Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djasmoro Ariguno
Abstrak :
Ditinjau dari sudut imunologi, sperma merupakan autoantigen bagi tubuh pria, yang dapat menyebabkan terjadinya respon imun, sehingga terbentuk antibodi antisperma. Antibodi antisperma ini dapat mengaglutinasi dan mengimobilisasi spermatozoa, sehingga spermatozoa-spermatozoa tidak dapat lagi membuahi telur dari istri, dan akibatnya pasangan itu menjadi infertil. Ternyata keadaan yang merugikan ini tidak lazim terjadi pada setiap pria; hal ini disebabkan karena di dalam plasma semen terdapat zat imunosupresif. Zat yang bersifat imunosupresif itu diantanya adalah orosomukoid. Dalam penelitian ini telah dilakukan pengukuran kadar orosomukoid di dalam plasma semen pria fertil dan pria infertil dengan teknik imunodifusi radial. Tujuannya adalah untuk membuktikan apakah kadar zat orosomukoid yang dapat bersifat imunosupresif itu di dalam plasma semen pria fertil lebih tinggi daripada pria infertil. Selain itu dalam penelitian ini juga telah dievaluasi kadar orosomukoid plasma semen pada pria infertil yang spermatozoanya berkecepatan 1,2 detik/1/20 mm. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kadar orosomukoid plasma semen 20 pria fertil rata-rata 2,3899 mg/dl. Sedangkan kadar orosomukoid plasma semen 50 pria infertil rata-rata 1,8720 mg/dl. Setelah dilakukan analisis data dengan uji t keduanya berbeda nyata pada tingkat kepercayaan = 0,05. Jadi jelaslah bahwa kadar zat yang dapat bersifat imunosupresif di dalam plasma semen pria fertil lebih tinggi daripada pria infertil. Hasil ini menunjukkan bahwa tingginya orosomukoid plasma semen pria fertil mungkin menekan respon imun terhadap antigen-antigen spermatozoa, sehingga antibodi antisperma tidak terbentuk, dengan demikian spermatozoa, tanpa terganggu, dapat melakukan fertilisasi. Dari hasil penelitian kadar orosomukoid plasma semen pria infertil yang berbeda kecepatan spermatozoanya diketahui bahwa, 30 pria infertil yang spermatozoanya berkecepatan 1,2 detik/1/20 mm rata-rata 1,7617 mg/dl. setelah dilakukan analisis data dengan uji t ternyata kadar orosomukoid pada kedua keadaan itu tidak berbeda nyata pada tingkat keprcayaan = 0,05. Jadi dapat dikatakan bahwa orosomukoid, baik langsung maupun tidak langsung (lewat supresi pembentukan antibodi) agaknya tidak mempengaruhi kecepatan sperma.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abinawanto
Abstrak :
ABSTRAK
Alfa-l-antitripsin adalah suatu glikoprotein yang disentesis di dalam hati, dan berperan menghambat fungsi enzim protease (enzim proteolitik). Selain di dalam serum, Alfa-l-antitripsin juga terdapat di dalam plasma semen.

Dalam penelitian ini telah dilakukan analisis semen dan pengukuran kadar Alfa-l-antitripsin plasma semen pada 101 orang pria dengan metode imunodifusi radial, dengan tujuan untuk mengetahui ada/tidaknya makna kadar Alfa-l-antitripsin di dalam plasma semen, serta hubungannya dengan beberapa parameter semen yang meliputi: jumlah spermatozoa motil per ejakulat semen, persentase motilitas spermatozoa, kecepatan spermatozoa, dan jumlah (peranan) leukosit di dalam semen.

Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa, kadar Alfa-l-antitripsin plasma semen pada 101 orang pria berkisar antara 2,65-27,30 miligram per desiliter, dengan rata-rata sebesar 8,89 kurang lebih 3,76 miligram per desiliter. Dengan uji Korelasi jenjang Spearman (Sperman's Rho) diperoleh kesimpulan bahwa, tidak ada hubungan antara kadar Alfa-l-antitripsin plasma semen, baik terhadap jumlah spermatozoa motil per ejakulat semen dan persentase motilitas spermatozoa, maupun terhadap jumlah (peranan) leukosit di dalam semen, namun ada hubungan negatif antara kadar Alfa-l-antitripsin plasma semen dengan kecepatan spermatozoa.

Dari 101 orang pria, 12 orang di antaranya memiliki kadar Alfa-l-antitripsin plasma semen yang relatif tinggi (di atas normal) dengan rata-rata sebesar 16,49 kurang lebih 3,89 miligram per desiliter. Namun demikian ke-12 orang pria tersesbut masih tetap mempunyai jumlah spermatozoa motil per ejakulat semen dan persentase motilitas spermatozoa, serta jumlah leukosit per mililiter semen yang termasuk kategori semen normal. Sedangkan kecepatan spermatozoanya (pada 12 orang pria tersebut) termasuk kategori semen di bawah normal.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Purnama Astuti
Abstrak :
ABSTRAK
Hepatitis virus B yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat, dapat ditularkan secara parenteral, oral, dan kemungkinan secara seksual. Infeksi virus hepatitis B (VHB) dapat diketahui dengan adanya antigen-antigen virus serta antibodinya yang dapat dideteksi di dalam serum penderita. Hepatitis B surface antigen (HBsAg) yang merupakan salah satu petanda serologi infeksi VHB, dilaporkan terdapat pada air susu ibu, sekret vagina, air liur, dan semen. Tetapi peranannya dalam penyebaran penyakit belum jelas. Dalam penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan HBsAg secara kualitatif dan kuantitatif (titer) dengan teknik RPHA terhadap serum dan plasma semen 20 orang pria penderita hepatitis virus B. Plasma semen yang mengandung HBsAg terdapat pada 8 orang (40%) dari 20 orang yang diteliti. Dengan uji korelasi jenjang Spearman, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat korelasi positif antara titer HBsAg serum dengan titer HBsAg plasma semen (db=0.001). Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa titer HBsAg di alam plasma semen rendah (
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anshorulloh Abd Fath
Abstrak :
ABSTRAK
80 persen infertilitas pria berhubungan dengan gangguan motilitas pada sperma, atau yang disebut juga asthenozoospermia. Stres oksidatif, dan kurangnya pertahanan terhadap keadaan tersebut, dapat menjadi faktor hilangnya motilitas pada sperma. Glutation adalah antioksidan yang penting dalam pertahanan terhadap stres oksidatif di tubuh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara konsentrasi glutation pada seminal plasma dengan kejadian asthenozoospermia. Pada penelitian case-control ini, seminal plasma dari pria dengan parameter sperma normal n=20 dan pasien dengan asthenozoospermia dikumpulkan. Dengan metoda spektrofotometris oleh Ellman, konsentrasi glutation pada sampel-sampel tersebut diukur, dan hasilnya dianalisis secara statistik menggunakan independent t-test. Rerata konsentrasi glutation pada seminal plasma pria dengan normozoospermia adalah 6.03 ?M 2.44, sementara pada pria dengan asthenozoospermia adalah 7.70 ?M 2.96. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua nilai tersebut p=0.081 . Dapat diambil kesimpulan bahwa rerata konsentrasi glutation di seminal plasma dengan pria dengan normozoospermia dan asthenozoospermia tidak berbeda secara signifikan
ABSTRACT
Eighty percent of male infertility is associated with asthenozoospermia, a term coined for a disturbance in sperm motility. Oxidative stress, and the lack of protection against it, is associated with loss of motility in human spermatozoa. Glutathione is a key antioxidant in the defense against oxidative stress in the body. The present study aims to identify the relationship between seminal plasma glutathione concentration and asthenozoospermia. In this case control study, the seminal plasma of males with normal semen parameters n 20 and asthenozoospermic patients n 14 was collected. Using Ellman rsquo s spectrophotometric method, the concentration of glutathione in the samples was measured, and the results were analyzed statistically using independent t test. The mean seminal plasma glutathione levels in normozoospermic and asthenozoospermic males were 6.03 M 2.44 and 7.70 M 2.96, respectively. There was no significant difference between the two values p 0.081 . In conclusion, there was no significant difference in seminal plasma glutathione concentration between normozoospermic and asthenozoospermic males.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Yunita
Abstrak :
Pendahuluan : Infertilitas laki-laki dapat disebabkan adanya gangguan penurunan konsentrasi spermatozoa (oligozoospermia), penurunan motilitas (astenozoospermia) dan bentuk (morfologi) yang abnormal (teratozoospermia). Selain itu juga dapat berasal dari multifaktor termasuk Radical Oxidative Stress (ROS) dimana terjadi ketidakseimbangan antara sistem pro dan antioksidan dalam semen. Tatalaksana saat ini adalah terapi konvensional berupa terapi hormonal dan non-hormonal micronutrient setiap hari selama 72-90 hari dengan analisis spermatozoa setiap 1 bulan sekali, serta tekhnik reproduksi berbantu. Elektroakupunktur dapat dipertimbangkan menjadi salah satu terapi oligozoospermia.Tujuan dari penelitian ini membuktikan elektroakupunktur dengan terapi standar mampu mempengaruhi oligozoospermia dan mempengaruhi kadar SOD plasma semen dan spermatozoa. Metode : Uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol terapi standar. Diikuti 48 pasien oligozoospermia yang dilakukan secara acak ke dalam kelompok perlakuan (n=24) dan kontrol (n=24). Kelompok perlakuan mendapatkan elektroakupunktur dan terapi standar serta kelompok kontrol mendapatkan terapi standar. Elektroakupunktur dilakukan 2 kali seminggu selama 6 minggu dengan total sebanyak 1 seri terapi (12 kali). Hasil : Konsentrasi spermatozoa dan volume total ejakulat pada kelompok perlakuan memiliki hasil yang lebih baik (p > 0,005). Penurunan rata rata SOD plasma semen dan SOD spermatozoa yang lebih besar pada kelompok perlakuan. (p > 0,005) Kesimpulan : Kombinasi elektroakupunktur dan terapi standar dapat memperbaiki konsentrasi spermatozoa, volume total ejakulat berdasarkan hasil analisis spermatozoa serta menurunkan SOD pada plasma semen dan spermatozoa namun tidak signifikan secara statistik. ......Introduction: Male infertility can be caused by the decrease of sperm concentration (oligozoospermia), motility (asthenozoospermia) and abnormal morphology (teratozoospermia). The etiologi comes from multiple factors such as Radical Oxidative Stress (ROS) where there is an imbalance level of Free Radical and Antioxidant in the semen. Current treatment consists of daily hormonal therapy and micronutrient therapy for 72-90 days, and Assisted Reproductive Technology (ART). The goal is to improve the value of Semen Analysis each month. Electroacupuncture is considered as Adjuvant Therapy for oligozoospermia. The aim of this study is to prove that electroacupuncture can help current treatment to improve the result for patients with oligozoospermia and their SOD level in semen and sperm. Methods: Randomized double-blind clinical trial with standard therapy control. 48 oligozoospermia patients were followed who were randomized into treatment (n=24) and control (n=24) groups. The treatment group received electroacupuncture and standard therapy and the control group received standard therapy. Electroacupuncture is performed 2 times a week for 6 weeks for a total of 1 series of therapy (12 treatments). Results: Spermatozoa concentration and total ejaculate volume in the treatment group had better results (p > 0.005). The average decrease in semen plasma SOD and spermatozoa SOD was greater in the treatment group. (p > 0.005) Conclusion: The combination of electroacupuncture and standard therapy can improve sperm concentration and reduce SOD in sperm and seminal plasma unsignificantly statistically.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library