Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Paripurna Harimuda S.
"ABSTRAK
Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) dan Kelompok Kerja (Pokja) Demam Berdarah Dengue (DBD) telah dibentuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikotamadya Jakarta Pusat, Nomor 178 tahun 1994, tanggal 18 Oktober 1994. Secara operasional hal tersebut dilakukan dalam bentuk gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang dilakukan oleh unit-unit terkait secara lintas sektor. Pelaksanaan koordinasi Pokjanal dan Pokja DBD kurun waktu lima tahun, belum berpengaruh pada tingkat peran serta masyarakat dalam melakukan PSN.
Untuk itu, perlu dikaji pelaksanaan koordinasi Pokjanal dan Pokja DBD di Wilayah Kotamadya Jakarta Pusat. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan lokasi penelitian dilakukan di Kotamadya Jakarta Pusat. Subyek penelitian adalah Pokjanal dan Pokja DBD (Pokjanal DBD tingkat kotamadya, Pokjanal DBD kecamatan dan Pokja DBD kelurahan). Pada penelitian ini, dilakukan 1 FGD untuk Pokjanal DBD Tingkat Kotamadya dengan informan 10 orang sesuai stuktur dan fungsi Pokjanal DBD Kotamadya Jakarta Pusat pada SK. Untuk tingkat Kecamatan dilakukan 1 FGD dengan informan 10 peserta dari 8 Kecamatan. Sedangkan untuk tingkat Kelurahan dilaksanakan 1 FGD dengan 18 informan dari 44 kelurahan. Informan pada penelitian ini adalah seluruh anggota dinas / instansi / organisasi yang tergabung dalam wadah Pokjanal dan Pokja DBD di Kotamadya Jakarta Pusat dan wadah tersebut sebagai unit analisis. Metode penggalian informasi yang digunakan adalah Focused Group Discussion (FGD) dan Indepth interview. Disamping menggunakan kedua metode tersebut, masih dilakukan suatu upaya cross check melalui penelusuran data sekunder.
Hasil penelitian diperoleh bahwa ternyata Pokjanal dan Pokja DBD tidak berfungsi. SK sebagai landasan formal dalam melaksanakannya tidak tersosialisasi. Bahkan seorang pejabat pemerintah mengatakan ketidaktahuannya mengenai tercantum namanya dalam keanggotaan Pokjanal tersebut. Dengan demikian tidak mengherankan apabila koordinasi antar sektor tidak berjalan dengan baik secara fungsional dan struktural. Dari kenyataan ini, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada koordinasi lintas sektor dalam Pokjanal dan Pokja DBD, maka peran serta masyarakat pun juga tidak ada dalam melakukan PSN sebagai bentuk kegiatan praktis dari Pokjanal dan Pokja DBD, sehingga ABJ pun tidak mencapai target.
Berdasarkan hal diatas disarankan agar: peran serta RT/RW lebih ditingkatkan, menunjuk koordinator dasawisma, ditiadakan penyemprotan dan penyuluhan secara intensif.

ABSTRACT
The Study on the Implementation of Pokjanal and Pokja on Dengue Fever (DBD) In the Movement to Eliminate Dengue Fever Mosquito Nests (PSN DBD) In Central Jakarta Municipality in 1999The Operational Work Group (Pokjanal) and Work Group (Pokja) on dengue fever were formed under the Letter of Decision of the Mayor of Central Jakarta, no. 178 of 1994 dated 18 October 1994. Operationally, the job is done in the form of elimination of mosquito nests (PSN) carried out by related units, cross-sector wise. The coordination of Pokjanal and Pokja DBD within a period of 5 years has not been influenced yet on public participation in carrying out PSN.
Therefore, it is necessary to study the results of Pokjanal and Pokja DBD coordination in Central Jakarta. The study used the descriptive qualitative design, and the location of the study is Central Jakarta Municipality. The subject of the study is Pokjanal and Pokja DBD (municipal Pokjanal, sub-district Pokjanal DBD and village, Pokja DBD). In this study, one Focused Group Discussion (FGD) for municipal Pokjanal DBD with 10 informants in accordance with the structure and functions of Pokjanal DBD in Central Jakarta in the Letter of Decision. At sub-district level, it was carried out with 10 participants from 8 sub-districts. While at kelurahan level, one Focused Group Discussion (FGD) for municipal Pokjanal DBD with 10 informants in accordance with the structure and functions of Pokjanal DBD in Central Jakarta in the Letter Decision. At sub-district level, it was carried out with 10 participants from 8 sub-districts. While at kelurahan level, 1 FGD was carried out with 18 informants from 44 kelurahan. The informants in this study were all members of the offices/organizations in Pokjanal and Pokja DBD of Central Jakarta and both units as analysis units. The method of obtaining information used was FGD and In-depth Interview. Besides using both methods, efforts were still made to make cross checks by tracing secondary data.
The finding indicates that Pokjanal and Pokja DBD are not functioning. The Letter of Decision as a formal basis in the implementation has not been socialized. Even a government official stated that he did not know that his name was included in the memberships of Pokjanal. So it is not surprising lithe inter-sectoral coordination has not been working well, functionally and structural. Based on this fact, it may be concluded that there has been no inter-sectoral coordination in Pokjanal and Pokja DBD. That's why members of the public have particularly carried out activity of Pokjanal and Pokja DBD.
Based on the above, it is recommended: The participation of RT/RW to be increased, to appoint a coordination of dasawisma, stop spraying and intensive extension.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Sherliany
"Tujuan penelitian ini untuk menggambarkan modal sosial yang dimiliki anggota pokja PHBS SMP Negeri 107 Jakarta dalam upaya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Pendekatan penelitian kualitatif dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian studi deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial yang dimiliki anggota pokja PHBS SMP Negeri 107 Jakarta dapat mendukung keberhasilan dalam upaya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat.

The purpose of this research to describe the social capital that is owned by the working group members of PHBS of SMP Negeri 107 Jakarta in an effort to implement a clean and healthy living behavior. This research uses a qualitative approach and is a descriptive research through data collection techniques in depth interviews, observation, and literature study. The results of this research shows that social capital is owned by members of the working group of PHBS of SMP Negeri 107 Jakarta can support its success in an effort to implement clean and healthy living behavior."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Aji Prakoso
"Kemunculan program IPHPS sebagai model perhutanan sosial terbaru yang hak pengelolaan sepenuhnya berada di tangan masyarakat dalam kasus ini Poktan WBM pada masyarakat desa Mekarwaru, masih belum berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Pokja PPS selaku mediator dalam proses perolehan lahan tani juga bertindak sebagai broker yang mencoba untuk membantu pengembangan masyarakat desa dengan membantu memperoleh SK IPHPS dan menarik investor masuk untuk berinvestasi pada lahan IPHPS. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang konsep dan praktik mengenai kendala pada program IPHPS sebagai bentuk perhutanan sosial dengan skema terbaru dan menjadi prioritas pemerintah di desa Mekarwaru. Skripsi ini berfokus untuk menganalisa tugas, peran, dan fungsi Pokja PPS sebagai broker dalam program IPHPS. Peran Pokja PPS yang dipertanyakan ini sebenarnya tidak selalu positif dan negatif melainkan dinamis tergantung situasi. Desa bukan lagi merupakan ‘komunitas’ yang homogen dimana warga masyarakatnya memiliki tujuan yang sama. Perbedaan ini antara lain disebabkan adanya diferensiasi sosial-ekonomi di masyarakat. Studi ini tidak hanya melihat sejumlah kendala yang ada dalam implementasi program IPHPS Desa Mekarwaru, tetapi jugaperan Pokja PPS sebagai broker. Peran Pokja PPS sebagai broker sangat strategis dan sentral dalam implementasi program IPHPS. Pertanyaan studi ini adalah bagaimana peran Pokja PPS dalam implementasi program IPHPS dan pasca perolehan Surat Keputusan (SK) dan apa implikasinya pada masyarakat desa Mekarwaru? Riset etnografis dilakukan penulis dalam kurun waktu Januari hingga Maret 2019 serta sebelumnya sudah datang ke desa Mekarwaru pada bulan April dan Juli 2018. Dengan mengamati aktivitas Poktan WBM sebagai kelompok tani dan Pokja PPS yang merupakan broker utama dalam program IPHPS. Studi ini menemukan bahwa Pokja PPS secara aktif menjalankan tugasnya sebagai broker dengan membantu mempertemukan negara dengan masyarakat dalam proyek pembangunan dalam hal ini perhutanan sosial. Serta menjembatani antara masyarakat dalam hal ini Poktan WBM dengan investor. Studi ini memperlihatkan bahwa broker memiliki peran sentralnya dalam program perhutanan sosial dan dapat membawa dampak yang sangat besar dalam kelanjutan serta mempengaruhi hasil akhir program yang dijalankan pemerintah.

The emergence of the IPHPS program as the latest social forestry model whose management rights are fully in the hands of the community in this case it is the Poktan WBM in the Mekarwaru village community, has not yet proceeded according to the needs of the village community. PPS Working Group as mediator in the process of acquiring farmland also acts as a broker in trying to help the development of village communities by helping to 'Legalize' SK IPHPS and attracting investors to invest in IPHPS land. This study aims to get an overview of the concepts and practices of the obstacles in the IPHPS program as a form of social forestry with the latest scheme and a priority for the government in Mekarwaru village. This thesis focuses on analyzing the tasks, roles and functions of Pokja PPS as a broker. The questionable role of the PPS Working Group whose not always positive and negative but dynamic depending on the situation. The village is no longer a homogeneous 'community' that still has the same goal because of socio-economic differentiation. By looking at the obstacles that occur in the Mekarwaru Village IPHPS program and the role of the PPS Working Group as a broker to provide understanding that the role of the PPS Working Group as a broker is very strategic and central in the running of the IPHPS program. This writing focuses on how the role of Pokja PPS in the implementation of the IPHPS program and after the acquisition of SK occurred in the Mekarwaru village community? The writing is the result of the author's ethnographic research over a period of several months, on the activities of Poktan WBM working farmers and Pokja PPS who are the main brokers in the IPHPS program. This study found that the PPS Working Group has actively carried out its duties as a broker by collecting projects, exchanging and exchanging discursive commodities from IPHPS lands and further forming narratives that can attract investors into. This study shows that the broker and its central role can have a very big impact on the progress and the final results of the programs being implemented.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library