Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dreyer, June Teufel, 1939-
Abstrak :
China's Political System provides a concise introduction to the political, economic, and social factors that determine China's government. Highly respected specialist June Teufel Dreyer offers expert analysis of the challenges facing China's economic, legal, military, social, and cultural institutions while examining the historical context and current trends. China's Political System asks readers to think about the broader problem of governance in China and their global implications by comprehensively showing how the past and present impact leaders, citizens, ethnic minorities, and policies. New to the 10th Edition - the first text to incorporate results from the 19th Party Congress. - includes a new chapter on developments under Xi Jinping - considers the effects of slowing economic growth on politics and society - addresses recent Chinese assertiveness in military and foreign policy The 10th edition of China's Political System continues to provide all of the tools professors need to introduce their students to Chinese politics in ways that are informed, accessible and intriguing
New York: Routledge, Taylor and Francis Group, 2019
320.495 1 DRE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhie Subandri
Abstrak :
Penelitian ini hendak menjawab pertanyaan penelitian yaitu tentang kategori sistem politik Indonesia serta pengaruhnya terhadap kedudukan dan fungsi kepolisian serta ketahanan. Penelitian ini menjadikan bahan pustaka sebagai landasan utamanya, sehingga penelitian ini lebih merupakan sebuah penelitian dokumen (documentary study). Penelitian lapangan dilakukan juga dalam bentuk wawancara, untuk mendapakan konfirmasi dan pendapat tentang beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sistem politik pemerintahan Circle Baru, adalah sistem politik yang memiliki ciri-ciri model rezim birokratik otoritarian (otoritarian birokratik), dan model korporatis negara. Ciri-ciri tersebut adalah : pertama, dipimpin oleh rniliter sebagai suatu lembaga, bekerjasama dengan para teknokrat sipil; kedua, penyusunan kebijaksanaan nasional bersifat teknokratik birokratik; ketiga, massa dimobilisasi melalui pembentukan perwakilan kepentingan; keempat, tindakan represif dilakukan untuk mengendalikan oposisi; kelima, peran yang sangat dominan lembaga kepresidenan. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa sistem politik Orde Baru diatas membawa implikasi terhadap kedudukan dan fungsi kepolisian. Terhadap kedudukan Polri, pada masa Orde Baru, Kepolisian Negara diintegrasikan secara penuh kedalam wadah Angkatan Bersenjata. Pada masa Orde Baru, Polri tidak semata-mata sebagai alat penegak hukum dan pemelihara ketertiban melainkan juga sebagai kekuatan Hankam dan kekuatan sosial politik. Konsekuensi dari kedudukan dan fungsi tersebut, telah menyebabkan Polri tidak dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya kinerja Polri, sebagaimana dipersepsikan oleh masyarakat melalui berbagai penelitian. Sementara itu, sistem politik yang otoriter dan rendahnya kinerja Polri menyebabkan lemahnya penegakkan hukum, dan adanya kesenjangan sosial ekonomi, yang muaranya memberikan kontribusi terhadap lemahnya ketahanan nasional pada masa Orde Baru.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T11172
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Ardiansyah
Abstrak :
Kebijakan luar negeri Iran era Khatami memasuki suatu face baru, bergerak dari konfrontasi ke konsiliasi. Dalam gagasan kebijakan luar negerinya, tidak terdapat "benturan antar kebudayaan", dia lebih memilih "dialog antar kebudayaan". Kebijakan "detente" Khatami telah menciptakan suatu atmosfir yang mendukung untuk meningkatkan hubungan dengan dunia luar. Teheran tengah meningkatkan upayanya untuk memainkan peranan yang lebih besar di kawasan Teluk dan sekitarnya. Sekarang kebijakan "detente" menjadi "cornerstone" dalam Kebijakan Luar Negeri Iran. Masalah ini menarik untuk dikaji mengingat dibawah kepemimpinan Khatami, politik luar negeri Iran mempunyai corak baru yang secara signifikan berbeda dengan pendahulunya. Namun menyimpulkan bahwa Khatami sangat dominan dalam peran perubahan tersebut adalah terlalu menyederhanakan masalah. Sistem politik Iran yang khas, faktor geopolitik, geostrategi dan geoekonomi, tuntutan domestik, nasionalisme, agama, dan tentunya lingkungan eksternal, mempunyai peran yang tidak bisa diabaikan dalam perubahan ini. Tulisan ini akan berusaha mengeksplorasi perubahan dalam kebijakan luar negeri di Iran sejak revolusi tahun 1979, dengan titik berat pada masa pemerintahan Presiden Mohammad Khatami (1997-2001). Pertanyaan yang muncul dalam konteks ini adalah bagaimana suatu sistem politik yang pada mulanya berdasarkan pada doktrin religius secara ketat berhadapan dengan tuntutan domestik dan konteks internasional yang harus disikapi. Hal ini akan memperlihatkan bagamana suatu kebijakan luar negeri, yang berusaha untuk tetap hidup dalam prinsip-prinsip revolusi dan agama, secara simultan tiba pada suatu term pengembangan hubungan yang lebih rasional dan praktis dengan negara luar. Kerangka pemikiran yang digunakan untuk menjelaskan perubahan ini adalah teori determinants factors, serta teori pengambilan kebijakan. Dari hasil penelitian didapat bahwa peningkatan pragmatisme dalam kebijakan luar negeri Iran pada masa pemerintahan Khatami mempunyai kaitan dengan adanya perubahan dalam pola pengambilan keputusan dalam sistem politik Iran, kemunculan kaum reformis dalam kekuasaan eksekutif yang diikuti oleh kemenangan dalam pemilihan parlemen, kebutuhan ekonomi dan pertahanan serta perubahan konteks internasional. Pertimbangan-pertimbangan pragmatis kepentingan domestik berperan dalam terjadinya peningkatan pragmatisme dalam kebijakan luar negeri Iran. Pertimbangan pragmatis tersebut menyebabkan faktor-faktor normatif, seperti konsitusi, revolusi Islam dan nasionalisme Iran yang pada masa awal-awal revolusi Iran menjadi pendorong utama politik luar negeri Iran, pada masa Pemerintahan Khatami tidak lagi mendominasi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suyahmo
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Aswan
Abstrak :
Pada tanggal 18 Agustus 1945 Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) diberlakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Walaupun UUD 1945 telah diberlakukan, namun yang baru dapat terbentuk hanyalah Presiden / Wakil Presiden, yang dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Dari pasal IV Aturan Peralihan terlihat ketentuan yang menyatakan bahwa sebelum MPR, DPR, dan DPA terbentuk, segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan dari Komite Nasional. Sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem pemerintahan presidensil. Pada permulaan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 22 Agustus 1945 berdiri Partai Nasional Indonesia yang menurut pimpinan negara merupakan satu-satunya partai politik di Indonesia, yang didukung oleh Soekarno dan Hatta. Untuk menghilangkan kesan seolah-olah Presiden menjalankan kekuasaan secara "tidak demokratis", maka Wakil Presiden mengeluarkan apa yang disebut Maklumat Wakil Presiden No. X pada tanggal 16 Oktober 1945? - Dukungan sarana prasarana dan fasilitas yang memadai sesuai dengan tuntutan yang ada, seperti komputerisasi, pemakaian mesin-mesin pengolahan canggih, dan sebagainya; - Kegiatan pemasaran yang berhasil memperpendek jarak, tanpa adanya ikut campur pihak "luar" yang terlalu jauh; - Keterlibatan pemerintah dalam posisi yang " wajar ", dalam arti terbatas kepada proses penrbinaan saja, seperti organisasi usaha, manajemen, pembukuan keuangan, dan sebagainya, tanpa terlalu jauh ikut campur ke clalam pengelolcan kegiatan usaha, Di sisi lain, dalam kegiatan usaha yang digeluti kedua koperasi obyek pembahasan, pemerintah telah berhasil menciptakan iklim kondusif, salah satunya dengan dikeluarkannya Inpres No. 2 Th. 1985 Tentang Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional, yang antara lain menghimbau kepada perusahaan IFS untuk mengutamakan pemakaian hasil produksi susu dalam negeri terlenih dahulu, dan barn melakukan impor terhadap kekurangan yang ada. Perkembangan usaha dan perwujudan kontribusi kedua koperasi di atas berimplikasi terhadap pembentukan kondisi wilayah/daerah Kecamatan setempat khususnya. Dengan kcrta lain, kedrra koperasi telah menunjukkan peranannya dalam membentuk kondisi Ketahanan Wilayah/Daerah dalam lingkup Kecamatan (dan juga Kabupaten), terutama dalam aspek-aspek ideolagi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan-keamanan, atau dikenal dengan sebutan Panca Gatra. Peranan tersebut antara lain: Dari segi ideologis: Kedua koperasi obyek pembahasan telah rnemupuk nilai kebersamaan para anggotanya yang tercermin melalui sistem kerja berkelompok, penganrbilan keputrrsan secara bersama, dan sebagaina. Hal ini sejalan dan memperkuat nilai kebersamaan yang umumnya dianut oleh masyarakat Indonesia, ideologis Pancasila, serta cita-cita yang terkandung dalam pasal 33 UUD " 45. Dari segi politik: Kedua koperasi telah mengenalkan dan menanamkan cascara berorganisasi modern, yaitu peranan dan fringsi bangun uscrha dalam mencapai peningkatan hidup anggota (dan keluarganya). Melalui pengelolaan usaha yang terorganisir secara baik, usaha yang dijalankan anggota dapat menjadi sumber penghasilan tetap yang lebih baik serta wahana peningkatan taraf hidup mereka. Di samping itu, melalui koperasi diintrodusir dan dikomunikasikan pula nilai-nilai demokratis sesuai dengan ciri yang disandang oleh bangun usaha koperasi; Dari segi ekonomis: Kedua koperasi telah menjalankan peranan dalam meningkatkan pendapatan anggota, sehingga mereka memiliki kemampuan yang memadai untuk menrenuhi kebutuhan ekonomis sehari-hari. Bukan itu saja, kedua koperasi telah menciptakan dan menyerap tenaga kerja, baik langsung maupun tak langsung; Dari segi sosial-budaya: Dampak dari perolehan pendapatan tetap yang meningkat, memungkinkan anggotanya untuk memenuhi kebutuhan lain, seperti biaya pendidikan anak, biaya kesehatan, dan sebagainya; Dari segi pertahanan-keamanan: Karena kualitas penduduk yang meningkat serta pemahaman dan kesadaran akan nilai kebersamaan yang semakin kuat, mengakibatkan kesadaran terhadap keamanan lingkungan yang meningkat pula. Hal ini membawa kepada kondisi pertahanan-keamanan di wilayah sekitar yang semakin membaik atau tangguh. Salah satu wujud nyata adalah andil penyisihan sebagian hasil pendapatan anggota untuk kepentingan membangun pos-pos kamling I pos ronda, serta partisipasi aktif warga masyarakat terhadap gerakan sistem keamanan lingkungan (siskamling). Berdasarkan hasil studi kepada kedua koperasi obyek pembahasan, tampak bahwva pada dasarnya koperasi dapat menunjang pembentukan kondisi Ketahanan Nasional yang tangguh. Namun persyaratan mana yang harus dipenuhi adalah, kemampuan itu baru akan terwujud apabila koperasi tumbuh subur di bumi nusantara serta mencapai keberhasilannya sebagaimana yang diperlihatkan oleh kedua koperasi obyek pembahasan. Permasalahannya adalah, bagaimana memenuhi persyaratan tersebut? Dari pengalaman kedua koperasi di was, dapat dltarik beberapa pelajaran yang perlu diperhatikan dalam upaya menumbuhkembangkan bangun usaha koperasi agar dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan, yaitu: Kegiatan usaha yang dija/ankan bukan merupakan hal yang relatif "baru" dikenal, melalnkan telah ada sejak lama, terintegratif dalam drrr serta menjadi orientasi tingkah laku ekonomi warga masyarakat sehari-hari; ? Didukung oleh kondisi lingkungan sekitar, terutarna dalam upaya pengembangan usaha; Keseriusan dan ketekunan dari Pengurus don Pelaksana. Dalam hal ini harus dibedakan antara kedua pihak tersebut, pelaksanaan pengelolaan kegiatan usaha harus dijalankan sepenuhnya oleh Pelaksana (bukan Pengurus) yang diperoleh koperasi melalui sistem perikatan; Sedapat mungkin memperpendek jarak pemasaran amara koperasi dengan konsumen, tanpa melibatkan pihak ketiga yang terlalu 'jauh " dalam kegiatan pengelolaan pemasaran tersebut; Keterlibatan pemerintah perlu berada pada batas dan posisi yang "wajar ", dalam arti hanya dalam konteks pembinaan tanpa terlalu dadam mencampuri pengelolaan kegiatan usaha. Termasuk dalam pembinaan ini adalah upaya pemerintah untuk tetap mewujudkan iklim kondusif, misalnya dengan memberikan perlindungan kepada kegiatan usaha koperasi untrrk mencegah adanya tindakan intervensi oleh pihak swasta. Namun yang perlu diperhatikan, perlindungan itu haruslah disertai dengan upaya untrrk membuat koperasi menjadi mandiri dan kompetitif nantinya, dan bukan menjadi manja serta ketergantungan terhadap peran pemerintah tersebut.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renno Prawira
Abstrak :
ABSTRAK
Desentralisasi yang menjadi tonggak awal era reformasi membuka gerbang korupsi bagi kota/kabupaten di Indonesia. Melalui desentralisasi politik dan desentralisasi fiskal dan ekonomi, korupsi tumbuh subur di negeri ini. Desentralisasi politik mengakibatkan pemilihan kepala daerah yang semula dipilih oleh pusat menjadi kepala daerah yang di pilih oleh DPRD serta di periode berikutnya dipilih langsung oleh rakyat dengan syarat dukungan minimal kursi 15 dan 20 DPRD. Sistem pemilihan kepala daerah secara langsung dibandingkan dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD secara signifikan memberikan dampak pengurangan jumlah kerugian negara akibat korupsi dan pengurangan perkara korupsi. Akan tetapi pada era pilkada langsung terjadi peningkatan korupsi di tahun pilkada serta besarnya DPRD yang mendukung kepala daerah turut serta meningkatkan korupsi. Desentralisasi fiskal dan ekonomi yang mengakibatkan APBD semakin besar juga secara signifikan mempengaruhi peningkatan korupsi. Berdasarkan penelitian ini maka ide untuk kembali kepada pilkada langsung maupun menaikan jumlah syarat minimum dukungan DPRD terhadap kepala daerah harus dipertimbangkan kembali. Selain itu APBD juga harus diawasi agar tidak dikorupsi terutama pada tahun terjadinya pilkada.
ABSTRACT
Decentralization is a milestone in the beginning of the reform era has opened the gates of corruption for the city regency in Indonesia. Through the decentralization of political and decentralization of economic and fiscal, corruption thrives in the city district. Political decentralization results in the local elections that was originally selected by the center being the head of which is chosen by the parliament as well as in subsequent periods chosen directly by the people with the requirement of minimum support seat 15 and 20 of Parliament. System of direct local elections compared to the local elections by Parliament significantly impact the amount of reduction in state losses due to corruption and a reduction in corruption cases. But in the era of direct elections increased corruption in the election year and the amount of legislators who support the head of the region participated increase corruption. Economic and fiscal decentralization resulted in greater budget APBD also significantly affect the increase in corruption. Based on this research, the idea of returning to the direct election and increased the number of minimum requirements to the head area of support Parliament should be reconsidered. Besides the budget must also be supervised to ensure that no corruption, especially in the year of election.
2017
S66278
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Emmed Madjid Prijoharjono
Abstrak :
This article discusses the relevance of applying the concepts of source of origin and system of precedence, that provide legitimacy for the Mosalaki of Lio in their construction and production as well as reproduction of power in everyday life, especially in their traditional political system. The data analyzed in this article is the result of fieldwork undertaken in the villages of Nggela and Tenda, District of Wolojita, the Regency of Ende Lio, Flores, with qualitative methods, specifically through the techniques of in-depth interviews and participant observation. The Mosalakis, as a matter of a fact, dominate the traditional political system as rulers of adat and adat land. Their practices of power are manifested mainly in ritual activities and the management of traditional land rights. The legitimated rights are transmitted through patrilineal descent, and is based upon source of origin and system of precedence, that are embeded in Lio culture.
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Anugrah Permana
Abstrak :
Tesis ini mencoba mengangkat permasalahan hubungan yang terjalin antara sistem ekonomi kapitalisme yang berlandaskan mekanisme pasar dengan sistem politik demokrasi liberal. Masalah ini menarik dikaji tidak saja dikarenakan berlangsungnya perdebatan di kalangan ilmuwan sosial, namun juga berlangsungnya serangkaian kontradiksi di antara kedua sistem. Tesis ini merupakan suatu penelitian dengan pendekatan kualitatif berupa kajian literatur dengan bentuk theoretical review, khususnya dari pendirian teoritisi neopluralisme dan post-strukturalisme dalam ilmu politik mengenai keterkaitan antara sistem pasar yang berlandaskan usaha pribadi dengan sistem politik demokrasi. Teori-teori tersebut mencoba melihat apakah kedua sistem ini bisa bekerja seiring sejalan, atau penuh dengan hal-hal yang bersifat menegasikan satu sama lainnya? Argumen yang terangkum dalam pendirian teori neo-pluralis dan post-strukturalis berusaha mengungkapkan bentuk-bentuk kekuasaan modal, upaya permanensi kekuasaan tersebut, serta kontrol dan privilege yang dimiliki oleh mereka. Penelaahan akan hal-hal tersebut berdampak secara langsung dan tidak langsung pada sistem politik demokrasi maupun nilai-nilai demokratis. Kajian teoritis dalam tesis ini menemukan beragam ketidaksesuaian antara sistem kapitalisme dengan sistem politik demokrasi. Sistem pasar, kebebasan milik pribadi dan kekuasaan pengendali modal dalam demokrasi tidak saja telah menanggalkan prakondisi-prakondisi yang dibutuhkan bagi berkembangnya kehidupan demokratis. Namun lebih dan itu, sistem pasar dan otoritas yang dimiliki pengendali modal telah menempatkan otoritas politik dalam demokrasi scnantiasa berada dalam kekangan struktural mereka. Implikasi teoritis dari kajian ini memperlihatkan lemahnya argumen kalangan teoritisi liberal dan neo liberal yang menyatakan bahwa sistem pasar adalah prakondisi bagi sistem politik demokrasi. Di sisi lain, teori neo-pluralisme dan post-strukturaiisme telah berhasil mencermati dan mengungkapkan serangkaian kontradiksi di dalam sistem politik demokrasi liberal berorientasi pasar.
This thesis try to show the relationship between capitalism which based on market mechanism and democratic political system. This problem is interesting not only because the dissent of social scientists, but also because of both systems contradiction. This qualitative research used theoretical review method, particularly from neo-pluralism and post-structuralism theories concerning the relationship between market system which based on private property and democratic political system. Those theories seek to reveal whether both systems are well-matched or oppose to each other. Neo-pluralism and post-structuralism theories attempt to discover the forms of capital power, the effort of the permanency of capital power, and their controls and privileges. Capital power has direct and indirect consequences toward democratic political system and democratic values. This theoretical review finds various incompatibilities between capitalism and democratic political system. Market system, private property system, and the capital controller power within democratic system not only reject the social pre-conditions required for the development of democracy. Moreover, market system and authority owned by capital controllers have placed political authority within democracy which is always in their structural constrain. A theoretical implication from this study shows the lack of argument from liberal and neo-liberal theoreticians who declare that market system is precondition for democracy. Besides, neo-pluralism and post-structuralism theories expressed a range of contradictions within liberal democratic political system encompassing market orientation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfar Yusar Sanit
Abstrak :
Perkembangan politik Indonesia sekarang ini memberikan banyak ruang kepada para sarjana untuk meneliti perubahan politik dan sosial. Karena itu penulis meneliti perubahan tersebut, dengan mengkhususkan perhatian pada pergeseran peranan politik dari militer (Koramil) kepada partai politik. Dalam rangka itu penulis teliti apa yang menyebabkannya dan kondisi apa yang mempengaruhinya. Penelitian ini penulis lakukan di daerah kecamatan Ciputat, Kabupaten Tanggerang dengan alasan bahwa pergesaran tersebut perlu dipahami (diuji) dari tingkatan yang paling bawah. Dengan permasalahannya adalah apakah pergeseran peran dari Koramil kepada partai politik terjadi atau tidak di tingkat Kecamatan terutama Kecamatan Ciputat. Untuk menganalisa dan melihat terjadi atau tidak perubahan tersebut, dimanfaatkan Teori Oligarki. Baik elit Koramil, maupun elit partai politik, sama-sama berkecenderungan mencapai keuntungan pribadi atas kekuasaan pemerintahan yang didominasinya. Konsekuensi dari sikap pamrih itu adalah penyalahgunaan kekuasaan. Dan ternyata dalam wilayah pemerintahan yang terkecil diketahui keadaan Koramil yang selama ini berperan dominan dibanyak sektor kehidupan mulai dari sektor Politik, Sosial dan Ekonomi sampai ke bidang Pertahanan dan Keamanan, sehingga membuat peran partai menjadi amat terbatas dalam kehidupan politik, sosial serta ekonomi. Perubahan politik yang diharapkan seperti perubahan sistim politik, kultur politik dan proses politik dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Presden Abdurrahman Wahid tidak terjadi. Oleh karena itu, agar perubahan politik yang diharapkan dapat terwujud peran dari partai dan Koramil dikembalikan kepada jalurnya dan jalan yang cukup efektif adalah penertiban hukum yang dihasilkan oleh DPR dalam bentuk Undang-undang, dengan demikian akan jelas fungsi koramil sebgai alat pertahanan, polisi sebagai aparat keamanan dan partai sebagai kekuatan masyarakat yang berperan dalam politik dan sosial.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Lukman Hakim
Abstrak :
Dalam tesis ini ingin menjelaskan mengapa hubungan Arab Saudi-AS yang dianggap 'hubungan khusus' belum dapat membawa Arab Saudi untuk berperan optimal dalam menyelesaikan masalah Palestina. Penyelesaian masalah Palestina merupakan ukuran keberhasilan pelaksanaan tuntutan tugas dan misi politik luar negeri Arab Saudi yang dirumuskannya tahun 1943. Tugas dan misi tersebut berisi bahwa penyelesaian masalah Palestina ditempuh dengan dua Cara : Arab Saudi bersatu dengan negara-negara Arab lainnya untuk menyelesaikan Palestina, dan Arab Saudi mempengaruhi Amerika untuk menjadi mediator yang adil dalam menyelesaikan masalah Palestina. Namun, pelaksanaan untuk menarik Amerika menjadi mediator yang adil masih mendapat hambatan eksternal dan internal. Hambatan eksternal dan internal yang dimaksud, sebagai berikut : 1. Kuatnya lobi pro-Israel terhadap pengambil kebijakan (decision maker) di Amerika, sehingga Amerika dapat mengorbankan hubungan khususnya dengan Arab Saudi, terutama menyangkut penyelesaian masalah Palestina. Lemahnya dukungan negara-negara Arab lainnya atas kepemimpinan Arab Saudi (Arab leadership) membuat Arab Saudi tidak dapat berperan optimal, karena tidak mendapat wewenang penuh dari negara Arab lainnya. 2. Lemahnya pengaruh Arab Saudi terhadap Amerika akibat ketergantungannya di bidang politik, militer dan ekonomi, sehingga Arab Saudi tidak mempunyai posisi tawar menawar yang memadai terhadap Amerika Serikat, dan ketergantungan Arab Saudi tersebut menempatkan kedua negara tidak mempunyai hubungan khusus dalam arti yang sesungguhnya. 3. Perbedaan sosial budaya antara Arab Saudi-Amerika Serikat mengakibatkan kedua negara tidak mendapat dukungan yang penuh dari warga kedua negara masing-masing, dan bahkan perbedaan sosial budaya tersebut dapat menghambat usaha pemerintah kedua negara untuk menyelesaikan masalah Palestina. 4. Adanya konflik elit di Arab Saudi mengenai hubungan yang ideal antara Arab Saudi-Amerika, sehingga para elit di lingkungan kerajaan tidak mempunyai pandangan yang sama mengenai keterlibatan Amerika dalam proses perdamaian, dan dari pihak Arab Saudi tidak mempunyai strategi yang baku untuk membawa Amerika dalam menyelesaikan masalah Palestina. 5. Lemahnya pengaruh pro-Palestina di Arab Saudi merupakan akibat sistem politik Arab Saudi yang membatasi partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga Arab Saudi kelihatan passif dalam mencari terobosan baru dalam penyelesaian masalah Palestina, dan cenderung menunggu inisiatif dari Amerika Serikat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>