Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Ade Nurmalisa
"Penelitian ini berjutuan untuk menggali keberdayaan perempuan pekerja VCS dalam berelasi dengan klien dan pihak lainnya. Terdapat banyak studi yang membahas bahwa prostitusi online menyediakan ruang yang lebih aman dimana pekerja seks dianggap lebih mampu meminimalisir resiko (Jones, 2016; NSWP, 2016; Cunningham, 2019). Namun studi-studi sebelumnya lebih berfokus pada manfaat internet terhadap profesi pekerja seks ataupun alasan pekerja seks memanfaatkan media sosial. Terdapat hal menarik lain yang dapat diteliti lebih lanjut, yaitu mengenai upaya yang dilakukan oleh pekerja seks dengan memanfaatkan ruang virtual yang tersedia untuk menciptakan posisi yang berdaya selama berelasi dengan pihak lain seperti klien dan mucikari. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus terhadap 4 perempuan pekerja VCS yang mempromosikan dirinya melalui media sosial Twitter. Studi ini menggunakan konsep power, otonomi tubuh, dan teori pertukaran sosial sebagai pisau analisis. Temuan studi melalui wawancara mendalam secara virtual kepada ke-4 informan menyimpulkan pekerja VCS mampu untuk memiliki kontrol pada profesinya, kontrol atas tubuhnya, hingga kemampuan menciptakan posisi tawar yang baik. Hal ini menciptakan keberdayaan yang ditunjukan pada beberapa hal, seperti 1) Kemampuan untuk menolak dan menerima klien melalui penseleksian dan penyortiran klien yang mengacu pada kriteria klien serta kesepakatan kerja dengan klien; 2) Kemampuan dalam merespon dan menciptakan strategi untuk terhindar dari resiko capping, doxing, penipuan, online sexual harassement, hingga keberadaan faker; 3) Kemampuan pekerja VCS untuk dapat benegosiasi dengan klien selama proses transaksi seksual. Kemampuan pekerja VCS untuk dapat memproduksi kekuasaan dan menciptakan relasi kerja yang sejajar dengan klien disebabkan karena adanya pengetahuan terkait kondisi kerja, kesadaran kritis, keterampilan digital yang dimiliki, serta kemampuan untuk menciptakan sumberdaya alternatif yang dibutuhkan lainnya, yaitu uang, dengan menjaga dan memperluas pasarnya. Ruang digital juga seakan menjadi tembok pembatas antara pekerja VCS dan klien sehingga memudahkan pekerja VCS untuk menciptakan dan mengunakan kekuasaanya.
This study aims to explore the empowerment of women VCS workers in relating to clients and other parties. There are many studies that discuss that online prostitution provides a safer space where sex workers are considered to be better able to minimize risk (Jones, 2016; NSWP, 2016; Cunningham, 2019). However, previous studies have focused more on the benefits of the internet for the sex worker profession or the reasons sex workers use social media. There is another interesting thing that can be investigated further, namely the efforts made by sex workers by utilizing the available virtual space to create a position of power while dealing with clients. This study uses a qualitative approach with a case study method on 4 female VCS workers who promote themselves through social media Twitter. This study will use the concept of power, body autonomy, and social exchange theory as an analytical knife. The study findings through virtual in-depth interviews with the 4 informants concluded that VCS workers are able to have control over their profession, control over their bodies, to the ability to create a good bargaining position. This can be shown in several things that are done by VCS workers, such as 1) The ability to reject and accept clients through the selection and sorting of clients based on client criteria and work agreements with clients; 2) Ability to respond and create strategies to avoid the risk of capping, doxing, fraud, online sexual harassment, and the presence of fakers; 3) The ability of VCS workers to be able to negotiate with clients during the sexual transaction process. The ability of VCS workers to be able to produce power and create equal working relationships with clients is due to their knowledge of working conditions, critical awareness, digital skills, and the ability to create alternative resources needed, namely money, by maintaining and expanding the market. The digital space also seems to be a dividing wall between VCS workers and clients, making it easier for VCS workers to create and use their power."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Farhana
"
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk melihat posisi tawar perempuan keturunan Arab terhadap keluarga dalam pemilihan pasangan nikah endogami, dan melihat pada faktor yang melatarbelakangi perbedaan posisi tawar perempuan keturunan Arab terhadap keluarga dalam pemilihan pasangan nikah. Studi-studi sebelumnya mengenai pernikahan endogami lebih banyak melihat pemilihan pasangan didominasi oleh peran orangtua atau keluarga melalui perjodohan (Arranged-Marriage), yang secara tidak langsung menggambarkan pasifnya posisi tawar perempuan dalam pemilihan pasangan nikah endogami. Berbeda dengan studi sebelumnya, studi ini melihat pada posisi tawar perempuan keturunan Arab terhadap keluarga dalam memilih pasangan nikah endogami, dan faktor-faktor yang melatarbelakangi posisi tawar tersebut. Argumen penelitian ini adalah posisi tawar perempuan keturunan Arab terhadap keluarga dalam pemilihan pasangan nikah endogami dapat menempati posisi tawar aktif maupun pasif yang dilatarbelakangi oleh pendidikan dan kemandirian ekonomi perempuan. Berdasarkan hasil temuan, posisi tawar perempuan keturunan Arab terhadap keluarga dalam memilih pasangan saat ini mampu menempati posisi tawar aktif walaupun peran keluarga masih sangat dominan. Posisi tawar ini dilatarbelakangi oleh pendidikan dan kemandirian ekonomi perempuan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam pada perempuan keturunan Arab Ba alwi di Jakarta.
ABSTRACTThis study aims to look at the bargaining position of Arab descendant women towards families in the mate selection in endogamous marriage and look at the factors that affect the differences in bargaining position of Arab descendants towards families in the mate selection of endogamy. Previous studies on endogamy saw more choice of couples dominated by the role of parents or families through Arranged-Marriage, which indirectly illustrates the passive bargaining position of women in the mate selection of endogamous marriages. In contrast to the previous studies, this study looked at the bargaining position of Arab descendant women towards families in choosing husband, and the factors behind the bargaining position. The argument of this study is that the bargaining position of Arab descendant women towards families in choosing husband shows active and passive bargaining positions, supported by the women's education and occupation. Based on the findings, the bargaining position of Arab descendants towards families in choosing partners is currently able to occupy an active bargaining position even though the role of family is still very dominant. This bargaining position is supported by womens education and occupation. This study used qualitative methods with data collection techniques in-depth interviews and observations of Arab Ba alwi women in Jakarta."
2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Gilang Esa Mohamad
"Pemecatan Fahri Hamzah dilakukan berdasarkan rekomendasi dari BPDO dalam putusan Majelis Tahkim No.02/PUT/MT-PKS/2016 yang menyatakan bahwa Fahri Hamzah diberhentikan dari seluruh jenjang keanggotaan PKS. Akibat langsung dari pemecatan yang dilakukan antara lain hilangnya jabatan publik yang dipegang oleh Fahri Hamzah. Jabatan publik tersebut adalah Anggota dan Wakil Ketua DPR-RI. Dengan menempuh jalur hukum, Fahri Hamzah berhasil melakukan penolakan pemecatan dirinya. Keberhasilan ini didorong oleh adanya tiga faktor, yaitu faktor kepercayaan, faktor komitmen, dan faktor efikasi diri yang berasal dari teori Meredith Watts. Teori yang digunakan untuk menunjang teori tersebut adalah 1) Teori Perwakilan Politik oleh Jane Mensbridge dan Teori Tiga Bentuk Modal oleh Pierre Bourdieu. Untuk memperoleh data sebagai dasar analisis maka tulisan ini akan menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) sebagai upaya untuk memperoleh data primer. Adapun untuk menguatkan temuan yang diperoleh dari proses wawancara, tulisan ini akan menggunakan beberapa literatur ilmiah terkait sebagai data pendukung (data sekunder) penelitian berupa data tertulis. Penelitian ini menemukan bahwa Fahri Hamzah menggunakan kekuatan hukum negara untuk mengintervensi keputusan internal PKS. Keberhasilan yang diraih Fahri Hamzah menunjukkan bahwa kombinasi dari faktor kepercayaan, komitmen, dan efikasi diri yang dimiliki, Fahri Hamzah berhasil meyakinkan pihak Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung bahwa dirinya bukan merupakan pihak yang bersalah dalam kasus ini.
The dismissal of Fahri Hamzah was based on a recommendation from the BPDO in the decision of the Majelis Tahkim No.02/PUT/MT-PKS/2016 which stated that Fahri Hamzah was dismissed from all levels of PKS' membership. The direct result was the dismissal from his position as the deputy chairman in DPR-RI. By taking legal action, Fahri Hamzah managed to refuse his dismissal. This success is driven by the existence of three factors, namely the trust factor, commitment factor, and self-efficacy factor derived from the theory of Meredith Watts. The theory used to support Watts' theory is 1) Political Representation Theory by Jane Mensbridge and The Three Forms of Capital Theory by Pierre Bourdieu. To obtain data as a basis for analysis, this resarch is using in-depth interviews technique in an effort to obtain primary data. As for reinforcing the findings obtained from the interview process, this research is using some related scientific literature as supporting data (secondary data) in the form of written data. This study found that Fahri Hamzah used the power of state law to intervene in PKS internal decisions. The success achieved by Fahri Hamzah shows that the combination of the trust, commitment and self-efficacy factors possessed by him could convince the District Court, High Court and Supreme Court that he was not guilty."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Taufik Rinaldi
"Paradigma hukum positif mengabaikan fakta bahwa penyelesaian sengketa pada dasarnya merupakan arena pertarungan kepentingan antar kelas sosial di masyarakat. Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana budaya hukum dan ketertiban sosial yang merepresentasikan kepentingan kelas yang dominan menentukan aturan main dan jenis kapital yang diperebutkan oleh aktor dan lembaga, termasuk mereka yang berasal dari kelompok miskin. Konstruksi sosiologis terhadap arena penyelesaian sengketa sekaligus menjelaskan bagaimana pengetahuan hukum, keterampilan dan relasi sosial memberi peluang, dan pada saat yang sama membawa dilema, bagi aktor paralegal dalam memperkuat posisi tawar kelompok miskin untuk medapatkan keadilan.
The legal-positivist paradigm ignores the fact that the dispute resolution is basically a battle arena of interests between social classes in society. In the light of Bourdieu?s Reflexive Sociology in approaching dispute resolution practices, this study illustrates how legal and social order as a culture, which represents the interests of dominant class, determines the objective, power relation and type of capitals contested by actors and institutions, including those poor and marginalized groups in society. By constructing dispute resolution as a social field, this study explains how legal knowledge, skills and social networks provide opportunities, yet problematic, for paralegal in order to strengthen the access to justice for the poor and marginalized groups."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28969
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library