Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Yahya Ayyasy
"Muncul dari kehancuran Jepang pasca-perang, Metabolism Movement, gerakan avant-garde dari timur, menantang sifat statis arsitektur dengan visinya mengenai keberlanjutan dan kemampuan beradaptasi. Kehancuran Perang Dunia II menunjukkan kehancuran yang mengerikan. Melalui rekonstruksi fisik, banyak perumahan dan bangunan sementara disediakan, bersamaan dengan rencana ambisius pemerintah untuk membangun megalopolis di sepanjang kepulauan Jepang. Namun, pendekatan top-down ini sering kali berbenturan dengan persepsi masyarakat, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang mengendalikan masa depan kota. Di tengah pragmatisme rekonstruksi, muncullah Metabolism. Terinspirasi oleh proses biologis, arsitek Metabolism membayangkan megastruktur yang mampu merespons perubahan kebutuhan sosial dan lingkungan dalam membangun kembali keadaan kota setelah kekalahan dan kehancuran selama Perang Dunia II. Idealisme arsitektur yang ambisius ini, meskipun tidak terwujud seluruhnya, menyanggah sifat statis urbanisme tradisional, menawarkan gambaran konteks yang dapat mengubah dan merespons masa depan dengan dinamis. Skripsi ini menggali latar belakang dan prinsip-prinsip inti Metabolism Movement dan menganalisis secara kritis penerapannya untuk menghadapi berbagai tantangan arsitektur dan perkotaan pada periode aktivitasnya hingga akhir. Terlepas dari idealisme yang revolusioner, Metabolism menghadapi permasalahan dan kekhawatiran dengan keterbatasan dalam implementasinya. Melalui konteks historisnya, peninjauan kembali ke Metabolism dilakukan dengan menyelidiki relevansi gerakan ini di antara gerakan-gerakan avant-garde lainnya dengan memahami sejarah, cita-cita, dan tantangan gerakan tersebut, yang mendorong mereka untuk menciptakan urbanisme yang dinamis dan merespons kebutuhan masyarakat yang selalu berubah.

Emerging from the ashes of post-war Japan, Metabolism Movement, the eastern avant-garde, challenged the static nature of architecture with its vision of continuity and adaptability. The devastation of World War II bore the gruesome testimony of destruction. Through the physical reconstruction, many of temporary housing and building were provided along with the ambitious masterplan of building megalopolis in the belt of the country. Yet, this top-down approach often clashed with the lived experiences of communities, raising questions about who controlled the future of the city. Amidst the pragmatism of reconstruction, Metabolism emerged. Inspired by biological processes, Metabolists envisioned megastructures capable of responding to changing social and environmental needs in rebuilding urban state after the defeat and destruction during World War II. These ambitious architectural dreams, though not always fully realized, challenged the static nature of traditional urbanism, offering a glimpse into a context that could transform and respond to the dynamic future. This thesis delves into the background and core principles of Metabolism Movement and critically analyzing their application to face several architectural and urban challenges in their prevalent time until the end of the movement. Despite its revolutionary ideals, Metabolism faced issues and raised concerns for the limitations in the implementation. Through its specific historical context, the revisit to Metabolism inquires the relevance of the movement among the other avant-gardes by understanding the movement's history, ideals, and challenges, which encourage them to create dynamic urban environments that respond to the ever-changing needs of their present and future."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imas Yuliani
"ABSTRAK
15 Agustus 2017 lalu, Jepang memperingati Hari Berakhirnya Perang Dunia II yang ke-72. Selama 72 tahun terlepas dari perang, Jepang masih memiliki isu-isu terkait perang yang belum terselesaikan. Isu perang di Jepang merupakan isu yang hangat namun tabu untuk dibahas. Untuk memperingati hari yang bersejarah, tiga surat kabar nasional Jepang, yaitu Asahi Shimbun, Mainichi Shimbun dan Sankei Shimbun menerbitkan editorial dengan suasana yang sama, yaitu mengenai perang dan sejarah perang Jepang di laman website masing-masing. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana ketiga surat kabar nasional Jepang membingkai masing-masing editorialnya. Melalui analisis framing milik Robert M. Entman, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman mengenai bagaimana ketiga surat kabar ini mengkonstruksi agenda pribadi masing-masing melalui pembingkaian yang dilakukan pada isu terkait perang pada hari yang sangat bersejarah bagi Jepang.

ABSTRACT
August 15th this year, Japan commemorate their 72nd Anniversary of World War II. Even though it has been 72th since war ended, Japan still has unresolved issues related to the war. The issue of war in Japan is a quite a hot topic yet taboo to discuss. To commemorate the historic day, three of Japaneses national newspaper, which is Asahi Shimbun, Mainichi Shimbun and Sankei Shimbun published an editorial on the same line, which is about the war and history of Japanese war on their own respective website pages. This research aims to see how the three Japaneses national newspapers frame their own editorial. Through Robert M. Entman 39s framing analysis, this research is expected to provide an understanding of how these three newspapers construct their own individual agendas through framing methods on war related issues and history of Japanese war."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library