Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: Cambridge Univ Press, 2014
572.43 PCR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Setyaningtyas
"Southeast Asian Ovalocytosis (SAO), thalassemia α, serta defisiensi enzim G6PD (Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase) merupakan kelainan sel darah merah yang terjadi akibat adanya mutasi. Kelainan sel darah merah tersebut banyak ditemukan pada daerah endemik malaria. Hal tersebut diduga terkait dengan adanya mekanisme proteksi terhadap parasit malaria. Penelitian bertujuan untuk mengetahui frekuensi penderita SAO, thalassemia α, G6PDd/SAO dan G6PDd/thalassemia α.
Metode deteksi yang dilakukan yaitu dengan pengamatan morfologi eritrosit, perhitungan sel darah total (CBC), serta biologi molekuler menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Berdasarkan hasil PCR, didapatkan frekuensi penderita SAO sebesar 11,4%, thalassemia α sebesar 15,2%, G6PDd/SAO sebesar 0,8%, serta penderita G6PDd/thalassemia α sebesar 0,32%. Manifestasi klinis dapat dilihat dari nilai perhitungan sel darah total (CBC) penderita G6PDd/SAO dan G6PDd/thalassemia α yang cenderung rendah.

Southeast Asian Ovalocytosis (SAO), α thalassemia, and G6PD (Glucose-6-Phosphate- Dehydrogenase) enzyme deficiency are red blood cell disorders that occur due to mutations in the DNA. These red blood cell disorders are commonly found in malaria endemic areas. That lead to the asumption that may provide protection against malaria parasite. The research done in order to determine the frequency of SAO, α thalassemia, G6PDd/SAO, and also G6PDd/ α thalassemia.
Detection method used by erythrocytes morphological observation and also from haematological profile. In addition, for more accurate result used moleculer method detection by Polymerase Chain Reaction (PCR). Based on PCR, result showed frequency for SAO 11,4%, α thalassemia 15,2%, G6PDd/SAO 0,8% , and for G6PDd/ α thalassemia 0,32%. Haematological profile from suffered showed tend to be lower.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S60820
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larashintya Rulita
"Komposisi komunitas mikrobiota usus pada neonatus prematur dapat diidentifikasi menngunakan mekonium dan feses. Akan tetapi, penelitian menggunakan sampel mekonium dan feses memiliki tantangan tersendiri karena konsistensinya serta kandungan inhibitor PCR yang tinggi pada sampel mekonium dan feses. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimasi perolehan DNA mikrobiota mekonium dan feses dari neonatus yang lahir prematur di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel mekonium, feses 4 dan 7 hari setelah kelahiran dari neonatus prematur. Setelah itu, dilakukan optimasi proses perolehan DNA. Parameter yang dioptimasi yaitu dengan mempertimbangkan jumlah dan kondisi sampel, penggunaan kit ekstraksi yaitu Qiagen DNeasy Powersoil Kit dan MP Biomedical FastDNA Spin Kit for Soil, tahap preparasi sampel, dan tahap elusi DNA. Selanjutnya, DNA genomik hasil ekstraksi dikuantifikasi serta dikonfirmasi menggunakan Polymerase Chain Reaction sebelum tahap NGS. Hasil pada penelitian ini yaitu sampel yang dilakukan optimasi dengan replikasi jumlah sampel sebanyak 2 kali, menggunakan sampel segar, menggunakan buffer elusi dengan volume yang lebih sedikit, pelarutan sampel menggunakan ddH2O, dan diekstraksi menggunakan MP Biomedical FastDNA Spin Kit for Soil menghasilkan konsentrasi serta kemurnian yang lebih tinggi. Kesimpulannya, perlu dilakukan optimasi pada tahap ekstraksi DNA untuk menghasilkan perolehan serta kemurnian DNA yang tinggi."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Kusumastuti Roosadiono
"Kuantitasi DNA mitokondria antarjaringan memerlukan suatu metode
yang memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Polymerase chain reaction (PCR)
adalah suatu metode enzimatis yang dilakukan untuk memperbanyak
fragmen DNA yang diinginkan. PCR dapat dimanfaatkan untuk kuantitasi
DNA dan disebut teknik PCR kuantitatif. Ada dua macam metode dalam
teknik PCR kuantitatif yang sering digunakan, yaitu metode regresi linier dan
metode koampi ifikasi kompetitif.
Pada penelitian mi telah direkayasa plasmid yang mengandung
fragmen DNA mitokondria termutasi yang berasal dari penderita Leber's
hereditary optic neuropathy (LHON) dan plasmid yang mengandung fragmen
DNA mitokondnia normal. Plasmid-plasmid tersebut masing-masing disebut
plasmid kompetitor dan plasmid target, serta dapat dipergunakan sebagai
DNA kompetitor dan DNA target pada teknik PCR kuantitatif metode
koamplifikasi kompetitif, sedangkan metode regresi tinier hanya
membutuhkan plasmid target. Dengan plasmid tersebut telah diuji tingkat
akurasi antara metode regresi tinier dengan metode koamplifikasi kompetitif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode koamplifikasi kompetitif memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode regresi tinier."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This book offers an overview of state-of-the-art in non amplified DNA detection methods and provides chemists, biochemists, biotechnologists and material scientists with an introduction to these methods. In fact all these fields have dedicated resources to the problem of nucleic acid detection, each contributing with their own specific methods and concepts. This book will explain the basic principles of the different non amplified DNA detection methods available, highlighting their respective advantages and limitations. Non-amplified DNA detection can be achieved by adopting different techniques. Such techniques have allowed the commercialization of innovative platforms for DNA detection that are expected to break into the DNA diagnostics market. The enhanced sensitivity required for the detection of non amplified genomic DNA has prompted new strategies that can achieve ultrasensitivity by combining specific materials with specific detection tools. Advanced materials play multiple roles in ultrasensitive detection. Optical and electrochemical detection tools are among the most widely investigated to analyze non amplified nucleic acids. Biosensors based on piezoelectric crystal have been also used to detect unamplified genomic DNA. The main scientific topics related to DNA diagnostics are discussed by an outstanding set of authors with proven experience in this field."
New York: Springer, 2012
e20395543
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Sitti Khayyira
"Optimasi deteksi molekuler kandungan gelatin asal porsin berbasis DNA Deoxyribonucleic Acid genomik dilakukan dengan metode duplex PCR Polymerase Chain Reaction . DNA yang diamplifikasi adalah trace DNA genomik porsin yang masih terkandung dalam gelatin asal porsin. Trace DNA yang terdapat dalam gelatin jumlahnya sangat sedikit karena telah melalui berbagai proses produksi sehingga diperlukan optimasi metode ekstraksi DNA.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode yang sensitif dalam identifikasi gelatin asal porsin serta mendeteksi kandungan porsin dari gelatin cangkang kapsul. Metode yang dipilih adalah duplex PCR, yaitu PCR dengan dua target sekuens DNA, yaitu DNA cyt b dan ATP8. Untuk reaksi PCR, dipilih dua pasangan primer yang spesifik mengamplifikasi DNA genomik porsin.
Metode yang dioptimasi berupa metode ekstraksi DNA genomik dan metode duplex PCR. Duplex PCR dilakukan terhadap campuran DNA reference porsin dan bovin dengan variasi konsentrasi 100 ; 50 ; 10 ; 1 ; 0,5 ; 0,1 ; 0,05 ; dan 0,01 untuk meneliti sensitivitas metode serta pada sampel cangkang kapsul gelatin.
Pada sampel positif mengandung trace DNA porsin diperoleh produk hasil amplifikasi PCR yang berukuran 212 bp dan 398 bp sedangkan pada sampel negatif porsin tidak diperoleh produk amplifikasi. Metode duplex PCR dapat digunakan sebagai metode deteksi awal untuk mengidentifikasi kandungan porsin pada gelatin dari cangkang kapsul dengan sensitif.

Optimization of genomic DNA Deoxyribonucleic Acid based molecular detection of gelatine derived from porcine was carried out by performing duplex PCR Polymerase Chain Reaction method. Trace of porcine genomic DNA that remained in porcine derived gelatine were amplified. Optimization of DNA extraction method was carried out in consideration of the very low concentration of genomic DNA derived from gelatine capsule samples that have gone through various manufacturing conditions.
The chosen method, duplex PCR, is a PCR method where two target sequences of DNA, cyt b and ATP synthase F0 subunit 8 DNA, are amplified simultaneously. Two sets of porcine specific primers were chosen for the duplex PCR. Genomic DNA extraction method and duplex PCR method were optimized.
Duplex PCR was carried out to mixtures of porcine and bovine DNA reference in various concentration 100 50 10 1 0,5 0,1 0,05 and 0,01 to confirm sensitivity of the method and to gelatine capsule shell samples. PCR products with the length of 212 bp and 398 were obtained in porcine positive samples only. Duplex PCR method has been optimized as sensitive intial method for molecular detection of porcine in gelatin capsule shells.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68668
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wistri Ningtrah Galuh P.
"Rotavirus grup A merupakan salah satu agen penting yang paling banyak menyebabkan penyakit diare pada anak-anak dengan tingkat keparahan yang cukup tinggi. Studi menunjukkan rotavirus bertanggung jawab atas kematian kurang lebih 800.000 anak pertahunnya di dunia. Tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas yang ditunjukkan oleh infeksi virus ini mendorong dilakukannya penelitian terhadap galur rotavirus untuk pengembangan pembuatan vaksin yang efektif sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya wabah yang lebih besar. Pada penelitian ini 413 sampel feses dikumpulkan selama rentang waktu bulan September 2005 sampai September 2006 dan diperoleh dari pasien anak-anak dengan gejala diare di wilayah Denpasar-Bali. Sampel diuji dengan metode Enzyme Immunoassay (EIA) dan sebanyak 209 sampel memberikan hasil positif (50,60%). Analisis kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan gen penyandi VP7 untuk serotipe G dan gen VP4 untuk serotipe P. Hasil uji dengan metode tersebut menunjukkan prevalensi dari mix serotipe G4G9 dengan P[8] adalah yang paling banyak ditemui di Denpasar (47,36%).

Human group A rotavirus is the most pathogenic agent which can cause diarrhea in children with a highly severity. Studies showed that rotavirus are responsible for more than 800.000 infants and children deaths annually in the worldwide. The high extremely morbidity and mortality associated with rotavirus emphasizes the need to develope an effective vaccine to reduce the disease incidence. In this study 413 stool samples are collected from September 2005 through September 2006 from children with diarrhea in Denpasar-Bali. Group A rotavirus was showed in 50,60% of the samples tested by Enzyme Immunoassay (EIA). The human rotavirus serotype were determined by using Polymerase Chain Reaction (PCR) method using VP7 gene for G serotype and VP4 gene for P serotype. The final result are 47,36% were positive tested by PCR and demonstrated the prevalence of G4G9 with P[8] types was the most commonly rotavirus strain found in Denpasar."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhan Arvialido
"ABSTRAK
PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah sebuah teknik replikasi DNA. Teknik PCR konvensional dengan sampel diam (statik) memiliki kekurangan dari segi waktu operasi yang teramat lama. Untuk mengatasi masalah tersebut, didesain PCR dengan sistem sampel dinamis (mengalir) untuk mempercepat waktu operasi. Riset ini bertujuan untuk menganalisis aliran fluida yang terjadi pada kanal mikro PCR dengan dimensi penampang 250μm×250μm. Terdapat 3 desain PCR yang memiliki variasi banyaknya siklus proses PCR. Hasil menunjukkan bahwa 2 dari 3 PCR tidak dapat memenuhi fungsi alir dimana terjadi rembesan akibat kurang melekatnya hubungan antara PDMS dan penyumbatan pada PCR akibat terjadinya penyempitan pada kanal mikro.

ABSTRACT
PCR (Poylmerase Chain Reaction) is a DNA replication technique. Convensional PCR with static samples has limitation especially in operation time. It required a lot of time to be operated. To answer this issue, PCR that can cut operation time is designed. This study aimed to analyze fluids flow that occured within the PCR's microchannel which results of designing and realization process. There are 3 designs that vary in PCR's cycle process. Furthermore, this study reveals that 2 out of 3 PCR are not able to fulfill flow functioning which is caused by leakeage and the fluid was not flowing."
2016
S64851
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Upiek Ngesti Wibawaning Astuti
"Ruang lingkup dan cara penelitian.
Pemeriksaan larva B. malayi pada nyamuk secara konvensional (mikroskopis) banyak terdapat hambatan, antara lain nyamuk yang ditangkap harus langsung dibedah, memerlukan waktu yang lama, dan tidak spesifik karena larva dalam nyamuk sukar diidentifikasi terutama bila kepadatan larva dalam nyamuk rendah. Mengingat adanya kendala tersebut dikembangkan cara pemeriksaan nyamuk yang lebih cepat dan mudah yaitu melalui pendekatan biologi molekuler dengan Polymerase-chain reaction (PCR). Cara. PCR ini belum digunakan di lapangan sebagaimana cara mikroskopis. Berdasarkan hal diatas timbul pertanyaan apakah cara PCR dapat mendeteksi larva pada nyamuk dari lapangan. Penilaian angka prevalensi dan densitas mikrofilaria pada penduduk dilakukan berdasarkan pemeriksaan darah tebal (20ml). Proporsi infeksi pada nyamuk dihitung berdasarkan pemeriksaan sebagian sampel nyamuk langsung di lapangan dan cara PCR dilakukan di laboratorium terhadap sebagian sampel nyamuk yang disimpan dalam tabung yang mengandung silika.
Hasil dan Kesimpulan
Hasil pemeriksaan mikrofilaria B. malayi darah-malam penduduk menunjukkan prevalensi 18,3% untuk Desa Rogo dan 5,8% untuk Desa Mahoni. Hasil pemeriksaan nyamuk dengan cara mikroskopis di Desa Rogo adalah 2,6% dan Desa Mahoni adalah 1,1%. Pada pemeriksaan nyamuk secara PCR di Desa Rogo adalah 11,2% dan Desa Mahoni 3,2% positif mengandung DNA larva B. malayi. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan sangat bermakna (X2 = 22,24; P-values=0,001) antara Desa Rogo dan Desa Mahoni untuk pemeriksaan darah-malam penduduk, dengan densitas rata-rata 15,89 untuk Desa Rogo, sedang Desa Mahoni densitas rata-ratanya adalah 6,17. Hasil pemeriksaan nyamuk secara mikroskopis antara kedua Desa tidak menunjukkan perbedaan bermakna, namun pada pemeriksaan nyamuk secara PCR menunjukkan perbedaan bermakna (X2 = 4,74; P-values= 0,029). Perbedaan bermakna ditunjukkan antara cara mikroskopis dan cara PCR (X2 = 6,35; P-values-0,01), dan cara PCR memberikan nilai proporsi positif lebih tinggi yaitu 7,62% sedang cara mikroskopis adalah 1,90%, sehingga cara PCR dapat mendeteksi larva di dalam nyamuk lebih baik dari cara mikroskopis."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Lina Rosilawati, supervisor
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Salah satu alasan utama gagalnya pengendalian tuberkulosis di negara berkembang termasuk Indonesia, adalah karena kelemahan dalam diagnostik untuk mendeteksi kasus infeksi pada saat dini, di samping kegagalan terapi kasus tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis. Teknik PCR yang didasarkan pada amplifikasi DNA, merupakan salah satu cara diagnosis yang telah banyak diteliti dan dikembangkan untuk mendeteksi bakteri M. tuberculosis, penyebab penyakit TBC. Pada penelitian ini telah dilakukan uji PCR untuk mendeteksi M tuberculosis H 7Rv, isolat klinis M. tuberculosis dan mikobakteria atipik. Bakteri dibiakkan dalam medium Lowenstein-Jensen kemudian dilakukan ekstraksi DNA menggunakan metode fenol-kloroform. Untuk mengetahui senstivitas uji PCR, DNA basil ekstraksi diencerkan dalam beberapa pengenceran. Pada percobaan awal DNA M. tuberculosis H37Rv diamplifikasi menggunakan primer YNP5 & YNP6 yang disintesis dari sekwens DNA yang menyandi antigen b protein 38kDa. Amplifikasi DNA M. tuberculosis H37Rv, isolat klinis M. tuberculosis, dan mikobakteria atipik dilakukan dengan menggunakan primer Pt8 & Pt9 yang dirancang darn sekwens sisipan IS6110. Hasil amplifikasi dianalisis dengan elektroforesis gel agarosa. Gel kemudian diwarnai dengan larutan etidium bromida dan divisualisasi dengan `ultraviolet transilluminator". Pengambilan gambar gel agarosa dilakukan dengan menggunakan kamera Polaroid.
Hasil dan KesimpuIan : Batas deteksi DNA M. tuberculosis H37Rv hasil amplifikasi dengan primer YNP5 & YNP6 adalah 5 pg setara dengan 1000 sel bakteri, sedangkan dengan primer Pt8 & Pt9 kemampuan uji PCR lebih tinggi dengan batas deteksi 10 fg setara dengan 2 sel bakteri. Uji PCR pada isolat klinis M tuberculosis yang mempunyai batas deteksi tertinggi adalah amplifikasi DNA basil ekstraksi isolat 9727. Batas deteksi uji tersebut adalah 100 fg setara dengan 20 sel bakteri. Primer Pt 8 & Pt9 spesifik untuk M. tuberculosis karena tidak terjadi amplifikasi DNA basil ekstraksi dari mikobakteria atipik."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>