Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Mirwan
"Latar belakang. Hubungan antara hormon estrogen pramenopause dan reseptor estrogen masih belum diketahui. Hormon estrogen memiliki faktor risiko penyebab kanker payudara. Sedangkan reseptor estrogen berperan dalam menentukan rencana pengobatan lebih lanjut pada pasien kanker payudara. Pasien dengan reseptor estrogen tinggi memiliki prognosis yang lebih baik. Jika hormon estrogen pramenopause dapat mempengaruhi reseptor estrogen, maka hormon estrogen dapat dimanipulasi untuk mendapatkan prognosis yang lebih baik.
Metode. Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Onkologi Departemen Bedah FK UI - RSCM dari bulan Desember 2021 sampai Mei 2022. Jenis penelitian ini adalah studi potong lintang, dengan sampel sebanyak 32 subjek. Subyek penelitian diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah itu data dikumpulkan dan dilakukan analisis menggunakan SPSS dengan uji korelasi Pearson jika berdistribusi normal dan Spearman jika berdistribusi tidak normal.
Hasil. Estradiol subjek memiliki kisaran 15,3-89,8 pg/mL. Reseptor estrogen memiliki kisaran luas 10-90%. Uji korelasi Spearman antara estradiol dan reseptor estrogen menunjukkan nilai p = 0,864 dan koefisien korelasi negatif 0,032.
Kesimpulan. Hormon estrogen secara statistik tidak berhubungan dengan reseptor estrogen pada pasien kanker payudara pramenopause, sehingga menggambarkan bahwa prognosis pasien kanker payudara tidak berhubungan dengan hormon estrogen yang diproduksi oleh tubuh.

Background. The relationship between the premenopausal estrogen hormone and estrogen receptors is still not known. The hormone estrogen has a risk factor for causing breast cancer. Meanwhile, the estrogen receptor plays a role in determining further treatment plans in breast cancer patients. Patients with high estrogen receptors have a better prognosis. If the premenopausal estrogen hormone can affect the estrogen receptor, then the estrogen hormone can be manipulated to get a better prognosis.
Method. This research was conducted at the Oncology Division of the Department of Surgery, FK UI - RSCM from December 2021 to May 2022. This was cross-sectional study research, with a sample of 32 subjects. Research subjects were taken based on inclusion and exclusion criteria. After that, the data was collected and analysis was done using SPSS with the Pearson correlation test if the distribution was normal and Spearman if the distribution was not normal.
Results. The estradiol of the subjects has a range of 15.3 − 89.8 pg/mL. Estrogen receptors ​​have a wide range of 10-90%. The Spearman correlation test between the estradiol and the estrogen receptor showed a p-value = 0.864 and a negative correlation coefficient of 0.032.
Conclusion. Estrogen hormone is not statistically associated with estrogen receptors in premenopausal breast cancer patients, thus illustrating that the prognosis of breast cancer patients is not related to the estrogen hormone produced by the body.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marcia Dewi Hartanto
"Pada wanita pascamenopause sering ditemukan penyakit jantung koroner. Meningkatnya kejadian penyakit jantung koroner erat kaitannya dengan menurunnya kadar estrogen di dalam darah wanita menopause. Penggunaan aspirin pada wanita pascamenopause dengan risiko rendah masih merupakan suatu kontroversi. Untuk membantu rasionalisasi penggunaan aspirin sebagai pencegahan primer kejadian kardiovaskular pada wanita pascamenopause, dilakukan pengukuran efek antitrombotik aspirin pada fungsi platelet pada wanita pascamenopause dibandingkan pramenopause. Efek antitrombotik aspirin dinilai melalui penurunan kadar metabolit Tromboksan B: yaitu kadar 11~dehidro Tromboksan B2 (11-dTxBz} dalam urin wanita pascamenopause dibandingkan dengan wanita pramenopause yang meminum aspirin iOO mg selama 7 hari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian aspirin pada 15 wanita pascamenopause dan 15 wanita pramenopause, menghambat secara bermakna produksi ll-dTxB2 pada wanita pascamenopause dan juga pada wanita pramenopause. Persentase penurunan 11-dTxBz pada wanita pascamenopause lebih tinggi secara bermakna dibandingkan penurunan ll-dTx- pada wanita pramenopause. Dengan demikian pada wanita pascamenopause dengan risiko rendah dapat dipertimbangkan pemberian aspirin 1 00 mg sebagai pencegahan primer penyakit kardiovaskular.

The frequency of coronary heart disease is more prevalence in postmenopausal women than in premenopausal women. Estrogen may have cardioprotective effects in premenopausal women, but may diminish in postmenopausal women. The usefulness of aspirin to prevent cardiovascular events in postmenopausal women without a history of cardiovascular disease is still a controversy. This study was conducted to search more evidences of the role of aspirin in primary prevention in healthy postmenopausal women through the antithrombotic measurement. Aspirin 100 mg was given each day to 15 healthy postmenopausal women and premenopausal women for 7 consecutive days.
The result of this study was that the ingestion of aspirin 100 mg for 7 consecutive days reduced urinary 11-dehydro-thromboxane B2 significantly different in both postmenopausal and premenopausal women. The percentage of the decrease was significantly higher in postmenopausal than in premenopausaL The result of this study supports the usefulness of aspirin 100 mg in a healthy postmenopausal women with low risk as a primary prevention of a cardiovascular diseases."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T32805
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fita Maulina
"Latar Belakang: Histerektomi adalah salah satu prosedur ginekologis yang paling banyak dilakukan pada wanita. Salah satu efek buruknya adalah perubahan fisik dan penampilan dalam bentuk gejala menopause, sering kali mengurangi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala menopause yang dialami oleh wanita premenopause yang menjalani histerektomi dengan salpingo-ooforektomi bilateral.
Metode: Penelitian deskriptif dengan metode kohort retrospektif dilakukan di RSUD dr. Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo, Indonesia. Semua wanita yang menjalani histerektomi total dengan salpingo-ooforektomi bilateral dilibatkan dalam penelitian ini. Pasien yang buta huruf atau tidak kooperatif dikeluarkan. Gejala menopause dibagi menjadi gejala vegetatif, psikosomatik, dan somatotropik. Setiap mata pelajaran ditindaklanjuti selama 6 bulan, mencatatmenopause gejala bulanan.
Hasil: Di antara 37 subjek dalam penelitian ini, 100% subjek mengalamimenopausegejala dalam 6 bulan pertama masa tindak lanjut. Kategori gejala yang paling sering dikeluhkan adalah gejala vegetatif (97,3%), diikuti oleh somatotropik (83,8%) dan gejala psikosomatik (70,3%). Prevalensi tertinggi keluhan darimenopause gejalanya adalah berkeringat (78,4%) dan muka memerah (75,7%), diikuti oleh nyeri otot (59,5%), suasana hati tidak stabil (54,1%), penurunan libido (51,4%), kelainan kencing (45,9%), kekeringan vagina (43,2%) ), masalah konsentrasi (43,2%), Insomnia (40,5%), kelelahan (29,7%), sakit kepala (5,4%), dan palpitasi (2,7%).
Kesimpulan: Wanita premenopause yang menjalani histerektomi akan mengalami gejala menopause dalam enam bulan pertama. Mengatasi dan mengelola setiap gejala menopause yang terjadi akan sangat penting dalam perawatan pasien pasca HTSOB.

Background:  Hysterectomy is among the most gynecological procedure done on women. One of its adverse effects is physical and appearance changes in form of menopausal symptoms, often reducing the quality of life. This study aims to investigate menopausal symptoms experienced by premenopausal woman undergoing hysterectomy with bilateral salpingo-oophorectomy.
Methods: A descriptive study with retrospective cohort method was conducted in dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Indonesia. All women undergoing total hysterectomy with bilateral salpingo-oophorectomy were included in this study. Illiterate or uncooperative patients were excluded. Menopausal symptoms were divided into vegetative, psychosomatic, and somatotropic symptoms. Each subjects was followed up for 6 months, noting menopausal symptoms monthly.
Results: Among 37 subjects in this study, 100% of subjects experienced menopausal symptoms in the first 6 months follow up period. The most commonly complained symptom category was vegetative symptoms (97.3%), followed by somatotropic (83.8%) and psychosomatic symptoms (70.3%). The highest prevalence of complaints from menopausal symptoms is sweating (78.4%) and hot flushes (75.7%), followed by muscle soreness (59.5%), unstable mood (54.1%), decreased libido (51.4%), urinary disorders (45.9%), vaginal dryness (43.2%), concentration problem (43.2%), Insomnia (40.5%), fatigue (29.7%), headache (5.4%), and palpitation (2.7%).
Conclusion: Premenopausal women undergoing hysterectomy would experience menopausal symptoms in the first six months. Addressing and managing each menopausal symptoms occurring would be essential in post HTSOB patient treatment.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library