"Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal bahwa tradisi lisan masih hidup di berbagai suku bangsa di Indonesia. Keberadaan tradisi lisan dalam masyarakat Indonesia yang sudah beraksara merupakan suatu indikator bahwa dalam kehidupan ini, kita tidak dapat melepaskan diri sepenuhnya dari kelisanan karena tidak semua kegiatan komunikasi masyarakat dapat digantikan atau dilakukan sepenuhnya dengan keberaksaraan. Hal itu berarti bahwa kedua tradisi itu dapat hidup berdampingan dan saling menunjang, karena menurut Goody dan I Watt (1963:353), tulisan adalah suatu tambahan, bukan suatu alternatif untuk transmisi lisan. Bagi Goody (1992:12-13), komunikasi tradisi lisan dalam masyarakat dengan tulisan berbeda dengan dalam masyarakat tidak beraksara. Dalam masyarakat tidak beraksara tradisi lisan menanggung semua beban penyebaran kebudayaan. Akan tetapi dalam masyarakat dengan tulisan (masyarakat beraksara), tradisi lisan merupakan bagian dari keseluruhan aktivitas komunikasi. Tulisan hanyalah saluran lain dari komunikasi dan bahkan dalam kenyataan ada tradisi lisan yang sudah ditulis. Kemudian menurut Sweeney (199:15-16), kelisanan dan keberaksaraan merupakan dua hal yang berkaitan: kita dapat melihat kelisanan dalam yang tertulis dan keberaksaraan dalam yang lisan.
Keberadaan tradisi lisan tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang dikandungnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi lisan (khususnya cerita dan puisi) masih relevan dengan kehidupan kita. Artinya, nilai-nilai yang ditawarkan itu masih mampu bertahan di tengah perkembangan masyarakat Indonesia yang sedang melakukan proses modemisasi, terutama melalui proses pembangunan dengan mengimpor ilmu dan teknologi dari negara maju. Modernisasi itu akan mendesak atau menggeser nilai-nilai tradisional yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Proses modernisasi yang berlangsung di Indonesia akan berdampak positif dan negatif pada segala aspek kebudayaan, termasuk pada tradisi lisan. Dalam hal ini akan terjadi semacam pergulatan nilai (nilai tradisional dan nilai baru dari budaya asing) yang kemudian akan memunculkan yang menang dan kalah. Persoalan kalah dan menang itu akan bergantung kepada kekuatan nilai itu sendiri, seperti dikatakan oleh Bachtiar (1985:14-15) bahwa interaksi berbagai budaya (asing dan etnik) tidak dapat dihindari dan hal itu dapat menimbulkan konflik budaya, yang pada akhirnya budaya yang kuat akan mendesak budaya yang lemah, walaupun pemilik suatu kebudayaan itu masih ada."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003