Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indira Thalia Cader
Abstrak :
Penelitian ini untuk mengkaji peran dan dampak NGO lingkungan di Indonesia, khusnya NGO JATAM dan Trend Asia dengan menggunakan perspektif poskolonialisme, khususnya perspektif yang diungkapkan oleh Gayatri Spivak. Dengan mengajukan pertanyaan penelitian “Dari segi apakah NGO lingkungan di Indonesia merupakan perpanjangan tangan Barat?”, penelitian ini menggunakan triangulasi dari data primer dan sekunder, yang kemudian dianalisis menggunakan Analisis Naratif. Penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan dinamika hubungan antara NGO lingkungan di Indonesia dengan Barat, dan dalam segi apakah peran mereka sejalan dengan konstruksi kekuasaan kolonialisme. Hasil penelitian ini mengungkapkan dua jawaban, yaitu framework asimetris yang diberikan oleh Barat terhadap NGO dan imaginary creation tentang peran NGO yang 'memberdayakan'. Pertama, NGO terjebak dalam framework asimetris yang diberikan oleh Barat, melalui skema pendanaan yang mereka terima, NGO akhirnya tunduk pada agenda yang didominasi oleh kepentingan Barat. Kedua, Barat berhasil menciptakan imaginary creation terhadap NGO melalui ‘pemberdayaan’, narasi yang diciptakan oleh Barat untuk melanggengkan dominasinya ini akhirnya membuat NGO menyederhanakan representasi terhadap masyarakat masyarakat termarjinalkan dan gagal meruntuhkan struktur kolonialisme. Terakhir, berbeda dengan klaim Spivak bahwa NGO menjadi agen colonizers yang merampas suara masyarakat, penelitian ini menemukan bahwa respon NGO terhadap dominasi Barat dapat bervariasi, dengan bargaining power yang kuat, maka NGO memiliki kemampuan untuk lepas dari dominasi Barat. Penelitian ini memberikan kontribusi dalam memahami kompleksitas hubungan antara NGO lingkungan di Indonesia dengan Barat dalam konteks poskolonial. ......This research aims to examine the role and impact of environmental NGOs in Indonesia, specifically  JATAM and Trend Asia, using a postcolonial perspective, particularly the perspective articulated by Gayatri Spivak. By posing the research question "To what extent are environmental NGOs in Indonesia an extension of the West?", this thesis used triangulation of primary and secondary data, which were then analyzed using narrative analysis. The research seeks to uncover the dynamics of the relationship between environmental NGOs in Indonesia and the West, and whether their roles align with the construction of colonial power. The findings of this research reveal two answers. Firstly, NGOs are trapped in the asymmetric framework imposed by the West, as they become reliant on the funding schemes they receive, ultimately yielding to agendas dominated by Western interests. Secondly, the West successfully creates an imaginary creation of NGOs through "empowerment," a narrative crafted to perpetuate its dominance. This results in NGOs simplifying the representation of marginalized communities and failing to dismantle colonial structures. Contrary to Spivak's claim that NGOs become agents of colonizers who usurp the voices of the people, this research finds that NGOs' responses to Western domination can vary. With strong bargaining power, NGOs have the ability to break free from Western domination. This research contributes to understanding the complexity of the relationship between environmental NGOs in Indonesia and the West within the postcolonial context.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinanti Munggareni
Abstrak :
Skripsi ini membahas tiga teks karya Vincent Mahieu. Dalam penelitian ini tiga teks tersebut ditinjau dengan pendekatan poskolonialisme. Hasil penelitian membuktikan adanya jejak-jejak poskolonialitas di dalam tiga teks tersebut. Jejak-jejak tersebut adalah kanonisitas, kejanggalan peristiwa, hibriditas, mimikri, dan ambivalensi. Jejak pertama dan kedua terkait dengan masalah bahasa, sedangkan jejak ketiga, keempat, dan kelima terkait dengan masalah identitas. Jejak-jejak tersebut terlihat dalam unsur tokoh, ruang, struktur waktu, dan peristiwa. ......This study examines three texts by Vincent Mahieu. In this study three texts are reviewed by postcolonialism approach. The results prove the existence of traces of postcoloniality in the three texts. The traces are canonicity, kejanggalan peristiwa, hybridity, mimicry, and ambivalence. The first and second traces associated with language problems, while traces of the third, fourth, and fifth issues related to identity. The traces are visible in the figure element, space, time structure, and events.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S42205
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Khalisya
Abstrak :
Kemerdekaan Kongo pada tahun 1960 tidak berarti kebebasan bagi bangsa Kongo dari pengaruh Prancis sepenuhnya. Di Kongo, kebudayaan Prancis masih menjadi rujukan untuk cara berpakaian yang necis dan gaya hidup yang mewah. Keberadaan komunitas La Sape menjadi sebuah tren untuk mengekspresikan diri melalui cara berbusana bagi masyarakat Kongo. Novel Tais-Toi et Meurs (2012) karya Alain Mabanckou menceritakan tokoh Julien Makambo, orang Kongo yang hidup di Paris dengan mengubah identitasnya menjadi José Monfort demi menjadi seorang Sapeur sejati. Lewat novel ini, disajikan potret mengenai gaya hidup mewah diaspora Kongo yang dengan titel Sapeur yang mereka miliki beserta cara mereka bertahan hidup di sana, meski harus menjadi kriminal. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kedok La Sape yang telah menjadi budaya bangsa Kongo dan cara Sapeur bertahan hidup melalui perspektif wacana poskolonial dalam novel Tais-Toi et Meurs (2012). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan tekstual dan didukung oleh model fungsional dan skema aktan milik A. J. Greimas (1983). Teori identitas Stuart Hall (1994) dan teori mimikri Homi Bhabha (1994) juga digunakan dalam penelitian ini sebagai dasar dari wacana poskolonial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa La Sape yang dianggap sebagai simbol kebebasan dari penjajahan justru merupakan peneguhan kolonialisme dan inferioritas yang menyebabkan para Sapeur terus melakukan mimikri pada gaya hidup bangsa penjajah. ......Congo's independence in 1960 did not mean complete freedom for the Congolese nation from French influence. In the Congo, French culture is still a reference for dapper outfit and a luxurious lifestyle. The existence of the La Sape community has become a trend for self-expression through the attire of Congolese people. The novel Tais-Toi et Meurs (2012) by Alain Mabanckou tells of the character Julien Makambo, a Congolese living in Paris, by changing his identity to become José Monfort to become a true Sapeur. Through this novel, a portrait is presented of the luxurious lifestyle of the Congo diaspora with the title Sapeur that they have and how they survive there, even though they have to become criminals. This study aims to reveal the guise of La Sape, which has become the culture of the Congo people, and how Sapeur survives through the perspective of postcolonial discourse in the novel Tais-Toi et Meurs (2012). The method used in this study is a qualitative method with a textual approach and is supported by functional models and actan schemes belonging to A. J. Greimas (1983). Stuart Hall's (1994) identity theory and Homi Bhabha's (1994) mimicry theory are also used in this research as the basis of postcolonial discourse. The results of this study indicate that La Sape, considered a symbol of freedom from colonialism, is an affirmation of colonialism and inferiority which causes the Sapeurs to continue to mimic the lifestyle of the colonizers.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ariefqy Noermansyah
Abstrak :
Penelitian ini membahas salah satu fenomena diskriminasi berbasis ras, yaitu rasisme simbolik modern sebagai praktik yang tercermin melalui novel fantasi remaja terkenal Harry Potter and the Chamber of Secrets karya J.K. Rowling. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan dilakukan dengan membedah teks secara komprehensif melalui metode analisis wacana kritis Theo Van Leeuwen (1996) yang berfokus pada strategi representasi aktor-aktor sosial. Dengan paradigma kritis-konstruktivis, hasil penelitian menunjukkan bahwa: praktik rasisme simbolik modern yang dikonstruksi melalui cerita dipraktikkan melalui berbagai strategi wacana; fenomena ini tidak dapat dilepaskan dari latar belakang dan pola pikir penulisnya; serta perlu adanya sensitivitas pembaca terhadap konsumsi bacaan sehingga internalisasi gagasan yang bersifat diskriminatif terhadap kelompok tertentu dapat dihindari. ......The study focuses on a form of racial discrimination, modern-symbolic racism as practices which emerge in one of the most popular fantasy teenlit novel Harry Potter and the Chamber of Secrets by J.K. Rowling. The research uses qualitative approach by analysing text comprehensively using Theo van Leeuwen’s critical discourse analysis (1996), focusing on representation strategies towards social actors. By using critical-constructivism paradigm, the result of study shows: modern-symbolic racism were constructed in the text in various discourse strategies; this phenomenon cannot be separated with the author’s background and ways of thinking; and people need to be more sensitive in consuming communication text (e.g. novels) in order to avoid discriminative ideas towards certain group of people.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delmarrich Bilga Ayu Permatasari
Abstrak :
Artikel ini bertujuan untuk mengungkap pemaknaan atas gerakan perlawanan atau resistensi tokoh-tokoh perempuan dalam novel Garis Perempuan karya Sanie B. Kuncoro. Tokoh Ranting, Gendhing, Tawangsri, dan Zhang Mey merupakan perempuan dewasa yang hidup di tengah arus modernitas namun memiliki akar budaya yang tidak dapat dilepaskan dari hukum patriarki yang kental. Dibesarkan dengan latar budaya yang berbeda-beda, keempat tokoh tersebut memiliki cara-cara tersendiri dalam meraih kesejahteraan, kebebasan pribadi, dan keadilan sosial yang secara keseluruhan diwujudkan dalam upaya pemaknaan terhadap virginitas. Dengan menggunakan konsep kritik sastra feminis dapat disimpulkan bahwa virginitas adalah sesuatu yang bersifat cair yang digunakan oleh perempuan sebagai bentuk penghargaan atas tubuhnya. Dengan mengapresiasi virginitasnya seorang perempuan telah berkuasa terhadap kepemilikan tubuhnya yang dalam budaya dan hukum patriarki kuasa perempuan atas kepemilikan tubuhnya seringkali tidak diindahkan.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017
810 JEN 6:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library