Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abuza, Zachary
New York: Routledge, 2007
959.804 ABU p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ayi Sofyan
Bandung: Pustaka Setia, 2012
297.272 AYI e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Greg Fealy
Abstrak :
One of the fulcrums of change in political Islam is the relationship between traditional patterns of Islamic politics, which focus upon the pursuit and wielding of formal power, particularly with the aim of enacting of shari’a law, and the more recent emergence of dynamic social spheres of Islamic activism, which emphasise values and moral order and operate with considerable autonomy from Islamic parties. This article explores the nature of the interactions between political and social activism and identifies the ways in which more established form of political Islam are changing as a result of pressure from the social realm. It compares case studies from the Middle East and Southeast Asia, paying particular attention to Muslim Brotherhood and Salafist expressions of social and political activism in both regions. It argues that burgeoning pietistic social activism presents both challenges and opportunities to Islamic political actors, and that failure to engage with these new forces will lead to further marginalisation and the risk of declining relevance.
Jakarta: UIII Press, 2022
297 MUS 1:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Malik Fatoni
Abstrak :
Fundamentalisme bukanlah sebuah fenomena yang tunggal dan berdiri sendiri tetapi lebih dari itu, ia merupakan sebuah konsep atau ideologi yang berakar dari gejala-gejala sosial dan keagamaan. Fenomena fundamentalisme adalah sebuah konsep atau ideologi yang dibangun dan berakar pada teologi. Teologi disini berlaku secara umum, baik itu Islam, Kristen dan Yahudi. Timbulnya gejala teologis ini di sebabkan oleh aspek yang menyangkut kehidupan masyarakat daiam menyikapi sisi keberagamaan masyarakat dunia. Tak dapat di pungkiri juga dalam konteks pemahaman dan pembahasan ini adalah fenomena yang menyangkut kebangkitan Islam (fundamentalisme Islam) di Timur Tengah. Fundamentalisme Islam hadir dan tumbuh di negara Timur Tengah sebagai reaksi akibat produk modernitas yang terjadi di negara-negara Arab, ini yang telah menyebabkan situasi hidup manusia benibah. Di sinilah akhirnya fenomena munculnya fundamentalisme terkait erat dengan upaya kelompok atau masyarakat tertentu dalam upaya pencarian identitas diri. Karena fenomena munculnya fundamentalisme ini terkait erat dengan kelompok atau masyarakat tertentu dalam upaya pencarian identitas diri. Disisi lain fenomena ini adalah merupakan fenomena multidimensional yang ia merupakan produk lingkungan sosial, budaya, politik dan, ekonomi yang secara khas perwujudan dan spesifiksinya yang ditandai dengan faktor-faktor psikologis, kultural, religius, ekonomi, politik dan sejarah. Fenomena Hamas merupakan salah satu dimensi gerakan yang terkait dengan wacana ideologi dan fenomena yang ada dan berlangsung di sebagian besar negara Timur Tengah tersebut. Berdasarkan perspektif inilah dapatlah di ambil kesimpulan bahwa fenomena kemunculan dan gerakan Hamas sebagai gerakan fundamentalisme Islam yang ada di Palestina terkait dan terinspirasi oleh adanya sejumlah faktor yang melatarbelakanginya. Di antara beberapa faktor itu adalah : 1. Adanya kekecewaan yang sangat dalam dari rakyat Palestina terhadap pemerintah, dalam hal ini otoritas pemerintahan Palestina (PLO). Atas segala tindakan yang pernah dilakukan sehingga rakyat semakin diliputi rasa ketakutan, kelaparan, kesengsaraan dan bahkan penindasan. Terutama mereka yang hidup dibawah tenda-tenda pengungsian 2. Situasi dan kondisi kehidupan rakyat Palestina yang tidak menentu dan tidak jelas, diliputi rasa kebimbangan dan adanya rasa tidak aman yang wring muncul. 3. Penolakan rakyat Palestina terhadap keberadaan pendudukan bangsa Israel di bumi Palestina. Tindakan pendudukan ini merupakan sebagai bentuk imperialisme dan kolonialisme jenis baru yang hadir pada abad 20 ini 4. Hamas dan gerakannya merupakan altematif baru dari sebuah sistem gerakan yang telah ada sebelumnya sebagai implementasi gerakan perjuangan rakyat Palestina untuk membebaskan belenggu penjajahan dari bangsa Israel. Sedangkan faktor-faktor yang menimbulkan gerakan Hamas diidentikkan sebagai gerakan fundamentalisme Islam disebabkan oleh hal berikut ini yaitu faktor internal; meliputi masalah dalam negeri Palestina dan adanya kebangkitan Islam di Palestina. Sedangkan faktor eksternal meliputi adanya kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat, permasalahan internasionalisasi Yerusalem dan adanya ketegangan dan konflik dengan Zionisme. Demikianlah gambaran awal sementara serta kesimpulannya tentang fenomena gerakan fundamentalis Islam di Palestina, dan itu tercermin pada gerakan Hamas.
Fundamentalism is not a self supporting and single phenomenon, but rather from that, he represent a ideology or concept taking root from religious and social symptom. Fundamentalism phenomenon is an ideology woke up or concept and take root [at] theology. Theology here goes into effect in general, that goodness of Islam, Christian and Jew Incidence of this theology symptom caused by aspect which concerning to the life of society in side attitude believed in world society. Cannot be denied also in understanding context and this solution is phenomenon which concerning Islam evocation (Islam is fundamentalism) in the Middle East The Islamic Fundamentalism attends and grows in the Middle East state as reaction of effect of modernity product that happened in Arabic nations, this case has caused human life situation change. Here, finally appearance fundamental phenomenon related to group effort or certain society in the effort of seeking x'self identity. Because the appearance of fundamentalism with certain society or group in the effort seeking of x'self identity. In the other hand this phenomenon is multidimensional phenomenon which product of social, cultural, economic and politic which characteriscally, materialization and its of specification marked with psychological factors, cultural, religion, economic, political and history. Phenomenon Hamas represent one of the movement dimensions which related to ideology discourse and existing phenomenon and take place in this part of in the Mid-East state. Based on perspective can be taken conclusion that appearance and Hamas movement as Islam fundamentalism movement exists in Palestine and inspirationally caused by existence of a number of factor. Some of the factor: 1. Existence of very disappointment from Palestinian government, in this case Palestinian Liberalation Authority ( PLO). To the all action which have been done so that people progressively in a condition of feel fear, hunger, miserable and even grind. Especially for them that live in evacuation tents. 2. Situation and condition of Palestinian life which uncertain and is ill defined, in a condition of feel anxiety and existence of feeling unpeaceful which often emerge. 3. Palestinian denied to the existence Israel nation under the sun Palestinian. Occupying Israel nation represents as imperialism form and new type colonialism attending this century 4. Hamas and movement represent new alternative from a movement system which have preexisted as Palestinian struggle movement implementation to free colonization shackle from Israel nation. While factors generating Hamas movement identifies as Islam fundamentalism movement caused by some factor that is internal factor, covering Palestinian country internal issue and existence of Islam evocation in Palestinian. While external factor cover the political policy existence abroad United States; problems of Yerussalem internationalization and existence of conflict and stress with Zionism. This is the description a conclusion about fundamentalism movement phenomena is Palestine. And this appears to Hamas Movement in Palestine.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17479
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Kharismawati
Abstrak :
Partai Islam moderat Tunisia An-Nahdhah, yang dilarang selama beberapa dekade, muncul sebagai pemenang resmi dalam pemilu bebas yang bebas dan adil untuk pertama kalinya dengan memenangkan 41 persen suara dan 90 dari 217 kursi di majelis yang akan merumuskan konstitusi baru bagi negara ini. Hasil pemungutan suara meletupkan semangat di negara kecil Afrika Utara ini, yang terinspirasi Arab Spring ketika bergerak ke arah demokrasi setelah lebih dari setengah abad di bawah sistem satu partai. Pemilu di Tunisia tahun 2011, yang diselenggarakan untuk pertama kalinya pasca revolusi, menunjukkan kemenangan partai An-Nahdhah sebagai sebuah partai dengan basis massa Islam terbesar di Tunisia. Ketika rezim Zine Abidine Ben Ali berkuasa, An-Nahdhah dapat dikatakan merupakan gerakan oposisi terbesar yang berupaya untuk menentang kekuasaan otoriter Ben Ali. Gerakan ini juga pernah dikategorikan sebagai sebuah organisasi terlarang, yang menyebabkan beberapa elit pimpinannya, termasuk Rashid Ghannushi harus eksil ke luar negeri. Maka ketika rezim otoriter Ben Ali tumbang melalui sebuah revolusi pada akhir tahun 2010, An-Nahdhah menjadi sebuah gerakan yang populer karena berani menyatakan sikap sebagai oposisi pemerintah. Sosok kharismatik Rashid Ghannushi juga menjadi faktor penting dibalik semakin populernya gerakan An-Nahdhah. Pada masa transisi Tunisia berlangsung, An-Nahdhah kemudian menjelma menjadi sebuah partai politik yang ikut berpartisipasi dalam pemilu di di Tunisia. Strategi kampanye partai An-Nahdhah serta visi dan misi yang ditawarkan kepada masyarakat Tunisia membuat partai An-Nahdhah semakin mendapatkan simpati, dan pada akhirnya memenangkan pemilu Komite Konstitusi dengan perolehan 41 persen suara. Kemenangan An-Nahdhah kemudian menjadi fenomena penting sebagai sebuah gerakan yang sebelumnya menjadi oposisi dan mendapatkan banyak tekanan serta menjadi korban kebijakan represif dari rezim otoriter Ben Ali, kemudian menjadi sebuah partai pemenang pemilu dan menjadi partai yang paling menentukan bagi arah transisi Tunisia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana jalannya pemilu di Tunisia pasca revolusi, dimana pemilu ini menempatkan An-Nahdhah sebagai pemenangnya. Selain itu penelitian ini juga bermaksud untuk mendalami faktor-faktor penentu kemenangan An-Nahdhah dalam pemilu tahun 2011 di Tunisia. Penelitian ini menggunakan beberapa teori yang antara lain adalah teori partai politik, teori kepemimpinan, dan teori kampanye. Dalam tesis ini penulis menguraikan faktor-faktor yang dianggap sangat menentukan bagi kemenangan Partai An-Nahdhah dalam pemilu National Constituent Assembly pascarevolusi ini. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah; 1) An-Nahdhah sebagai oposisi terbesar di Tunisia, baik pada masa kekuasaan Habib Bourguiba maupun Zine Abidin Ben Ali. 2) Jaringan dan kemampuan An-Nahdhah dalam melakukan konsolidasi organisasinya. 3) Posisi ideologis An-Nahdhah sebagai partai Islam yang moderat. 4) An-Nahdhah sebagai partai yang merepresentasikan identitas Arab-Islam masyarakat Tunisia. 5) Pengaruh figur Rashid Ghannushi sebagai salah satu tokoh penting dalam partai An-Nahdhah. ......Tunisia's moderate Islamist party An-Nahdhah, which was banned for decades, emerged as the official winner in the nation's first free elections, taking 41 percent of the vote and 90 of 217 seats in an assembly that will write a new constitution. The result of the voting capped an ebullient period for this small North African country, which inspired the Arab Spring as it moves toward democracy after more than a half-century under one-party systems. Elections in Tunisia in 2011, which was held for the first time after the revolution showing An-Nahdhah as a party with the largest Muslim mass base in Tunisia. Under the authoritarian regime of Zine Abidine Ben Ali, An-Nahdhah could be considered as the largest opposition movement that seek to challenge the ruling regime. This movement has also been categorized as an illegal organization, which forced some party’s leaders, including Rashid Ghannushi, must exile abroad. In the moment when Ben Ali's authoritarian regime toppled by a revolution at the end of 2010, An-Nahdhah become a popular movement for daring to express their stance as an opposition to the government. Charismatic figure of Rashid Ghannushi is also considered as one of the important factors behind the growing popularity of An-Nahdhah party. When Tunisia’s transition took place, An-Nahdhah soon transformed itself into a political party and participated in the first democratic election in Tunisian history. An-Nahdhah party’s campaign strategy, vision and mission that have been offered to the public could easily gain sympathy from the public, and ultimately won the election by the Constitutional Committee of the acquisition of 41 percent of the vote. An-Nahdhah victory became an important phenomenon as a movement which had been the opposition and getting a lot of pressure as well as being victims of the repressive policies of Ben Ali's authoritarian regime, went on to become a party winning the election and became the party's most decisive for the transition towards Tunisia. This study aims to determine how the elections in post-revolution Tunisia, where the election was put An-Nahdhah as the winner. In addition, this study also intends to explore the determinants of An-Nahdhah victory in elections in 2011 in Tunisia. This study uses some theories include the theory of political parties, leadership theory, and the theory of campaign. In this thesis, the author outlines the factors that are considered crucial for the victory of An-Nahdhah Party in the post-revolutionary elections NCA. Those factors are: 1) An-Nahdhah as the largest opposition in Tunisia, both during the reign of Habib Bourguiba and Zine Abidin Ben Ali. 2) An-Nahdhah’s strong network and their capabilities in consolidating their organization. 3) An-Nahdhah’s ideological position as a moderate Islamic party. 4) An-Nahdhah as a party representing Arab-Islamic identity of Tunisian society. 5) The existence of Rashid Ghannushi as the leading figure of An-Nahdhah party.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Margani Utami
Abstrak :
Ekonom terkemuka dunia seperti Adam Smith dan Acemoglu serta Prof. Dr. Boediono, Guru Besar Universitas Gadjah Mada sekaligus Wakil Presiden RI tahun 2009 – 2014 menekankan pentingnya peranan kelembagaan dalam pertumbuhan dan kestabilan ekonomi. Dalam hal ini, kelas menengah diharapkan dapat berperan sebagai kelas reformis dan penentu terciptanya kelembagaan politik dan ekonomi melalui dukungan terhadap demokrasi sebagai bentuk kelembagaan yang mengusung inklusivitas diantara keberagaman yang ada di Indonesia. Dalam penelitian ini, dukungan tersebut diamati melalui perilaku politik yang mencakup partisipasi memilih dan pilihan partai politik. Data makro menunjukkan bahwa secara nasional, proporsi kelas menengah tidak berpengaruh nyata terhadap angka partisipasi memilih di suatu wilayah. Begitupun dengan evaluasi dampak terhadap individu yang mengungkapkan bahwa peningkatan status ekonomi seseorang dari miskin ke kelas menengah tidak berpengaruh nyata pada perilaku memilih. Namun, berdasarkan wilayah, secara umum kelas menengah di daerah perdesaan dan luar Jawa lebih aktif dibanding di perkotaan ataupun Jawa. Dari sisi pilihan politik, terdapat hubungan non-linier (kurva U terbalik) antara proporsi kelas menengah dengan pilihan partai politik Islam. Semakin besar proporsi kelas menengah politik identitas semakin menguat, namun pada proporsi tertentu (sekitar 30%) politik identitas ini semakin melemah. Dengan demikian, masih tersisa harapan bahwa kelas menengah di Indonesia dapat mendukung kemajuan bangsa melalui kontribusinya dalam menguatkan kelembagaan politik dan ekonomi apabila proses pemilihan berlangsung sesuai dengan aturan menghasilkan outcome yang tercermin dalam tata kelola pemerintahan yang berkinerja baik dan terpercaya. ......World-renowned economists such as Adam Smith and Acemoglu as well as Prof. Dr. Boediono, Professor at Gadjah Mada University and Vice President of the Republic of Indonesia in 2009 – 2014 emphasize the importance of the role of institutions in economic growth and stability. In these terms, the middle class is expected to represent the reformist class and determine the achievement of political and economic institutions through support for democracy as an institutional form that promotes inclusivity among the diversity that exists in Indonesia. In this study, this support is observed through political behavior which includes voting participation and choice of political parties. Macro data shows that nationally, the proportion of the middle class has no significant effect on the voter turnout rate in a region. Likewise, the evaluation of the impact on individuals revealed that increasing a person's economic status from poor to middle class had no significant effect on voting behavior. However, based on region, in general, the middle class in rural areas and outside Java is more active than in urban areas or Java. In terms of political choice, there is a non-linear relationship (inverted U curve) between the proportion of the middle class and the choice of Islamic political parties. The larger the proportion of the middle class, the stronger the identity politics, but at a certain proportion (about 30%) this identity politics is getting weaker. Thus, there is still hope that the middle class in Indonesia can support the progress of the nation through its contribution to strengthening political and economic institutions if the election process takes place by statutory regulations, producing outcomes that are reflected in governance that performs well and is trusted.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaeful Bahri
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai pemikiran politik Recep Tayyeb Erdogan dan revolusi politik sekular sebagai dampaknya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan mengambil studi terhadap pergulatan politik sekular versus Islam dalam revolusi Turki. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa politik Erdogan yang memimpin partai AKP sebagai partai politik Islam dapat berkuasa dengan lebih dari satu dekade ditengah politik sekular yang begitu kuat. Tesis ini menemukan, bahwa ditengah gencatan politik sekular yang begitu besar, perlahan politik Erdogan dapat meruntuhkan politik sekular Attaturk dengan siasatnya bagaimana menguasai militer yang merupakan basis kekuatan terbesar pemerintah sekular Turki. Kendati demikian, pergulatan sekular versus Islam masih terus bergejolak dalam area kepemerintahan Turki. ...... This thesis discusses the political thought Recep Tayyeb Erdogan and secular political revolution as a result. This study is a qualitative research study of the political struggles taking secular versus Islamic revolution in Turkey. The results of this study indicate that Erdogan is leading the political party as the Islamic political party AKP to power more than a decade amid secular politics is so strong. This thesis found that the secular political truce amid so large, slowly Erdogan politics can undermine Ataturk's secular politics with tricks on how to master the military which is the largest power base of the Turkish secular government. Nevertheless, Islamic versus secular struggle still continues to flare in the area of governance Turkey.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariyani Maulina
Abstrak :
Skripsi ini berisikan tentang latar belakang terjadinya pemisahan agama dan politik dalam Islam di Indonesia. Tujuan dari penulisan skripsi ini ialah untuk mencari tahu sebab terjadinya pemisahan agama dan politik dalam Islam di Indonesia, serta proses terjadinya pemisahan tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan, didapat bahwa pemisahan agama dan politik dalam Islam di Indonesia terjadi pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yaitu pada abad ke-19. Belanda melakukan pemisahan antara agama dan politik dalam Islam karena kehadiran Belanda di Indonesia mendapat perlawanan dari masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Islamnya. Belanda juga menganut paham Barat, yang menyatakan bahwa agama hanyalah urusan individu, sehingga urusan agama dan politik tidak dapat dicampur adukkan. Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan metode sejarah. Data-data yang didapat berasal dari studi kepustakaan. Dalam studi kepustakaan yang dilakukan, penulis berusaha menemukan sumber-sumber yang relevan dengan topik penelitian. Kemudian data-data tersebut dikaji dan dianalisa sehingga menjadi sebuah tulisan. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa tujuan pemisahan agama dan politik dalam Islam di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda tidak hanya bertujuan untuk meredam perlawanan rakyat Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam, tetapi pemerintah Hindia Belanda juga ingin menguasai seluruh wilayah Indonesia dengan menanamkan sistem hukumnya di Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S13179
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lelly Andriasanti
Abstrak :
ABSTRACT
The chaotic political issues always accompany the nation of Indonesia until this day. One of them is reflected in political dimension which summarized on the intolerance narrative in the election of Jakarta governor in 2017. Nonetheless, gender and women dimensions seem to shrink from public attention. Within the framework of the state, the important role of women for national life is reduced in the ideology of ibuism.This ideology actually finds a way in triggering activation of women when adapting to Political Islam. For that reason, research question of this paper is how the ibuism of political Islam affect the perception and preferences of female voters in the election of Jakarta governor in 2017? In order to answer the question, this paper uses a qualitative methodology with a phenomenological approach. As the final result, this paper conclude that in the framework of ibuism of political Islam, women played a role as agent which directing women voter perception. It is worked in taklims mobilization network where women voter are asked vow to vote or do not vote particular candidate in Jakarta governor election in 2017.
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2018
305 JP 23:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzi Abdul Hamid
2108
SEAS 7:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>