Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutangi
"Prevalensi TB Paru banyak ditemukan pada lingkungan rumah dengan kondisi fisik rumah yang kurang layak huni, karena kurangnya ventilasi maka konsentrasi kuman TB (mycobacterium tuberculoses) cenderung bertahan dan tidak mati karena kurangnya sinar ultra violet dan sinar matahari yang masuk ke ruangan tersebut, sehingga penularan mudah terjadi (Atmosukarto, K dkk, 2000).
Di Kabupaten Indramayu berdasarkan laporan bulanan (LB. 1) seluruh Puskesmas tahun 2001 dan sesuai daftar tersangka penderita TB.06 didapatkan jumlah penderita TB Pam BTA positif sebanyak 297 orang. Keadaan kondisi lingkungan rumah di Kabupaten Indramayu tersebut yang memenuhi syarat sebanyak 128.006 (35,2%) dari 365.732 rumah yang diperiksa, Jumlah penderita TB Paru BTA (+) terbanyak terdapat pada daerah-daerah wilayah kerja Puskesmas dengan kondisi lingkungan rumah yang memenuhi syarat di bawah rata-rata.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang sumber penular dan faktor lain yang berhubungan dengan terjadinya penularan TB Paru di Kabupaten Indramayu. Rancangan yang digunakan adalah cross sectioal pada dua kelompok. Responden pada penelitian ini berjumlah 240 orang yang terdiri dari 120 orang yang menderita TB Paru BTA positif dan 120 orang yang tidak menderita TB Paru dengan hasil pemeriksaan BTA negatif selama periode Juli sampai September 2002. Data diolah dengan analisis statistik univariat, bivariat dan untuk multivariat pemodelan kuantitatif digunakan regresi logistik.
Penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian penularan TB Paru pada pada derajat kepercayaan 95% analisis statistik meliputi: adanya sumber penular (OR 6,9; p=O OO), umur >45 tahun (OR 1,9; p O,09), rumah padat (OR=2,l; kamar padat (OR=2,5; p O,OO),cahaya rumah yang kurang (OR=2,1; p=0,00), cahaya kamar yang kurang (OR=12,6; ventilasi kamar yang kurang (OR =7,6; p4:1,00 dan kelembaban kamar yang tidak sesuai standar (OR=1 1; p=,00). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhungan dengan kejadian penularan TB Paru di Kabupaten lndramayu adalah adanya sumber penular, cahaya kamar yang kurang dan ventilasi kamar yang kurang. Analisis dampak potensial (fraksi etiologi) menunjukkan bahwa mengatur pencahayaan kamar yang cukup akan memberikan dampak penurunan kejadian penularan sebesar 70%, ventilasi kamar yang sesuai standar sebesar 5%, dan menghindari kontak penderita sebesar 5%.
Promosi kesehatan dan kegiatan terkait dengan lintas sektoral perlu dilaksanakan dalam hal pembinaan masyarakat dibidang teknis non medis seperti pemahaman terhadap faktor-faktor risiko penyakit dan pembinaan rumah sehat Disamping meningkatkan efektifitas strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse) termasuk mendayagunakan PMO (pengawas minum obat) dari tenaga kesehatan terdekat dengan penderita untuk menjamin pengobatan tuntas sehingga penderita tidak lagi menjadi sumber penular yang membayakan lingkungannya. Selain itu perlu juga dilakukan penelitian dengan desain yang berbeda sehingga dapat dikaji secara lebih akurat dari pengaruh faktor -faktor risiko yang diteliti.

Relation between Source of Infection and Other Factors with Positive Acid-Fast Bacilli (+AFB) Pulmonary TB Incidence in District of Indramayu Year of 2002Pulmonary TB prevalence often can be found in neighborhood with improper physical condition for living, such as bad ventilation that caused mycobacterium tuberculoses tend to survive because lack of ultraviolet ray from the sun, then the infection is easier (Almosukarto, el al., 2000).
In District of Indramayu based on the weekly report (LB.1) all of the health center in year of 200I and list of TB.06 patients, there are 297 patients with positive acid-fast bacilli (+AFB) pulmonary TB. Only 128000 (35.2%) from 365732 houses that competent for live. Most of TB patients wit AFB+ live in neighborhood that ineligible for live or below average.
This study objective is to gain information about source of infection and other factors that related to TB infection in District of Indramayu. Using two group cross sectional design. Respondents in this study are 240 people, 120 people with +AFB of Pulmonary TB and 120 people -AFB during July to September. Data has been processed by statistical analysis unvariate, bivariate and for quantitative modeling of multivariate using logistic regression.
This study showed that variables that related to Pulmonary TB incidence at 95% Cl area: source of infection (OR=6.9, p=0.00), age ? 45 (0R=1.9; p'0.09), crowded housing (DR=2.1; p 0.00), crowded room (OR=2.5; p O.00), lack of light (OR=12.6; p r.1.00), lack of ventilation (OR 7.6; p 9,00) and humidity below standard (OR=1.1;.p=0.00). Multivariate analysis showed that dominant factors which related to Pulmonary TB infection in District of Indramayu are source of infection, humidity, lack of light and crowded room. Potential impact analysis (etiology fraction) showed that room with enough light decrease incidence of TB infection 70%, setting room with enough ventilation to appropriate level is 5%, and avoid the Pulmonary TB patient is 5%.
Health promotion and linked activity inter sector should be arranged in order to educate people in non-medical technique such as understanding the risk factors and build a healthy house besides increasing the effectiveness of Directly Observed Treatment Short course (DOTS) including usage of health workers for supervision in medication usage, so this medication could work effectively and patients can be healed and not become source of infection. In addition, study with different design should be arranged so the effects of risk factor can be found accurately.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T 11317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyadi
"Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular yang bersifat kronis dan memiliki dampak sosial yang cukup besar. Program penanggulangan penyakit TB Paru di Kota Banjarmasin dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse ) mulai dilaksanakan pada tahun 1996/1997. Penemuan penderita TB Paru BTA (+) sejak tahun 1997 - 2001 sebanyak 55, 264, 242, 311 dan 252 penderita.
Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah ada hubungan antara kontak serumah dan faktor lain terhadap kejadian TB Paru BTA (+). Penelitian ini menggunakan disain cross sectional dan dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2003 di Kota Banjarmasin. Populasi pada penelitian ini adalah individu berumur 15 yang tinggal di Kota Banjarmasin, dengan jumlah total sampel sebanyak 300 sampel. Pengolahan data dengan program komputer dan analisis data menggunakan menggunkan uji statistik univariat, bivariat dan penentuan model melalui uji multivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian TB Paru yaitu : kontak serumah ( OR = 3,4 & pv = 0,01 ), status gizi ( OR = 3,7 & pv = 0,01 ), pencahayaan kamar tidur ( OR = 8,8 & p v = 0,00 ), ventilasi (OR = 12,0 & 0,00 ), kelembaban rumah ( OR = 17,5 & pv = 0,00 ) dan kelembaban tempat tidur (OR = 49,3 & pv = 0,00 ) . Dari hasil analisa multivariat ternyata didapat hanya tiga variabel yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+), yaitu : kontak dengan sumber penular serumah, status gizi dan ventilasi, sehingga di dapat model dari ke tiga variabel tersebut dengan interaksi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan antara variabel kontak serumah, status gizi serta ventilasi dengan kejadian TB Paru BTA (+). Pada penelitian ini disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota untuk lebih mengintegrasikan program pemberantasan TB melalui kerjasama lintas sektor. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota untuk diadakannya penelitian lebih lanjut dengan disain lain yang lebih menunjukkan hubungan kausalitas antara faktor tersebut.
Daftar bacaan : 50 ( 1979 - 2002 )

Pulmonary tuberculosis is an infectious disease, which tends to become chronic and causing big social impact. Pulmonary tuberculosis control program using DOTS ( Directly Observed Treatment Short Course ) in Banjarmasin has commenced in 199611997. The number of pulmonary tuberculosis case from 1997 to 2001 was respectively 55, 264, 242, 311 and 252.
The objective of this research was to confirm correlation between house-hold contact and other factors with positive acid - fast bacilli ( + AFB ) pulmonary tuberculosis incidence,
The research was done in Banjarmasin using cross sectional design. Population is individual age of ≥ 15 years. Sample in this research are 300 sample, during January to March 2003. Data were processed with computer program and by statistical analysis univariate, bivariate and for quantitative modeling of multivariat using logistic regression.
The result showed that variables that significant correlated to pulmonary tuberculosis (+ AFF) house-hold contacts ( OR = 3.4 & pv = 0.01 ), nutrition status ( OR = 3.7 & pv = 0.01 ), bedroom lighting ( OR = 8.8 & pv = 0.00 ), ventilation (OR = I2.0 & pv = 0.00 ), relative humidity of house ( OR = 17.5 & pv = 0.00 ) and relative humidity of bedroom (OR = 49.3 & pv = 0.00 ). The result of the multivariate analysis reveals that only three of them were the significantly correlated to pulmonary tuberculosis (+AFP) that are : house-hold contacts, nutrition status and ventilation. So that the model of those variables can be determined with interaction.
In conclusions there are three variables that have correlation to pulmonary tuberculosis (+AFP), namely : house-hold contacts, nutrition status and ventilation. The study suggests the City Health Service should improve the control program of pulmonary tuberculosis by developing/ collaboration ship with other sector to reduce the medicine of tuberculosis. In addition, similar studies with other designs should be encouraged to determine the causality correlation between TB and its determinants.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Supriyono
"Penyakit tuberkulosis paru di Kabupaten Bogor merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius dengan jumlah kasus TB Paru BTA (+) tentu meningkat dari 744 tahun 1999 menjadi 1410 tahun 2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko lingkungan fisik rumah, karakteristik individu dan kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah dengan kejadian penyakit TB Paru BTA (+).
Studi kasus kontrol telah dilaksanakan di Wilayah Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor dengan 125 kasus TB Paru BTA (+) dart 125 kasus TB Paru BTA (-). Untuk menentukan kasus dan kontrol dilakukan pengambilan data dari register TB 01, TB 03, TB 04 dan TB 06 yang berasal dari puskesmas. Data faktor risiko lingkungan fisik rumah dikumpulkan dengan cara observasi dan pengukuran meliputi sinar matahari masuk ke dalam ruangan rumah, sinar matahari masuk ke kamar tidur, luas ventilasi rumah, kelembaban rumah, kepadatan hunian, keadaan terbukanya jendela ruangan rumah, keadaan terbukanya jendela kamar tidur, jenis lantai dan jenis dinding rumah. Data karakteristik individu dikumpulkan dengan cara wawancara meliputi umur, jenis kelamin, dan status imunisasi. Data faktor risiko kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah dikumpulkan dengan cara observasi, meliputi kebiasaan merokok, penggunaan obat nyamuk bakar, penggunaan bahan bakar untuk memasak dan kebiasaan membersihkan lantai rumah. Seluruh data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara bivariat dan multivariat.
Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa ada 5 variabel faktor risiko lingkungan fisik rumah yang menunjukan hubungan bermakna dengan kejadian penyakit TB Part BTA (+) yaitu sinar matahari masuk ke dalam ruangan rumah (p = 0,000, OR = 5,525 & 95% CI = 3,155-9,674), sinar matahari masuk ke dalam kamar tidur (p = 0,000, OR = 7,098 & 95% CI = 4,045-I2,455), luas ventilasi rumah (p = 0,000, OR = 5,196 & 95% CI = 2,992-9,026), keadaan terbukanya jendela ruangan rumah (p = 0,000, OR - 3,218 & 95% CI = 1,875-5,521) dan keadaan terbukanya jendela kamar tidur (p = 0,000, OR = 6,780 & 95% CI = 3,887-12,140). Dari faktor risiko kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah hanya kebiasaan membersihkan lantai rumah yang bermakna (p = 0,003, OR = 4,319 & 95% CI = 1,188-15,701). Selanjutnya, analisis multivariat menunjukan bahwa variabel yang paling dominan dalam mempenganihi terjadinya penyakit TB Paru BTA (+) adalah luas ventilasi rumah. Model persamaan regresi logistik menunjukan bahwa seseorang dengan faktor risiko tinggal di rumah dengan tidak ada sinar matahari yang masuk ke kamar tidur, luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dan tidak terbukanya jendela kamar tidur mempunyai probabilitas untuk menderita penyakit TB Pani sebesar 19 kali lebilh besar dibandingkan dengan seseorang yang tidak mempunyai faktor risiko tersebut. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan fisik rumah merupakan faktor risiko yang terbesar dalam mempengaruhi kejadian penyakit TB Paru BTA (+) dibandingkan dengan faktor risiko karakteristik individu dan kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah.
Daftar bacaan ; 43 ( 1980 - 2002 )

Physical Environments of House as Risk Factors of Positive Acid Fast Bacilli (AFB+) TB at Ciampea Subdistrict, District of Bogor, 2002 In Bogor District Tuberculosis is a serious problem of public health with AFB+ cases increasing from 744 in 1999 to 1410 in 2002. Previous researches indicate that TB is associated with physical environments, individual characteristics and daily habit in the house. This research is intended to investigate the association of physical environments of house with AFB+ TB cases.
A case-control study has been carried out in Ciampea Subdistrict, District of Bogor, with 125 respondents of AFB+ as cases and 125 respondents of negative AFB as control. Register Form of TB 01, TB 03, TB 04, and TB 06 filled up by Health Center (Puskesmas) was used to determine the case and control. Data on sunlight into dining room, sunlight into bedroom, ventilation width, relative humidity, window opening of dining room, window opening of bedroom, type of wall, type of floor, and house density as physical environments were collected by direct observation and measurement, while data on age, sex and immunization status as individual characteristics were collected by interview. In addition, smoking, use of mosquito coil, use cooking fuels, and floor cleaning as daily habits were collected by observation. Bivariate and multivariate analysis were employed to all collected data.
Bivariate analysis shows that five physical environments of house are significantly associated with AFB+ TB cases, i.e. sunlight into dining room (p = 0.000, OR = 5.25, 95% CI = 3.155 - 9.674), sunlight into bedroom (p = 0.000, OR = 7.098, 95% CI = 4.045 - 12.455), width of house ventilation (p = 0.000, OR = 5.196, 95% CI = 2.992 - 9.026), window opening of dining room (p = 0.000, OR = 3218, 95% CI = 1.875 - 5.521), and window opening of bedroom (p = 0.000, OR = 6.780, 95% CI = 3.887 - 12140). In addition, of daily habit factors only floor cleaning is significantly associated (p = 0.003, OR = 4.319, 95% CI = 1.188 - 15.701). Further, multivariate analysis shows that the dominant risk factor associated with AFB+ TB is house ventilation. Meanwhile, logistic regression model indicates that probability of having AFB+ TB of those who reside in a house with no sunlight coming into bedroom, under standard ventilation width, and closed bedroom window is 19 fold higher than (hose with no such risk factors. It is concluded that physical environments of house are major risk factors compared with individual characteristics and daily habitual activities.
References: 43 (1980 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T11254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library