angka kejadian EKN lebih rendah pada kelompok uji/perlakuan (19% vs 40%, nilai p 0.014). Mortalitas lebih rendah pada kelompok uji/perlakuan (25% vs 46% , nilai p 0.019) RR 1.660 (95% CI 1.043-2.642).
Kesimpulan. Azitromisin dapat menurunkan angka kejadian DBP, mempercepat pencapaian full enteral feeding, menurunkan mortalitas pada bayi prematur.

Background. Bronchopulmonary dysplasia (BPD) is a chronic multifactorial disease caused by inflammation both prenatal and postnatal. This will lead a long-term complications of respiratory, cardiovascular, and neurodevelopmental. Azithromycin as an antiinflammatory agent is expected to prevent BPD.
Methods. A randomized controlled clinical trial, unblinded was conducted during June 2021-April 2022 at the Neonatology unit of RSCM Jakarta on 114 subjects with a gestational age of 25 weeks-31 weeks 6 days who experienced respiratory distress. Patients who met the inclusion and exclusion criteria were randomized and divided into two groups, the intervention group and the control group, each group with 57 subjects. The intervention group will receive azithromycin at the age of <24 hours for 14 days at a dose of 10 mg/kg/intravenous for 7 days then followed by 5 mg/kg/intravenous for 7 days. Patients will be monitored up to 36 weeks' gestation to see the primary outcome in the form of BPD, and secondary outcomes in the form of IVH, PVL, EKN, duration of O2 used, duration of mechanical ventilator used, duration of achieving full enteral feeding, and mortality in both groups. BPD diagnosed based on NICHD 2019.
Results. The incidence of BPD in general is 34.8%. The incidence of BPD in extremely preterm infants is 58.3%, while in very preterm infants it is 31%. The incidence of BPD was more in the control group (63% vs 38%) with an RR 0.611(0.417-0.896). The duration of ventilator mechanic used was shorter in the intervention group (5.22 vs 12.75, p 0.025). The duration of achieving full enteral feeding was shorter in the intervention group (13.38 vs 17.14 days, p 0.04). The incidence of NEC was lower in the intervention group (19% vs 40%, p-value 0.014). Mortality was lower in the intervention group (25% vs 46%, p 0.019) RR 1.660 (95% CI 1.043-2.642).
Conclusion. Azithromycin can reduce the incidence of BPD, accelerate the achievement of full enteral feeding, reduce mortality in premature infants
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Gautami
"Bayi prematur memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gagal tumbuh. Penelitian prospektif ini melibatkan subyek bayi dengan usia koreksi 0−24 bulan dengan riwayat prematur dan berat lahir rendah di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Dilakukan identifikasi status gizi dan identifikasi perlambatan pertumbuhan dan faktor risikonya, kemudian dinilai luaran pertumbuhan pada satu bulan pasca intervensi nutrisi satu bulan. Total subyek yaitu 146 bayi usia koreksi 0−24 bulan dengan riwayat prematur dan BBLR, didapatkan status gizi berupa 84,9% gizi baik, 4,1% gizi kurang, 0,7% gizi buruk, 9,2% gizi lebih, dan 0,7% obesitas; 83,6% BB normal, 11,0% BB kurang, 4,8% BB sangat kurang, dan 0,7% BB lebih; dan 69,9% perawakan normal, 21,9% perawakan pendek, dan 8,2% perawakan sangat pendek. Perlambatan pertumbuhan dijumpai pada 23,3% dengan menggunakan kriteria peningkatan berat badan (BB) di bawah persentil 15 dari peningkatan BB yang diharapkan berdasarkan WHO 2006, dengan median usia koreksi 4,2 bulan, dan pada populasi late premature. Perlambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi yaitu sebesar 41,1%, dan sisanya ditemukan penyebab yang mendasarinya. Faktor risiko yang terkait dengan perlambatan pertumbuhan pada bayi prematur yaitu kurangnya asupan nutrisi sesuai dengan angka kecukupan gizi, usia koreksi 3−6 bulan, dan usia gestasi yang tergolong late premature. Dibandingkan dengan kelompok yang nonadherent, kelompok yang adherent terhadap intervensi nutrisi menunjukkan perbaikan yang bermakna pada seluruh indeks antropometri, baik BB/U, BB/PB, PB/U, maupun LK/U. Sebagai simpulan, dijumpai angka perlambatan pertumbuhan yang tinggi pada populasi bayi prematur khususnya pada usia koreksi 3−6 bulan dan late premature, dengan salah satu faktor risiko yang penting diperhatikan yaitu kurangnya asupan harian. Kepatuhan yang baik terhadap intervensi nutrisi dapat memperbaiki status gizi dan pertumbuhan.

Preterm and low birth weight (LBW) infants have a higher risk of growth failure. This prospective study involved infants with a corrected age of 0−24 months with a history of prematurity and LBW at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Identification of nutritional status and growth faltering and identification of risk factors were conducted at initial visit, then growth outcomes data was obtained at follow up visit after nutritional interventions. The nutritional status of 146 preterm and LBW infants with corrected age of 0−24 months were 84.9% well nourished, 4.1% undernourished, 0.7% severely undernourished, 9.6% overweight and 0.7% obese; 83,6% normal weight, 11,0% underweight, and 4,8% severely underweight; 69.9% normal stature, 21.9% short stature and 8,2% very short stature. Growth faltering was found in 23.3% infants using the criteria for weight increment below the 15th percentile based on WHO 2006, with median of corrected age of 4.2 months, and mostly happened in late preterm infants. Pure nutritional growth faltering was found in 41.1%, while the rest have underlying causes. Risk factors associated with growth faltering in premature infants are insufficiency of nutritional intake in accordance with recommended dietary allowance, corrected age of 3−6 months and late preterm. Compared with the nonadherent group, children who were adherent with standard behavioral and nutritional interventions showed a higher positive change in z scores for weight-for-age, weight-for-length, length-for-age, and head circumference-for-age. In conclusion, there is a high incidence of growth faltering in preterm and LBW infants, especially at the corrected age of 3−6 months and late preterm population, with an important risk factor is insufficiency of daily nutritional intake. Adherence to standardized nutritional interventions leads to improved nutritional status and growth."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ruswantriani
"Pendahuluan: Prediksi persalinan preterm penting untuk menunda terjadinya kelahiran preterm dan merujuk ke fasilitas dengan perawatan neonatal intensif. Hal ini penting guna menurunkan mortalitas dan morbiditas neonatal. Beberapa metode untuk memprediksi persalinan preterm adalah menggunakan prediksi klinis yaitu indeks persalinan preterm atau prediksi biofisik dengan mengukur panjang servik.
Tujuan: Membandingkan nilai risiko indeks persalinan preterm dan panjang servik terhadap kejadian kelahiran preterm pada kasus persalinan preterm tanpa ketuban pecah.
Metode: Desain penelitian ini adalah case- control menggunakan data dari rekam medis, dilakukan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo sejak Agustus 2013 ? Februari 2014. Semua pasien persalinan preterm tanpa ketuban pecah pada periode tersebut ditelusuri. Dilakukan pengamatan data demografik dan klinis, setelah itu dilakukan penilaian indeks persalinan preterm dan panjang servik. Kemudian selanjutnya pasien ditentukan apakah mengalami kelahiran preterm atau tidak.
Hasil: Dari bulan Agustus 2013 - Februari 2014 terdapat 127 kasus persalinan preterm tanpa ketuban pecah, tetapi hanya 57 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Karakteristik demografik dan klinis pada kelompok indeks persalinan preterm dan panjang servik tidak berbeda bermakna saat dibandingkan. Duapuluh dari 57 subjek mengalami kelahiran preterm (35.1%). Dari hasil analisis bivariat, variabel yang bermakna mempengaruhi kejadian kelahiran pretem adalah indeks persalinan preterm dan panjang servik. Pasien dengan indeks persalinan preterm ≥ 4 memiliki kemungkinan 4 kali lipat (OR = 4,024) untuk mengalami kelahiran preterm. Sementara itu, pasien dengan panjang serviks ≤ 25 mm memiliki kemungkinan hingga 38 kali lipat (OR = 38,00) untuk mengalami kelahiran preterm.
Kesimpulan: Indeks persalinan preterm dan panjang servik merupakan variabel yang baik untuk menilai risiko terjadinya kelahiran preterm pada persalinan preterm tanpa ketuban pecah.

Introduction: Prediction of preterm labor is important to delay the incident of preterm birth and refers to the facility with a neonatal intensive care. It is important to reduce neonatal mortality and morbidity. Several methods for predicting preterm labor are using clinical prediction : preterm labor index or biophysical prediction with measurement cervical length.
Objectives: comparing risk value of preterm labor index to cervical length on preterm birth incident in preterm labor without rupture of membrane cases.
Methods: the research was a case control study using data from medical records in Dr. Cipto Mangunkusumo hospital since August 2013 ? February 2014. All preterm labor without rupture of membrane cases were traced. Demographic and clinical data were observed. After that preterm labor index and cervical length were assessed. Then patients were determined whether they had experienced preterm birth or not.
Results: From August 2013 - February 2014 there were 127 cases of preterm labor without rupture of membrane, but only 57 research subjects who meet the inclusion and exclusion criteria. The demographic and clinical characteristics of the index group of preterm labor and cervical length did not differ significantly when compared. Twenty from 57 subjects were experience preterm birth (35.1%). From the results of the bivariate analysis, the variables that significantly affect the incidence of preterm birth are preterm labor index and cervical length Patients with preterm labor index ≥ 4 has a possibility of 4-fold (OR = 4.024) to experience preterm birth. Meanwhile, patients with a cervical length ≤ 25 mm have the possibility of up to 38-fold (OR = 38.00) to experience preterm birth.
Conclusions: Preterm labor index and cervical length is a good variable for assessing the risk of preterm birth in preterm labor without rupture of membrane cases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Handi Suryana
"Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu lengkap. Bayi prematur yang dilahirkan merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas . Di negara maju kelahiran preterm merupakan penyebab 70% kematian perinatal, dan 50% kelainan neurologi jangka panjang. Meskipun telah dilakukan penelitian selama hampir empat dekade namun penyebab dan alur mekanisme sesungguhnya persalinan preterm masih belum jelas seluruhnya. Dari serangkaian penelitian-penelitian yang dilakukan baik secara in vivo maupun secara in vitro disimpulkan bahwa persalinan preterm merupakan suatu sindrom akibat dari berbagai penyebab balk yang telah diketahui maupun yang tidak.
Suatu fenomena yang menonjol adalah bergesernya dominasi sitokin Yh2 (IL-10) ke dominasi sitokin Th1 pada interface koriodesidua yang pada akhimya mengaktifkan kaskade proinflamasi yang rnencetuskan proses persalinan. Angka kejadian persalinan preterm sandhi dari tahun ke tahun tidak mengalami penurunan, bahkan menurut beberapa penelitian ada kecenderungan meningkat. Kenyataan bahwa angka bertahan hidup bayi prematur telah jauh meningkat dibandingkan sebelumnya adalah berkat kemajuan perinatologi, manfaat pematangan paru dengan kortikosteroid dan pencegahan infeksi GBS dengan antibiotik. Masalah yang ditimbulkan oleh persalinan preterm ini setiap tahunnya menghabiskan sumber daya pelayanan kesehatan yang luar biasa besamya, dan merupakan beban tersendiri bagi negara berkembang.
Permasalahan dalam penanganan persalinan preterm: Yang menjadi fokus permasalahan dalam penanganan persalinan preterm dari dulu sampai sekarang adalah :
1. Masih belum dipahaminya sebagian penyebab dan alur mekanisme persalinan preterm. Dari penelitian-penelitian dekade terakhir timbul pemahaman bahwa kelangsungan suatu kehamilan, atau dengan kata lain kelangsungan keberadaan janin-plasenta sebagai semiallograf dalam badan ibu (uterus), sangat tergantung pada apa yang disebut Immunology privilege dari janin-plasenta, yang dicapai melalui pencapaian dominasi sitokin Th2 pada interface ibu-janin (koriodesidua). Persalinan akan terjadi bila terjadi "pembatalan" immunology privilege tersebut, yang ditandai dengan pergeseran dari dominasi sitokin antiinflamasi Th2 ke dominasi sitokin proinflamasi Th1. Sementara persalinan preterm terjadi bila terjadi "pembatalan dini" immunology privilege tersebut yang dipicu oleh berbagai sebab.
2. Sulitnya penegakan diagnosis persalinan prematur yang tepat. Umumnya dalam penelitian secara klinis dikatakan persalinan prematur terjadi bila (7.8'9)
a.Kontraksi uterus > 4 kali dalam 30 menit, dengan durasi > 30-40 detik dan
b.Perubahan servik berupa:
* Dilatasi 1-3 cm (0-3 cm untuk nullipara) dengan penipisan 75% atau
* Dilatasi 3 cm dengan penipisan > 50% atau
* Pemeriksaan servik berulang mendapati perubahan dilatasi 1 cm dan perubahan penipisan servik 50%.
Dalam kenyataannya dengan kriteria tersebut di atas didapatkan angka positif palsu yang tinggi, di mana 50-80% wanita yang didiagnosa mengalami persalinan preterm yang hanya diberi plasebo pada akhirnya melahirkan setelah 37 minggu lengkap. Angka positif palsu yang tinggi ini telah menyebabkan pengobatan yang tidak perlu dengan obat tokolitik yang potensial berbahaya bagi ibu dan janin.
3. Belum adanya pengobatan/pencegahan persalinan preterm. Hal ini dikarenakan persalinan preterm adalah suatu sindrom kejadian akhir bersama dari berbagai penyebab yang sangat bervariasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Dewi Kusumawati
"Persalinan preterm merupakan persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat bayi yang dilahirkan kurang dari 2500 gram. Persalinan preterm masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatal di dunia. Risiko terjadinya bersifat multifaktorial salah satunya ketuban pecah dini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara ketuban pecah dini dengan persalinan preterm di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta periode Januari-Juni 2017. Penelitian ini menggunakan desain pendekatan crossectional dengan jumlah sampel sebanyak 652 sampel yang diambil dari seluruh rekam medik ibu bersalin di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Januari-Juni 2017 yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
Hasil analisis multivariat menunjukan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara ketuban pecah dini dengan persalinan preterm setelah mengontrol variabel ketiga, yang terbukti secara statistic dengan pvalue 0,000 dan OR 3,255. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini berisiko 3 kali lebih besar untuk persalinan preterm dibandingkan ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini. Berdasarkan hasil tersebut diharapkan ibu hamil selalu waspada dan menjaga kesehatan agar tidak terjadinya ketuban pecah dini sehingga mampu mempertahanka kehamilannya sampai usia cukup bulan.

Preterm labor is delivered before 37 completed weeks with the weight of a baby born less than 2500 grams. Preterm labor is still the main cause of neonatal morbidity and mortality in the world. The risk of occurrence is multifactorial, one of which is premature rupture of the membranes. This study aims to see the relationship between premature rupture of membranes and preterm labor at Dr. RSUPN. Cipto Mangunkusumo Jakarta period January-June 2017. This study used a crossectional design with a total sample of 652 samples taken from all medical records of maternity at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo for the period January-June 2017 that fulfills the inclusion and exclusion criteria.
The results of multivariate analysis showed that there was a significant relationship between premature rupture of membranes and preterm labor after controlling for the third variable, which was proven statistically with a value of 0,000 and OR 3,255. So it can be concluded that mothers who experience premature rupture of membranes have a risk three times greater for preterm labor than mothers who do not experience premature rupture of membranes. Based on these results, it is expected that pregnant women will always be vigilant and maintain health so as not to cause premature rupture of the membranes so that they are able to maintain their pregnancy until they are quite a month old.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Syamsidah
"Latar belakang: Bayi prematur, terutama late dan moderately preterm sering mengalami masalah kesehatan terutama masalah pernapasan, yang merupakan penyebab tertinggi kematian. Gangguan pernapasan sering dialami bayi prematur hingga sering membutuhkan bantuan pernapasan. Bantuan pernapasan berupa oksigenasi dan ventilasi membutuhkan pemantauan terhadap tekanan oksigen dan CO2. Analisis gas darah merupakan baku emas untuk memantau oksigenasi dan ventilasi. Saat ini dapat dilakukan pemantauan tekanan CO2 secara non invasif dengan monitor transkutan yang dilakukan secara kontinyu. Namun, penelitian terkait pemantauan CO2 transkutan pada bayi late dan moderately preterm belum banyak dilakukan, karena umumnya penelitian dilakukan pada bayi very dan extremely preterm. Di Indonesia juga belum didapatkan data penelitian pemantauan CO2 transkutan, khususnya pada bayi late dan moderately preterm.
Tujuan: Mengetahui karakteristik bayi usia kehamilan 32-36 minggu yang mendapat bantuan pernapasan serta presisi dan akurasi alat ukur tekanan CO2 transkutan pada bayi usia kehamilan 32-36 minggu yang mendapat bantuan pernapasan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik yang menggunakan desain penelitian cross sectional. Subjek penelitian adalah 35 bayi late dan moderately preterm dengan usia kehamilan 32 – 36 minggu yang mendapatkan bantuan pernapasan di unit Neonatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta pada bulan Juli hingga Desember 2019. Bayi tersebut akan dipasangkan alat ukur tekanan CO2 dan dilakukan pengambilan sampel Analisa Gas Darah (AGD) sebanyak tiga kali dan dilakukan pencatatan nilai tekanan CO2 yang didapat dari kedua alat ukur tersebut. Hasil yang didapat kemudian dibandingkan dan diolah secara statistik untuk menentukan akurasi dan presisi dari alat uji tekanan CO2 secara transkutan.
Hasil: Berdasarkan data dari tabel korelasi, didapatkan bahwa nilai koefisien korelasi terhadap kadar CO2 pada pemeriksaan melalui AGD dan alat CO2 Transkutan secara total adalah sebesar 0,738 (p <0,001). Berdasarkan hasil ini, didapatkan bahwa alat uji tekanan CO2 secara transkutan memiliki korelasi positif sedang dengan AGD. Hal ini berarti semakin tinggi kadar CO2 pada AGD akan memberikan peningkatan nilai yang terbaca pada alat uji CO2 secara transkutan dengan kekuatan sedang. Berdasarkan grafik Bland – Altman, dapat ditentukan bahwa Level of agreement dari penelitian ini berdasarkan hasil pemeriksaan kedua alat tersebut adalah -14,46 hingga 6,9 dengan nilai mean difference dari hasil penelitian ini adalah -3,78.
Simpulan: Alat ini memiliki presisi yang kurang baik. Namun, alat ini juga memiliki korelasi positif yang kuat pada hasil pengujian dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Berdasarkan grafik Bland-Altman yang diperoleh dari penelitian, alat ini dapat dikatakan memiliki nilai akurasi yang cukup baik. Alat ini tidak bisa menggantikan pemeriksaan baku emas tetapi hanya bersifat sebagai pelengkap dalam melakukan perawatan bayi di NICU, sehingga dapat mengurangi frekuensi pengambilan sampel darah untuk melakukan pemeriksaan baku emas.

Background: Neonates who born premature, especially late and moderately preterm, often experience health problems, especially repiratory problems, which are the highest causes of death. Respiratory disorders are often experienced by premature neonates and often need respiratory support device. Respiratory support device in the form of oxygenation and ventilation requires monitoring of oxygen and CO2 pressure. Blood gas analysis is the gold standard for monitoring oxygenation and ventilation. Currently, non-invasive CO2 pressure monitoring can be carried out with continuous transcutaneous monitoring. However, studies related to monitoring of transcutaneous CO2 in late and moderately preterm infants have not been done much, because generally research is conducted on very and extremely preterm infants. In Indonesia there is no research data on transcutaneous CO2 monitoring, especially in late and moderately preterm infants.
Objective: To determine the characteristics of 32-36 weeks gestational age neonates who receive respiratory support device and the precision and accuracy of transcutaneous CO2 measuring devices in 32-36 weeks gestational age neonates who receive respiratory support device.
Method: This study is a diagnostic test that uses a cross sectional study design. Subjects were 35 late and moderately preterm infants with 32-36 weeks gestational age who received respiratory support device at the Neonatology unit of Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) in Jakarta on July to December 2019. The neonates would be fitted with a transcutaneous CO2 and taken Blood Gas Analysis (BGA) sample three times and recording the CO2 pressure values obtained from the two measuring devices. The results obtained will be compared and processed statistically to determine the accuracy and precision of the transcutaneous CO2 device.
Results: Based on data from the correlation table, it was found that the value of the correlation coefficient on CO2 levels on examination through BGA and the Transcutaneous CO2 device in total was 0.738 (p <0,001). Based on these results, it was found that the transcutaneous CO2 device had a strong positive correlation with BGA. This means that the higher levels of CO2 in the BGA will provide an increase in the value read on the Transcutaneous CO2 device with strong strength of correlation. Based on the Bland-Altman graph, it can be determined that the level of agreement of this study based on the results of the examination of the two measurement is -14.46 to 6.9 with the mean difference from the results of this study is -3.78.
Conclusion: Transcutaneous CO2 measurement device has low precision but also has a strong positive correlation on the test results using the Spearman correlation test. Based on Bland – Altman graph from the study, the device can be said to have a good accuracy. This device can’t replace the gold standard examination but can only as a complement in taking care of neonates in the NICU, to reduce the frequency of blood sampling for conducting gold standard examinations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Irwinda
"Kelahiran preterm masih merupakan masalah global. Penyebab kelahiran preterm bersifat multifaktor, di antaranya adalah proses inflamasi dan status nutrisi yang dipengaruhi oleh mikronutrien seperti seng, vitamin A dan D. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh seng, AtRA dan 25(OH)D pada regulasi respons inflamasi pada kelahiran preterm melalui pemeriksaan MyD88, TRIF, NFκB dan IL-1β. Desain kuasi eksperimental dilakukan selama periode Januari-Juni 2017 di RSUPN-CM dan RS Budi Kemuliaan, Jakarta. Subjek dibagi menjadi kelompok aterm (n=25), pretem kontrol (n=27), dan preterm perlakuan (n=26). Kelompok preterm perlakuan diberikan secara oral seng 50 mg/hari, beta-carotene 25.000 IU, dan vitamin D3 50.000 IU/minggu. Seluruh subjek dilakukan wawancara, pengukuran konsentrasi seng, AtRA dan 25(OH)D serum dan plasenta, serta kadar MyD88, TRIF, NFκB dan IL-1β plasenta. Pada kelompok aterm konsentrasi AtRA serum dan plasenta lebih tinggi dibandingkan kelompok lain. Pada kelompok preterm perlakuan, tidak didapatkan adanya perbedaan bermakna konsentrasi seng, AtRA dan 25(OH)D serum sebelum dan sesudah perlakuan. Ekspresi NFκB dan TRIF lebih rendah pada kelompok aterm dan preterm kontrol, dibandingkan kelompok preterm perlakuan. Konsentrasi IL-1β ditemukan paling tinggi pada kelompok aterm. Konsentrasi seng, AtRA dan 25(OH)D plasenta memiliki korelasi positif sedang dengan IL-1β.
Simpulan: Konsentrasi seng, AtRA dan 25(OH)D plasenta yang rendah berhubungan dengan lebih tingginya ekspresi MyD88, TRIF, NFκB dan IL-1β pada kelahiran preterm. Pemberian seng, beta-carotene dan vitamin D3 berhubungan dengan IL-1β yang lebih rendah.

Preterm birth is still a global burden. Inflammation process and nutritional status are among its multifactorial etiology which is affected by micronutrient such as vitamin A, D and zinc. Quasi-experimental design was conducted to know the role of zinc, beta-carotene and vitamin D3 towards inflammatory regulator of preterm birth during January-June 2017 in RSUPN-CM and Budi Kemuliaan Hospital, Jakarta. Subjects were classified into term (n=25), control preterm (n=27), and experimental preterm group (n=26). Subjects in experimental preterm group were given orally zinc 50 mg/day, beta-carotene 25,000 IU and vitamin D3 50,000 IU/week. Nutrient intake interview, measurement of zinc, AtRA and 25(OH)D level in serum and placenta was performed in all subjects, also placental concentration of MyD88, TRIF, NFκB dan IL-1β. The term group had higher AtRA concentration in serum and placenta. No significant difference of serum zinc, AtRA and 25(OH)D concentration was found in treated group before and after intervention. The term and control preterm groups had lower expression of NFκB and TRIF compared to the experimental group. The concentration of IL-1β was highest among term group. Placental concentration of zinc, AtRA and 25(OH) had moderate positive correlation with IL-1β.
Conclusion: Lower placental concentrations of zinc, AtRA and 25(OH)D relate to higher expression of MyD88, TRIF and NFκB. The supplementation of zinc, beta-carotene and vitamin D3 relate to lower expression of IL-1β."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imma Nurliana
"Pendahuluan: Sampai saat ini, kelahiran preterm masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatal di dunia. Tingkat mortalitas dan morbiditas akibat kelahiran preterm dapat dikurangi dengan pencegahan persalinan preterm salah satunya dengan suatu prediktor yang akurat. Sebanyak 85% pasien dengan gejala persalinan preterm menjalani perawatan di rumah sakit yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Panjang serviks sebagai metode yang selama ini digunakan tergantung dengan operator dan jarang terdapat di pusat pelayanan kesehatan primer. Salah satu alat yang dapat digunakan oleh semua orang adalah uji biomarker dengan mendeteksi Placental Alpha Microglobulin-1 (PAMG-1). PAMG-1 sebagai salah satu prediktor persalinan preterm menunjukkan angka sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, dan nilai duga negatif berturut-turut 84%, 95%, 77%, dan 97%. Sayangnya, di Indonesia belum ada studi yang mengobservasi tingkat akurasi PAMG-1 sebagai prediktor kelahiran preterm.
Tujuan: Mengetahui peran PAMG-1 dalam meningkatkan tingkat akurasi panjang serviks dalam menilai risiko kejadian kelahiran preterm pada kasus persalinan preterm.
Metode: Studi ini merupakan studi kohort prospektif yang dilaksanakan di RSCM selama Maret 2019 –  Agustus 2021. Data klinis diperoleh melalui rekam medis dan wawancara pasien. Data PAMG-1 diperoleh melalui sampel cairan vagina yang diambil bersamaan setelah pemeriksaan panjang serviks. Sampel kemudian dikelompokkan menjadi kelompok kelahiran preterm dalam 7 hari dan 14 hari dengan kelompok panjang serviks ≤ 25 mm. Setelah itu data disajikan dalam tabel dan dianalisis dengan uji diagnostik untuk menilai sensitivitas spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif. Data dianalisis dengan SPSS 24.
Hasil: PAMG-1 meningkatkan tingkat akurasi panjang serviks dalam memprediksi kelahiran preterm dalam 7 dan 14 hari. Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif kombinasi panjang serviks ≤ 25 mm dan PAMG didapatkan berturut turut 69%, 98%, 92%, 90% dalam memprediksi kelahiran pretrem dalam 7 hari.  Nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif kombinasi panjang serviks ≤ 25 mm dan PAMG didapatkan berturut turut 56%, 99%, 96%, 83% dalam memprediksi kelahiran pretrem dalam 14 hari. 

Kesimpulan: Tingkat akurasi panjang serviks meningkat dengan pemeriksaan PAMG-1 dalam memprediksi kelahiran preterm dalam 7 hari dan 14 hari.

Background: Preterm birth is the leading cause of neonatal morbidity and mortality globally. Mortality and morbidity rates due to preterm birth can be reduced by preventing preterm birth, one of the ways is to utilize an accurate predictor for preterm delivery. As many as 85% of patients with symptoms of preterm labor undergo unnecessary hospitalization Cervical length, one of the widely used predictors of preterm delivery, is operator-dependent and rarely found in primary health care facilities. Another predictor that can be universally used is a biomarker test by detecting Placental Alpha Microglobulin-1 (PAMG-1). PAMG-1 as a predictor of preterm delivery has shown sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value rates of 84%, 95%, 77%, and 97%, respectively. Unfortunately, no studies in Indonesia have observed the accuracy of PAMG-1 as a predictor of preterm delivery.
Aim: This study aims to investigate the role of PAMG-1 in increasing the accuracy of cervical length as a predictor of preterm delivery in cases of preterm labor.
Method: This study is a prospective cohort held in RSCM from March 2019 up to August 2021. Clinical data were acquired from medical records and patient interviews. PAMG-1 data were obtained from vaginal fluid samples taken right after measuring the patients’ cervical length. Samples are then categorized into groups of preterm delivery within 7 days and 14 days, also into groups of cervical length of ≤ 25 mm. Data were then presented in tables and analysed with diagnostic tests to calculate sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value. SPSS 24 is used to analyse the data.
Result: PAMG-1 increased the accuracy rate of cervical length in predicting preterm birth for 7 and 14 days. The sensitifity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value of combination of PAMG-1 and cervical length ≤ 25 mm were 69%, 98%, 92%, 90%, respectively to predict preterm delivery within 7 days. The sensitifity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value of combination of PAMG-1 and cervical length ≤ 25 mm were 56%, 99%, 96%, 83%, respectively to predict preterm delivery within 14 days.
Conclusion: The accuracy rate of cervical length increases when combined with PAMG-1 examination to predict preterm deliveries within 7 days and 14 days.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adly Nanda Al Fattah
"Latar Belakang: Defisiensi vitamin D berhubungan dengan berbagai luaran kehamilan yang tidak baik seperti pre-eklamsia, diabetes melitus gestasional, bayi berat lahir rendah, dan kelahiran preterm. Vitamin D diduga berperan dalam patofisiologi terjadinya kelahiran preterm melalui mekanisme penekanan mediator inflamasi. 

Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan kadar 25 (OH) D serum ibu dan tali pusat pada kelahiran preterm dan cukup bulan. Selain itu juga dicarikorelasi antara kadar 25 (OH) D serum ibu dengan tali pusat.

Metode: Pada penelitian ini digunakan desain potong-lintang. Penelitian dilakukan di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RS Budi Kemuliaan Jakarta, mulai dari Januari 2017 sampai dengan Februari 2018. Kadar 25 (OH) D ibu dan tali pusat dibandingkan antara kelompok cukup bulan dan preterm.
Hasil: Didapatkan 81 subjek yang dapat dilakukan analisis, yaitu 36 subjek (44,4%) melahirkan cukup bulan dan 45 (55,6%) preterm. Median 25 (OH) D maternal pada kelompok preterm dan cukup bulan berturut-turut 15 ng/mL dan 13,95ng/mL, sedangkan tali pusat 13 ng/ml dan 11,85 ng/ml.Tidak terdapat perbedaan kadar 25 (OH) D serum maternal (p=0,96) dan tali pusat (p=0,80) antara kedua kelompok. Terdapat korelasi positif antara kadar 25(OH) ibu dengan tali pusat (r=0,59, p<0,001 untuk kelompok cukup bulan dan r=0,44, p<0,002 untuk kelompok preterm).
Kesimpulan: Kadar 25 (OH) D serum ibu dan tali pusat tidak berbeda bermakna antara kelompok kelahiran preterm dancukup bulan. Terdapat korelasi antara kadar 25 (OH) D ibu dengan tali pusat.

Background: Vitamin D deficiency is associated with poor outcomes of pregnancy such as pre-eclampsia, gestational diabetes mellitus, low birth weight infants, and preterm birth. Vitamin D is thought to play a role in the pathophysiology of preterm deliveries through the mechanism of inflammatory mediator suppression.
Objective: To compare maternal and umbilical serum 25 (OH) D levels between preterm and aterm deliveries group. In addition, the correlation between maternal and umbilical cord serum of 25 (OH) D were analyzed.
Method: This cross-sectional study was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital and Budi Kemuliaan Hospital Jakarta from January 2017 to February 2018. Pre-delivery maternal venous blood and umbilical cord vitamin D serum levels were measured for both of term and preterm deliveries group.
Result: Eighty one subjects were eligible for analysis, 36 subjects (44.4%) delivered term babies and 45 (55.6%) delivered preterm babies. Median level of maternal serum 25 (OH) D were resepectively 15 ng/mL and 13.95 ng/mL for preterm and term group. Umbilical cord serum 25 (OH) D levels were respectively 13 ng/ml and 11.85 ng/ml for preterm and term group. There was no statistically difference between pereterm and term group of both maternal and umbilical serum 25 (OH) D levels (respectively p = 0.96, p = 0.80). There was a positive correlation between the maternal and umbilical 25 (OH) D levels in both groups (r = 0.59, p <0.001 for term group and r = 0.44, p <0.002 for preterm group).
Conclusions: Maternal and umbilical serum 25 (OH) D levels were not significantly different between term and preterm groups. There was a correlation between maternal and umbilical serum levels of 25 (OH) D."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>