Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dyah Paramita Wardhani
Abstrak :
Latar Belakang : Preeklampsia masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil. Hingga saat ini masih belum ada program penapisan untuk memprediksi preeklampsia di Indonesia. Pada tahun 2018 di Jakarta, dilakukan penelitianmengenai faktor-faktor risiko maternal dan profil biofisik yang dinilai dapat meningkatkan kejadian preeklampsia. Namun, hasil penelitian tersebut masih perlu dilakukan validasi eksternal untuk mengonfirmasi bahwa hasilnya valid dan bisa diaplikasikan pada situasi, waktu, tempat yang berbeda. Tujuan: Melakukan validasi eksternal hasilpenelitian terdahulu Metode: Desain kohort prospektif. Semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di RSCM, RSUK JoharBaru, dan RSUK Tebet dari April-November 2018 diikuti hingga bersalin/terjadi preeklampsia pada Januari 2019. Hasil: Total subjek 467 orang. Insidens preeklampsia dari ketiga rumah sakit adalah 18,2%. Hasil penelitian dianalisis secara bivariat dilanjutkan multivariat. Hasil penelitian yang secara statistik signifikan adalah hipertensi kronik, riwayat preeklampsia, tekanan arteri rerata≥ 95 mmHg, dan indeks pulsatilitas a.uterina tinggi. AUC-ROC (kemampuan diskriminasi untuk memprediksi preeklampsia) 85%. Sehingga merupakan instrumen yang baik untuk uji diagnostik. Hasil ROC dari penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang serupa. Cut off dari penelitian ini 0,91 (sensitivitas 79% dan spesifisitas 84%). Hasil uji validitas eksternal dari penelitian sebelumnya diterapkan pada penelitian ini dan menunjukkan hasil yang valid dan memiliki akurasi yang baik. Kesimpulan: Faktor-faktor yang meningkatkan risiko preeklampsia, yaitu hipertensi kronik, riwayat preeklampsia, tekanan arteri rerata ≥95 mmHg, dan indeks pulsatilitas a.uterina tinggi. Hasil perbandingan uji diagnostik dan uji validitas eksternalbaik. ......Background: preeclampsia is still leading causes of morbidity and mortality in pregnant women. Until today, there is still no screening program to predict preeclampsia in Indonesia. In Jakarta 2018, conducted research on maternal risk factors and biophysical profile to predict preeclampsia. However, the results still needs to be performed external validation to confirm that the results of the study are valid and can be applied on different situations, populations, and times. Objective: to perform external validation of the previous studyMethods: A prospective cohort design. Participants are all pregnant women who perform antenatal care in RSCM, RSUK JoharBaru, and RSUK Tebet from April-November 2018. They will be followed until January 2019. Results: Total participants 467 subject. Incidence of preeclampsia from 3 hospitals was 18,2%. The results had been analyzed bivariate continuing multivariate. The results of this study which statistically significant werechronic hypertension, history ofpreeclampsia, mean arterial pressure≥ 95 mmHg, and high pulsatility index of uterine artery. AUC-ROC (discrimination ability to predict preeclampsia) was 85%. Therefore, it is a good instrument fordiagnostic test. The ROC result of previous study seen shows the similar result.Cut off of this study was 0,91 (79% sensitivity and 84% specificity). The result of external validity test from previous study which applied to this study was valid and showed a good accuracy.Conclusion: Several factors increase the risk of preeclampsia, such as chronic hypertension,history of preeclampsia, mean arterial pressure≥ 95 mmHg, and high pulsatility index of uterine artery. The results of diagnostic test and external validation test are good.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvia AS
Abstrak :
Latar Belakang : Insiden Acute Kidney Injury (AKI) pada pasien coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) yang dilaporkan dari berbagai penelitian adalah 23% sampai dengan 81% dengan mortalitas yang makin tinggi dengan semakin tingginya serum kreatinin. Terdapat perbedaan komorbiditas yang mendasari populasi yang diperiksa, serta variasi dalam praktik dan metode diagnosis dan pelaporan AKI. Evaluasi dini pemantauan fungsi hati, ginjal, serta parameter hematologi, sangat penting untuk memprediksi perkembangan COVID-19. Berdasarkan hal diatas perlu diketahui variabel apa yang dapat mempengaruhi terjadinya AKI. Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah menganalisis insiden AKI pada pasien COVID-19 yang dirawat di ICU RSCM dan menganalisis pengaruh umur, jenis kelamin, komorbid, kreatinin, ureum, trombosit, leukosit, nilai Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR), C- Reactive Protein (CRP), obat vasoaktif dan obat nefrotoksik terhadap angka kejadian AKI pada pasien COVID-19 yang dirawat di ICU RSCM. Metode : Penelitian ini merupakan studi observasional retrospektif dengan desain case control study. Data yang digunakan adalah data sekunder dari rekam medis pasien COVID-19 yang dirawat di ICU RSCM. Kriteria penerimaan adalah pasien dengan usia ≥ 18 tahun dan terkonfirmasi COVID-19 dengan RT-PCR positif. Kriteria penolakan adalah pasien dengan riwayat transplantasi ginjal, dan pasien Chronic Kidney Disease (CKD) gagal ginjal yang menjalani dialisis. Kriteria pengeluaran adalah pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap. Hasil : Dari 370 pasien yang terkonfirmasi COVID-19 yang dirawat di ICU RSCM, 152 pasien memenuhi kriteria inklusi dari 148 subjek yang direncanakan. Hasil analisis bivariat didapatkan usia, komorbid, ureum, kreatinin dan obat vasoaktif mempunyai perbedaan bermakna terhadap angka kejadian AKI. Setelah dilakukan analisis multivariat regresi logistik didapatkan komorbid (odd ratio 2,917; 95 % confidence interval, 1,377 – 6,179; p value 0,005) dan obat vasoaktif (odd ratio 2,635; 1,226 – 5,667, p value 0,013) merupakan faktor prediktor AKI pada pasien COVID-19 yang dirawat di ICU RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kesimpulan : Insiden AKI pada pasien COVID-19 yang dirawat di ICU RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta adalah 30,9%. Komorbid dan obat vasoaktif merupakan faktor prediktor AKI pada pasien COVID-19 yang dirawat di ICU RSUPN dr Cipto Mangunkusumo Jakarta. ......Background: The incidence of Acute Kidney Injury (AKI) in COVID-19 patients treated in the Intensive Care Unit (ICU) reported from various studies is 23% to 81%, with higher mortality with higher serum creatinine. There are differences in the underlying comorbidities of the populations examined, as well as variations in practice and methods of diagnosing and reporting AKI. Early evaluation and monitoring of liver and kidney function, as well as hematological parameters, is very important to predict the development of COVID-19. By examining the predictor factors for the incidence of AKI in COVID-19 patients treated in the RSCM ICU, were there any predictor factors that were different from previous studies. Purpose: The aim of this study was to analyze the incidence of AKI in COVID-19 patients treated at the RSCM ICU and to analyze the effect of age, gender, comorbidities, creatinine, urea, platelets, leukocytes, Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR), CRP, vasoactive drugs, and nephrotoxic drugs on the incidence of AKI in COVID-19 patients treated in the RSCM ICU. Methods: This research is a retrospective observational study with a case-control study design. The data to be used is secondary data from the medical records of COVID-19 patients treated in the RSCM ICU. The acceptance criteria are patients aged ≥ 18 years and confirmed COVID-19 by positive RT-PCR. The criteria for rejection were patients with a history of kidney transplantation, and CKD patients undergoing dialysis. The exclusion criteria were patients with incomplete medical record data. Results: Of the 370 patients with confirmed COVID-19 who were treated at the RSCM ICU, 152 patients met the inclusion criteria of the 148 planned subjects. The results of bivariate analysis showed that age, comorbidities, urea, creatinine, and vasoactive drugs had significant differences in the incidence of AKI. After multivariate logistic regression analysis, we found comorbid (OR 2.917; 95% CI, 1.377 – 6.179; p value 0.005) and vasoactive drugs (OR 2.635; 1.226 – 5.667, p value 0.013) is a predictor factor for AKI in COVID-19 patients treated at the ICU RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Conclusion: Incidence of AKI in COVID-19 patients treated at ICU RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta is 30.9%. Co-morbidities and vasoactive drugs are predictors of AKI in COVID-19 patients treated at the ICU RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Fahlevi
Abstrak :
Sebagian anak epilepsi akan mengalami epilepsi intractabledengan berbagai dampak jangka pendek dan panjang yang dapat menyertainya. Salah satu pilihan terapi epilepsi intractableadalah pemberian obat antiepilepsi (OAE) lini II, namun tidak semua pasien mendapatkan luaran positif berupa terkontrolnya kejang. Hingga saat ini belum ada penelitian di Indonesia yang menilai faktor-faktor prediktor terkontrolnya kejang pada anak dengan epilepsi intractable. Penelitian ini bertujuan untuk menilai luaran klinis serta faktor prediktor terkontrolnya kejang pada anak dengan epilepsi intractableyang mendapatkan OAE lini II. Penilitian ini merupakan penelitian kasus-kontrol dengan menggunakan data retrospektif. Sebanyak 60 pasien anak epilepsi intractable yang terkontrol OAE lini II selama enam bulan (kelompok kasus) dibandingkan dengan 60 pasien yang tidak terkontrol (kelompok kontrol) yang telah dilakukan matchingterhadap usia. Sebanyak 29% dari seluruh anak epilepsi mengalami epilepsi intractabledan hanya 43% di antaranya yang terkontrol dengan OAE lini II. Ada empat faktor prediktor yang dinilai yaitu tipe kejang, frekuensi kejang, perkembangan motorik kasar, serta gambaran electroencephalogram(EEG) awal. Hanya gambaran EEG awal yang memberikan hasil signifikan sebagai prediktor terkontrolnya kejang dalam analisis bivariat dan multivariat dengan nilai rasio odds(OR) 4,28 (95% interval kepercayaan=1,48-12,41) dan p=0,007. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa gambaran EEG awal yang normal merupakan faktor prediktor positif terhadap terkontrolnya kejang pada pasien anak dengan epilepsi intractable. ......Children with epilepsy might have short- and long-term complications if they progress into intractable epilepsy. Seizure remission in intractable epilepsy are sometimes not achieved even after administering second line anti-epileptic drugs (AED). To this day, there were no studies that evaluate the predicting factors of seizure control in children with intractable epilepsy. This research aimed to evaluate the clinical outcomes and predictors factor of seizure control in children with intractable epilepsy who received second line AED. This research is a case-control study with retrospective data. Sixty children with intractable epilepsy patients who had controlled seizure with second line AED for six months (case group) compared with sixty patients who had uncontrolled seizure (control group) with age-matched selection. There were four factors analyzed include type of seizure, frequency of seizure, gross motoric development, and initial electroencephalogram (EEG) feature. Initial EEG feature had significant result in bivariate and multivariate analysis with odd ratio (OR) 4,28 (95% confident interval 1,48-12,41) and p value 0,007. We can conclude that normal initial EEG feature is a positive predicting factor of seizure control in children with intractable epilepsy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Nurlela
Abstrak :
Latar Belakang: Populasi lansia di Indonesia terus meningkat. Proses penuaan meningkatkan terjadinya PGK. Data mengenai mortalitas pada pasien lansia yang menjalani inisiasi Hemodialisis (HD) selama perawatan rumah sakit sangat terbatas. Suatu model prediktor dapat menjadi alat bantu dan diharapkan dapat menjadi sarana stratifikasi prognosis dan menjadi pertimbangan pemilihan terapi bagi pasien dan keluarga. Tujuan. Mengetahui insiden dan prediktor mortalitas pasien lanjut usia yang menjalani Inisiasi HD selama perawatan Rumah Sakit Metode: Studi kohort retrospektif dengan menelusuri rekam medis pada pasien lansia yang menjalani inisiasi HD di RSCM pada Januari 2018 hingga Desember 2022. Dilakukan analisis survival terhadap variabel usia, jenis kelamin, akses vaskular, kadar hemoglobin, komorbid, status nutrisi, gangguan kesadaran, status fungsional, dan risiko jatuh. Dilakukan analisis Bivariat dengan cox regression. Hasil: Terdapat 201 subjek diteliti. Mortalitas pasien lansia yang menjalani inisiasi HD selama perawatan rumah sakit sebesar 35,32%. Beberapa faktor prediktor signifikan berpengaruh terhadap mortalitas pasien, meliputi usia ≥ 75 tahun, komorbid, gangguan kesadaran, dan status fungsional. Pada model akhir uji multivariat, ditemukan faktor gangguan kesadaran (HR 5,278, IK 95% 3,163 – 8,805]) yang berpengaruh signifikan terhadap mortalitas pasien. Kesimpulan: Insiden mortalitas pada pasien lansia yang menjalani inisiasi HD adalah 35,32% dengan faktor prediktor gangguan kesadaran yang berpengaruh signifikan terhadap mortalitas pasien. ......Background: Elderly population in Indonesia continue to increase. Aging is known enhance the risk of CKD. Data regarding mortality in elderly patients undergoing Hemodialysis (HD) initiation are very limited. A predictor model will help to stratify prognosis and guide phycisian to make a consideration for selecting therapy for patients. Aim: To determine incidence and mortality predictors of elderly patients undergoing HD initiation during hospital care Method: This retrospective cohort study was conducted by reviewing medical records of elderly patients undergoing HD initiation at RSCM from January 2018 to December 2022. Survival analysis was performed on the variables age, sex, vascular access, hemoglobin levels, comorbidities, nutritional status, impaired consciousness, functional status, and risk of falling. Bivariate analysis were performed using the cox regression method. Results: There was 201 subjects to be studied. The mortality of elderly patients undergoing HD initiation during hospital care was 35,32%. Several significant predictor factors influence patient mortality, including age ≥ 75 years, comorbid, impaired consciousness, and functional status. In the final model of the multivariate test, factors of impaired consciousness (HR 5,278 [CI 3.163 – 8.805]) were found to have a significant effect on patient mortality. Conclusion: The incidence of mortality in elderly patients undergoing HD initiation was 35,32% with impaired consciousness are significant factors related to mortality during HD initiation
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkifli Amin
Abstrak :
ABSTRAK
Ventilator-associated pneumonia (VAP) merupakan infeksi nosokomial yang paling sering diteuka di intensive care unit (ICU) dan memiliki angka mortalitas yang tinggi. Hipoalbuminemia telah lama diketahui sebagai pertanda prognosis buruk pada pasien dengan penyakit kritis, namun peranannya pada pasien VAP belum jelas diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan albumin serum inisial dalam memprediksi mortalitas pasien VAP. Metode: Kami melakukan penelitian kohort retrospektif dengan menganalisis data pasien VAP yang dirawat di rumah sakit Cipto Mangunkusumo selama kurun waktu tahun 2003- 2012. Pasien dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kadar albumin serum inisial: Grup-1 (kurang dari 2,7 g/dL), Grup-2 (2,7-3,5 g/dL), Grup-3 (lebih dari 3,5 g/dL). Risiko mortalitas selama perawatan dianalisis dengan Cox propotional hazard model. Hasil: Dari 194 pasien yang diikutsertakan, sebanyak 95 (49%) pasien termasuk dalam Grup-1, 83 (42,8%) pasien termasuk dalam Grup-2 dan 16 (8,2%) pasien termasuk dalam Grup-3. Mortalitas selama perawatan terjadi terjadi pada 58,2% subjek. Rasio hazard terjadinya mortalitas untuk Grup-1 dan Grup-2 adalah 2,48 (IK 95% 1,07 sampai 5,74; p = 0,033) dan 1,42 (IK 95% 0,60 sampai 3,34; p = 0,43) apabila dibandingkan dengan Grup-3. Simpulan: Adanya hipoalbuminemia akan meningkatkan risiko mortalitas. Kadar serum albumin inisial sebaiknya dipertimbangkan sebagai prediktor mortalitas pada pasien VAP.
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Rakhmawati Emril
Abstrak :
Latar belakang: Sebuah skala prediktor yang dapat secara konsisten memprediksi keluaran pasien perdarahan intraserebral spontan (PIS) sangat diperlukan dalam penatalaksanaan pasien. Semakin cepat prognosis diketahui akan semakin baik karena sangat erat kaitannya dengan efektifitas terapi. Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berperan sebagai prediktor independen terhadap keluaran pasien perdarahan intraserebral spontan di supratentorial, dan membuat sebuah skala prediktor PIS yang sesuai dengan pola penderita PIS di RSCM Disain dan Metode: Penelitian ini merupakan suatu studi kasus kontrol yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan skala prediktor berdasarkan variabel yang terbukti sebagai prediktor independen keluaran penderita PIS. Hasil: Faktor yang berperan sebagaai prediktor independent terhadap keluaran 30 hari pasien PIS adalah Skala koma Glassgow (p< 0.001), perluasan perdarahan ke intraventrikel (p= 0.001), dan volume lesi (p=-0.010). Skala prediktor PIS adala total nilai masing-rasing komponen yang terdiri Bari: SKG 34 (=2), 9-12 (=1), 13-15 (=0); IVH ya (=1), tidak (=0); volume Iasi ? 30 cc (=1), < 30 cc ff.)). Subyek dengan total skor 0, 1, 2, 3, 4, berturut-turut memiliki probabilitas meninggal 1.3%, 9.2-13.16%, 52.7-63.5%, 92:5-95.1%, dan 99.3%. Probabilitas keluaran meninggal meningkat sebanding dengan peningkatan total skala prediktor. Kesimpulan: Faktor yang berperan sebagai prediktar keluaran 30 hari pasien PIS spontan supratentorial adalah Skala koma Glassgow, perluasan perdarahan ke intraventrikel, dan volume hematom. Berdasarkan prediktor independent tersebut dapat dibuat skala prediktor untuk memprediksi keluaran pasien. Probabilitas meninggal meningkat sebanding dengan peningkatan total skala prediktor.
Background. The predictor scale that predict consistently the outcome of patients with ICH is very important. Prognosis has strong relationship with effectiveness of treatment Objective. To found the factors that act as the predictors of 30-day outcome for spontaneous intracerebral hemorrhage and to define a predictor scale or modified ICH scoring . Methods. These was a case control study that continued by defined a predictor scale for ICH which use a criteria that was predictive of outcome. Result. Factors independently associated with 30-day mortality were Glasgow Coma Scale score (p< 0.001), presence of intraveniricular hemorrhage (p0 001), and ICH volume (p=O.0I). The predictor scale of ICH was the sum of individual points assigned as follows: GCS score 3 to 8 (= 2 points), 9 to 12 (= 1 point), 13 to 15 point (41); Intraventricular hemorrhage yes (-I), no (41); ICH volume 30 cc (=1), < 30 cc (4). Thirty-day mortality rates for subjects with predictor scale of ICH of 0,1,2,3,and 4 were 1.3%, 9.2-13.6%, 52.7-63.5%, 92.5 - 95.1%, and 99.3% respectively. Thirty-day mortality increased steadily with predictor scale of ICI Conclusions. Factors independently associated with 30-day mortality is Glasgow Coma Scale score, presence of intraventricular hemorrhage, and ICH volume. The ICH predictor scale can predict the risk stratification on patients with ICH. The use of a scale such ICH predictor scale could improve standardization of clinical treatment protocols.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estu Rudiktyo
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Penyakit jantung katup masih banyak ditemui di Indonesia, akan tetapi karena keterbatasan fasilitas kesehatan, banyak pasien yang terlambat mendapatkan intervensi. Keterlambatan intervensi akan mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Beberapa studi besar seperti EuroSCORE dan STS telah mengembangkan model prediksi mortalitas pasca pembedahan katup jantung, akan tetapi sedikit sekali studi terkait yang dilakukan di Indonesia, padahal terdapat perbedaan karakteristik pasien. Studi ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menjadi prediktor kejadian mortalitas di rumah sakit pada pasien yang menjalani pembedahan katup jantung. Metode. Studi kohort retrospektif dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta pada pasien yang menjalani pembedahan katup jantung. Karakteristik demografi, parameter klinis, data laboratorium, ekokardiografi dan teknis operasi merupakan kategori dari variabel yang dikumpulkan melalui rekam medis dan sistem informasi rumah sakit. Data kemudian diolah dengan analisis multivariat menggunakan metode regresi logistik. Hasil. Sebanyak 305 sampel berhasil dikumpulkan, dengan 24 diantaranya mengalami kematian (7.9%). Variabel yang berkaitan dengan mortalitas adalah kelas fungsional, riwayat diabetes, endokarditis aktif, riwayat operasi jantung sebelumnya, kadar hemoglobin, TAPSE dan durasi CPB dan jenis operasi. Uji diskriminasi dan kalibrasi dari model menunjukkan hasil yang baik. Kesimpulan. Beberapa variabel telah diidentifikasi merupakan prediktor mortalitas pasca operasi katup jantung. Informasi ini diharapkan dapat membantu menentukan strategi tatalaksana selama intervensi dan perawatan
ABSTRAK
Background. Valvular heart disease still become one of the leading heart disease in Indonesia. Unfortunately, because of very limited cardiac centres, many patients diagnosed late. Delay in intervention would increase the morbidity and mortality rate if intervention ultimately performed. Several surgical mortality prediction models such as EuroSCORE and STS had been developed. However, until now, there is no specific mortality risk assessment in our population, despite very different in patients characteristics. Aim of this study is to identify risk factors to predict in-hospital mortality in patient underwent heart valve surgery Methods. A retrospective cohort study, done in National Cardiovascular Center Harapan Kita, Jakarta in patients underwent heart valve surgery. Categories for data obtained was basic characteristics, clinical examinations, echocardiography and operation procedure. Statistical analysis was done using multivariat analysis using logistic regression method. Result. 305 subjects fit the inclusion and exclusion criteria. Mortality event occured in 24 patients (7.9%). The variables are functional class III or IV, diabetes, active endocarditis, previous open heart surgery, hemoglobin level, TAPSE, CPB time and type of operation. Calibration and discrimination test of prediction model shows good result. Conclusion. Several variables has been identified as predictor of in-hospital mortality after heart valve surgery. These information are expected to be helpful in deciding intervention and treatment strategies.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suraiyah
Abstrak :
[ABSTRAK
Latar belakang: Ventilasi mekanik (VM) adalah prosedur yang dipilih untuk menyelamatkan bayi dalam kondisi kritis, tetapi merupakan tindakan invasif dan perlu pemantauan ketat untuk menghindari barotrauma dan volutrauma. Ekstubasi merupakan upaya untuk penyapihan VM. Tujuan: Mengetahui berapa prevalens keberhasilan ekstubasi dan prediktor apa yang berperan dalam keberhasilan ekstubasi pada bayi di NICU RSCM. Metode: Rancangan penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data RM yang lengkap untuk melihat prediktor keberhasilan ekstubasi. Hasil: Dari 60 RM yang dikumpukan, diperoleh data bayi yang berhasil diekstubasi dan data dicatat tanda vital 72 jam kemudian didapatkan 55 (91,7%) bayi yang berhasil diekstubasi dan 5 (8,3%) bayi tidak berhasil. Karakteristik subyek penelitian adalah semua bayi yang dirawat di NICU, dengan UG antara 22 - 41 minggu dan BL berkisar antara 820 g sd 4100 g. Pada bayi yang diekstubasi dengan merujuk pada hasil AGD, tidak berbeda bermakna antara keberhasilan ekstubasi dengan normal tidaknya nilai AGD. Lama pemakaian VM berkisar antara 1- 30 hari. Prediktor ekstubasi yang diteliti adalah setting VM meliputi FiO2, PIP, flow trigger, IT, napas spontan, dan hasil AGD. Pengolahan data dengan regresi logistik terbukti diantara semua prediktor ekstubasi, hanya FiO2 saja yang bermakna dengan p value 0.057 dan OR 0.76. Simpulan: Prevalens keberhasilan ekstubasi adalah 91.7%. Hasil penelitian menunjukkaan bahwa hanya rendahnya setting FiO2 yang terbukti secara statistik sebagai prediktor keberhasilan ekstubasi.
ABSTRACT
Background: Mechanical ventilation (VM) is a procedure which is chosen to save the baby in critical condition, bu it is an invasive procedure and need close monitoring to avoid barotrauma and volutrauma. Extubation was an attempt to weaning VM. Objective: To determine prevalence and predictors of successful extubation in infants in the NICU RSCM. Methods: The study was design observational analytic research with cross sectional design. Data collected by retrospectively using complete medical record (MR) data to decided prevalence and predictors of successful extubation. Results: Of the 60 MR was collected, the data obtained were successfully extubated infants and data recorded vital signs 72 hours later obtained 55 (91.7%) infants were successfully extubated and 5 (8.3%) infants did not succees. Characteristics of the study subjects were all babies admitted to the NICU, with GA between 22-41 weeks and BW ranged from 820 g up to 4100 g. Refer to the results of blood gas analysis (BGA) normal or not was not significantly different between succesful extubated. Long of used MV ranging between 1 to 30 days. Predictors of extubation were studied were MV settings include FiO2, PIP, flow trigger, IT, spontaneous breath, and the results of BGA. Processing of data by logistic regresion among all predictors extubation, only setting FiO2 are significant with p value 0.057 and OR 0.76. Conclusion: Prevalence successful extubation is 91.7%. Research results that only the low setting FiO2 statistically proven as a predictor of extubation, Background: Mechanical ventilation (VM) is a procedure which is chosen to save the baby in critical condition, bu it is an invasive procedure and need close monitoring to avoid barotrauma and volutrauma. Extubation was an attempt to weaning VM. Objective: To determine prevalence and predictors of successful extubation in infants in the NICU RSCM. Methods: The study was design observational analytic research with cross sectional design. Data collected by retrospectively using complete medical record (MR) data to decided prevalence and predictors of successful extubation. Results: Of the 60 MR was collected, the data obtained were successfully extubated infants and data recorded vital signs 72 hours later obtained 55 (91.7%) infants were successfully extubated and 5 (8.3%) infants did not succees. Characteristics of the study subjects were all babies admitted to the NICU, with GA between 22-41 weeks and BW ranged from 820 g up to 4100 g. Refer to the results of blood gas analysis (BGA) normal or not was not significantly different between succesful extubated. Long of used MV ranging between 1 to 30 days. Predictors of extubation were studied were MV settings include FiO2, PIP, flow trigger, IT, spontaneous breath, and the results of BGA. Processing of data by logistic regresion among all predictors extubation, only setting FiO2 are significant with p value 0.057 and OR 0.76. Conclusion: Prevalence successful extubation is 91.7%. Research results that only the low setting FiO2 statistically proven as a predictor of extubation]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Jackson Yang
Abstrak :
Latar belakang: Fistula arteriovenous (FA V) merupakan akses terbaik untuk melakukan hemodialisis. Kegagalan maturasi fistula arteriovenous merupakan hambatan utama penggunaannya. Penelitian ini bertujuan menilai dapatkah bloodjlow rateyang diukur intraoperatif menggunakan ultrasonografi Doppler dapat menjadi prediktor maturitas F A V radiosefalika. Subjek dan Metode: Subjek adalah pasien-pasien yang akan dibuat F A V radiosefalika dengan usa mapping sesuai standar. Sesaat setelah anastonosis diukur bloodjlow ratedengan usa Doppler probe linear. Penelitian ini menggunakan desain potong lintanganalitik untuk mendapatkan hubungan maturasi FA V dengan bloodjlow rateintraoperatif.Hasil:FA V radiosefalika (n=71) pada 71 pasien dibuat dan dievaluasi dalam 6 minggu. Reratabloodjlow rateintraoperatif pada fistula yang matur secara signifikan lebih tinggi dibandingkan yang tidak matur (201,85 dan 141,96 mllmenit; P 165,5 ml/menit memiliki nilai prediktor yang baik untuk maturasi FA V radiosefalika,sehingga dapat menjadi acuan menentukan perlu tidaknya penilaian lebih lanjut dan tindakan revisi saat intraoperatif, yang pada akhimya diharapkan dapat menurunkan angka kegagalan maturasi fistula arteriovenous. ......Background: Arteriovenous fistula (A VF) is the best access to hemodialysis. The failure of arteriovenous fistula maturation is a major obstacle to its use. This study aims to assess whether an intraoperative bloodflow rate measured with Doppler ultrasound can be a predictor of the maturity ofradiocephalicA VF.Subjects and Methods: Subjects were patients to be made radiocephalic A VF with USG mapping according to the standard. Shortly after anastonosis bloodflow rate was measured with a linear probeDoppler ultrasound. This study used cross sectional analytic design to obtain radiocephalic A VF maturation relationship with intraoperative blood flow rate. Results: Radiocephalic A VF(n = 71) in 71 patients were made and evaluated in 6 weeks. The mean intraoperative blood flow rate in mature fistulas was significantly higher than those not mature (201.85 and 141.96 mLimin; P <0.001). Bloodflow rate with a cut-off value of 165.5 mLimin has a sensitivity of 93.8%, specificity 95.7%, positve predictive value 97.8% and negative predictive value 88.5%.Conclusion: Bloodflow rate> 165.5 mLimin has a good predictor value for radiocephalic A VF maturation, so it can be a reference to detem1inewhether the need for further assessment and revision action intraoperatively, which in tum is expected to decrease the maturation failure rate of arteriovenous fistula.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T56014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Triono
Abstrak :
Penghentian obat antiepilepsi OAE dengan terburu-buru meningkatkan risiko relaps pada epilepsi. Risiko resistensi obat pada epilepsi relaps sangat tinggi. Belum ada kesepakatan umum kapan OAE dapat dihentikan dengan aman sehingga tidak terjadi relaps. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian relaps pada anak dengan epilepsi terkontrol danyang belum terkontrol kejangnya, mengetahui karakteristik anak dengan epilepsi terkontrol yang mengalami relaps, mengetahui faktor prediktor epilepsi relaps, mengetahui luaranepilepsi relaps, mengetahui perjalanan EEG anak dengan epilepsi relaps. Penelitian dilakukan pada Juni-Desember 2016. Desain studi adalah kasus-kontrol, retrospektif, multisite dari rekam medis tahun 2012-2016. Studi rekam medis dilanjutkan dengan wawancara dan pemeriksaan EEG untuk kelompok kasus. Kelompok kasus adalah anak-anak dengan epilepsi relaps sedangkan kelompok kontrol adalah epilepsi remisi komplit. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan untuk mengidentifikasi faktor prediktor epilepsi relaps. Angka kejadian epilepsi relaps pada penelitian ini adalah 13,6 . Dilakukan analisis terhadap 63 subyek epilepsi relaps dan 63 subyek epilepsi remisi komplit. Faktor prediktor epilepsi relaps pada analisis bivariat yaitu: epilepsi simptomatik P ...... An inappropriate antiepileptic drugs AED withdrawal increases the risk of relapse. The risk of drug resistance in epilepsy relapse is very high. There is no consensus when the AED is safely withdrawn, so that epilepsy will not relapse. This study aims to know the incidence of relapse in children with controlled and uncontrolled epilepsy, the characteristics, predictors, outcomes, and EEG evolutions in children with epilepsy relapse. This study was held from June December 2016. This was a case control study with retrospective, multi site medical record evaluation from 2012 2016, followed by interview and EEG examination for the case group. The case group was children with epilepsy relapse, while the control was children with epilepsy complete remission. Bivariate and multivariate analysis was done to identify predictors of relapse. The incidence of epilepsy relapse in this study was 13,6 . We analyzed 63 epilepsy relapse and 63 epilepsy complete remission subjects. Relapse predictors in bivariate analysis were symptomatic etiology P
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>