Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nani Cahyani
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian: Kemampuan tangan mengendalikan arah bidik pada saat melepas tembakan adalah kemampuan yang sangat penting dalam menentukan kinerja seorang petembak . khususnya petembak nomor pistol. Pengendalian yang dimaksud adalah kemampuan mempertahankan senjata dalam keadaan diam dan gerakan yang terjadi hanya pada jari penarik picu. Seorang petembak mahir seyogyanya telah cukup menguasai teknik dasar menembak yaitu membangun posisi kuda·kuda dan membidik, sehingga kinerjanya lebih dipengaruhi oleh kemampuan teknik menembak taraf lanjut yaitu pengendalian senjata. Oengan menggolongkan petembak peringkat atas OKI Jaya nomor air pistol putra sebagai petembak mahir, dilakukan penelitian terhadap 12 petembak dengan melakukan rekaman EMG m. opponens pol/icis dan m. flexor digiti minimi brevis yang bertindak sebagai otot tangan pengendali arah picu pada saat menembak. Rekaman EMG dilakukan dengan menggunakan elektrode permukaan dan hasilnya dianalisis secara manual dengan planimetri yang diproses berdasarkan waktu. Hasil tembakan pada kertas sasaran dinilai oleh reading machine untuk ditentukan skornya. Hubungan gambaran EMG otot pengendali picu dengan kinerja ditentukan dengan melakukan analisis korelasi antara rata· rata nilai konversi EMG selama rentang waktu menarik picu dengan skor. Selanjutnya untuk m~mperoleh gambaran karakteristik petembak peringkat atas OKI Jaya nomor air pistol putra dalam hal karakteristik umum, pola latihan dan konsumsi zat yang dapat mempengaruhi fungsi motorik dilakukan wawancara dan beberapa pemeriksaan lain. Hasil dan Kesimpulan: Analisis gambaran EMG otot pengendali picu 2 detik sebelum dan 2 detik sesudah melepas tembakan menunjukkan keragaman kemampuan petembak dalam mempertahankan stabilitas genggaman (p>0,05). Oalam penelitian, petembak menghasilkan kinerja yang tidak berbeda dengan kinerja terbaik selama 2 tahun terakhir (p>0,05). Hipotesis adanya korelasi linier negatif antara aktivitas listrik otot pengendali picu saat menarik picu dengan kinerja pada penelitian ini tidak terbukti (r=-0,024 dengan p>0,05). Gambaran karakteristik umum petembak peringkat atas OKI Jaya nomor air pistol putra adalah anggota ABRI, berumur di atas 30 tahun dengan titik berat tubuh (center of gravity) yang rendah. Para petembak melakukan latihan fisik maupun teknik menembak dengan cara yang beragam, dengan penekanan pada latihan teknik. Petembak mengkonsumsi zat yang dapat mempengaruhi fungsi motorik dalam jumlah rendah.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lizara Dhiaulhanif
Abstrak :
Komunikasi merupakan komponen penting dalam kehidupan. Komunikasi dengan seseorang dapat membantu menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya kepada orang lain baik untuk menyampaikan informasi maupun untuk mendapatkan informasi. Kecemasan yang terjadi pada keluarga klien biasanya disebabkan oleh kurangnya informasi yang disampaikan oleh perawat melalui komunikasi khususnya tentang kondisi dan proses perawatan klien di ruangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan orang tua anak yang terpasang ventilator mekanik di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross- sectional. Sampel penelitian berjumlah 81 responden dengan kriteria orang tua pasien anak yang terpasang ventilator mekanik lebih dari 24 jam di PICU RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel didapatkan dengan dengan total sampling. Penelitian ini menggunakan kuesioner komunikasi terapeutik dengan nilai uji validitas dengan nilai r> 0,346-0,838 dan kuesioner tingkat kecemasan dengan skala Zung self-Rating Anxiety nilai uji validitas yaitu r> 0,444 dan uji reliabilitas dengan nilai Cronbach Alpha >0,887. Hasil penelitian dianalisis menggunakan uji chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan orang tua anak yang terpasang ventilator mekanik dengan hasil p value 0,027 (P< 0,05). Rekomendasi berkaitan dengan penelitian ini ialah disusunnya intervensi lebih lanjut mengenai standar komunikasi terapeutik untuk mengurangi tingkat kecemasan orang tua. ......Communication is an important component in life. Communication with someone can help convey what is on their mind to other people, both to convey information and to obtain information. Anxiety that occurs in the client's family is usually caused by a lack of information conveyed by the nurse through communication, especially about the condition and process of caring for the client in the room. This study aims to analyze the relationship between nurses' therapeutic communication and the anxiety level of parents of children who are installed on mechanical ventilators in the Pediatric Intensive Care Unit (PICU). This research is a quantitative research with a cross-sectional research design. The research sample consisted of 81 respondents with the criteria being parents of pediatric patients who had been on a mechanical ventilator for more than 24 hours in the PICU at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. The sample was obtained using a total sampling. This study used a therapeutic communication questionnaire with a validity test value of r> 0.346-0.838 and an anxiety level questionnaire with the Zung Self-Rating Anxiety scale, a validity test value of r> 0.444 and a reliability test with a Cronbach Alpha value of >0.887. The results of the study were analyzed using the chi-square test, showing that there was a significant relationship between the level of therapeutic communication and the anxiety level of parents of children who were installed on mechanical ventilators with a p value of 0.027 (P < 0.05). Recommendations related to this research are the development of further interventions regarding therapeutic communication standards to reduce parents' anxiety levels.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andina Nirmala Pahalawati
Abstrak :
Latar belakang. Sepsis merupakan salah satu penyebab utama kematian anak di seluruh dunia. Penilaian SEPSIS-3 merekomendasikan sistem skoring SOFA sebagai alat untuk mendeteksi sepsis dan memrediksi kematian. Hingga saat ini masih digunakan PELOD-2 dalam mendeteksi sepsis dan memrediksi kematian walaupun sudah dikeluarkan adaptasi SOFA pada populasi anak berupa pSOFA. Tujuan. Mengetahui prevalensi sepsis anak di RSCM dan faktor yang berpengaruh terhadap kematian akibat sepsis berdasarkan skoring PELOD-2 dan pSOFA. Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value PELOD-2 dan pSOFA. Mengetahui batas nilai (cut-off) perubahan pSOFA dalam 7 hari perawatan sebagai prediktor mortalitas hari ke-28. Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, dan negative predictive value batas nilai (cut-off) perubahan pSOFA dalam 7 hari perawatan sebagai prediktor mortalitas ke-28 pada anak sepsis di PICU. Metode. Penelitian uji prognostik dengan desain kohort prospektif pada pasien anak yang dirawat di PICU RSCM Jakarta dengan diagnosis sepsis. Hasil. Prevalensi sepsis sebesar 20,4%. Dari 45 subyek penelitian, rerata usia adalah 73,24 bulan (SD 66,9). Status gizi yang paling banyak adalah status gizi buruk (35,6%) dan gizi kurang (28,9%). Sumber infeksi yang paling banyak adalah infeksi saluran pernapasan. Diagnosis saat masuk yang paling banyak adalah syok sepsis, pneumonia, COVID-19, dan gastroenteritis. Jumlah pasien yang meninggal adalah 15 subyek (33,3%). Kriteria skoring yang bermakna secara statistik (p<0,05) dalam memprediksi kematian adalah status gizi buruk, SpO2:FiO2, trombosit, blirubin dan penggunaan ventilasi invasif. Sensitivitas pSOFA lebih baik dibandingkan dengan PELOD-2 (93,75% vs. 25%), sedangkan spesifisitas PELOD-2 lebih baik dibandingkan dengan pSOFA (96,6% vs. 10,34%). Nilai batas (cut-off) perubahan pSOFA dalam 7 hari perawatan sebagai prediktor mortalitas hari ke-28 adalah 47,7%. Nilai cut-off 47,7% mempunyai sensitivitas 61,9%, spesifisitas 77,7%, nilai prediksi positif 81,2%, dan nilai prediksi negatif 46,6% dengan nilai RR 5,6875. Kesimpulan. Faktor yang berperan terhadap kematian akibat sepsis adalah PaO2:FiO2, SpO2:FiO2, kadar trombosit, kadar bilirubin, GCS, PaCO2, dan ventilasi invasive. Untuk mendiagnosis sepsis, PELOD-2 lebih baik dibandingkan pSOFA, sedangkan untuk menyaring (uji tapis) sepsis, pSOFA dinilai lebih unggul dan dapat melihat progresifitas penyakit. Nilai batas (cut off) perubahan pSOFA dalam 7 hari perawatan sebagai prediktor mortalitas hari ke-28 adalah 47,7% Nilai cut-off 47,7% mempunyai sensitivitas 61,9%, spesifisitas 77,7%, nilai prediksi positif 81,2%, dan nilai prediksi negatif 46,6% dengan nilai OR 5,6875. Background. Sepsis is one of the leading causes of childhood mortality worldwide. The SEPSIS-3 assessment recommends the SOFA scoring system as a tool for detecting sepsis and predicting mortality. Until now, PELOD-2 is still being used to detect sepsis and predict mortality even though pSOFA has been promoted as the pediatric adaptation of SOFA scoring.  Objectives. To determine the prevalence of sepsis in children at RSCM and the factors that influence mortality from sepsis based on PELOD-2 and pSOFA scoring. Determine the sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value of PELOD-2 and pSOFA. Determine the cut-off value for pSOFA changes in 7 days as a predictor of mortality on day 28; and to determine the sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value of this cut-off value as predictors of mortality in the 28th day of hospital stay in septic children in the PICU. Methods. A prognostic study with a prospective cohort design in pediatric patients admitted to the PICU of RSCM Jakarta with a diagnosis of sepsis. Results. Sepsis prevalence was 20,4%. Of the 45 study subjects, the mean age was 73.24 months (SD 66.9). The most common nutritional status was severe malnutrition (35.6%) and undernutrition (28.9%). The most common source of infection was respiratory tract infection. The most common diagnoses at admission were septic shock, pneumonia, COVID-19, and gastroenteritis. Mortality rate was 33.3%. The scoring criteria that were statistically significant (p<0.05) in predicting mortality were severe and undernutrition, SpO2:FiO2, platelet level, bilirubin level, and the use of invasive ventilation. Sensitivity of pSOFA was better than that of PELOD-2 (93.75% vs. 25%), while specificity of PELOD-2 was better than that of pSOFA (96.6% vs. 10.34%). The cut-off value for pSOFA changes in 7 days of treatment as a predictor of mortality on day 28 was 47.7%. The cut-off value of 47.7% had a sensitivity of 61.9%, a specificity of 77.7%, a positive predictive value of 81.2%. , and a negative predictive value of 46.6% with an OR value of 5.6875. Conclusions. Factors that contribute to sepsis mortality were SpO2:FiO2, platelet levels, bilirubin levels, and invasive ventilation. For diagnosing sepsis, PELOD-2 was better than pSOFA. Meanwhile, to screen for sepsis, pSOFA was considered superior and is able to see disease progression. The cut-off value for pSOFA changes in 7 days of treatment as a predictor of mortality on day 28 was 47.7%. The cut-off value of 47.7% had a sensitivity of 61.9%, a specificity of 77.7%, a positive predictive value of 81.2%. , and a negative predictive value of 46.6% with an OR value of 5.6875.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Koe Stella Asadinia
Abstrak :
Latar belakang: Ventilator-associated pneumonia VAP merupakan jenis infeksi nosokomial terbanyak pada pasien pediatric intensive care unit PICU. VAP menyebabkan pemanjangan durasi ventilasi mekanik, durasi hospitalisasi, dan kematian. Omeprazole direkomendasikan sebagai profilaksis dan pengobatan stress ulcer pada pasien PICU dengan ventilator. Omeprazole diduga dapat meningkatkan kejadian VAP melalui peningkatan kolonisasi bakteri lambung. Namun, belum banyak studi yang meneliti pengaruh ini pada populasi pasien PICU. Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian omeprazole terhadap kejadian VAP pada Pasien PICU di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo. Metode: Studi ini dilaksanakan dengan metode cross-sectional dengan 58 subjek. Sampel diambil dari rekam medis pasien PICU tahun 2014 hingga 2016. Subjek terdiri dari dua kelompok, yaitu pasien PICU dengan ventilator yang diberi omeprazole dan tidak diberi omeprazole. Hasil: Karakteristik subjek meliputi jenis kelamin, usia, status gizi, faktor risiko potensial, dan keluaran berupa durasi hospitalisasi, durasi intubasi, dan kematian. Sejumlah 9 dari 29-31 subjek yang diberi omeprazole mengalami VAP dan 3 dari 29-10 subjek yang tidak diberi omeprazole mengalami VAP. Uji Chi-square menunjukkan hubungan tidak bermakna antara omeprazole dan kejadian VAP dengan nilai p=0.105 dan prevalence ratio PR 3.00-95 CI 0.903-9.970. Diskusi: Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pemberian omeprazole tidak berpengaruh terhadap kejadian VAP pada pasien PICU. ......Background: Ventilator associated pneumonia VAP is the most common nosocomial infection among pediatric intensive care unit PICU patients. VAP prolongs duration of intubation and hospitalization and increases mortality. Omeprazole is often used as prophylaxis and therapy for stress ulcer, a common disease in PICU patients. Omeprazole is suspected to increase VAP incidence through gastric colonization. Aim: To determine the effect of omeprazole on incidence of ventilator associated pneumonia among RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo PICU Patients. Methods: This is a cross sectional study with 58 subjects obtained from PICU medical records from 2014 to 2016. Subjects were put into two categories 1 PICU patients who received omeprazole, and 2 PICU patients who did not receive omeprazole. Results: Subject characteristics include sex, age, nutritional status, potential risk factors, and outcome duration of hospitalization, duration of intubation and mortality. A number of 9 of 29 31 patients who received omeprazole developed VAP and 3 of 29 10 patients who did not receive omeprazole developed VAP. Chi square test showed no significant difference in the incidence of VAP in the two categories p 0.105 and prevalence ratio PR 3.00 95 CI 0.903 9.970. Discussion: Omeprazole does not affect the incidence of VAP on PICU patients in this study.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ariq Fakhriditomo Taufiq
Abstrak :
Pendahuluan Pasien anak, termasuk di Pediatric Intensive Care Unit (PICU), tergolong rentan menerima peresepan obat off-label, yang berpotensi menimbulkan kejadian efek samping obat. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penggunaan obat off-label pada pasien anak di PICU RSCM, yang belum pernah diteliti. Metode Sampel merupakan peresepan yang diambil dari rekam medis secara consecutive sampling. Perhitungan jumlah sampel menggunakan proporsi tunggal dan beda dua proporsi. Kriteria inklusi adalah pasien anak <18 tahun yang dirawat di PICU RSCM tahun 2018. Kriteria eksklusi adalah pasien dengan data pengobatan yang sulit dibaca atau tidak lengkap, obat luar, elektrolit, dan suplemen. Data ditabulasi berdasarkan nama obat, jenis kelamin, usia, status off-label obat berdasarkan usia pasien, dan klasifikasi Anatomical Therapeutic Chemical (ATC). Uji Chi-Square dipakai untuk mengetahui beda proporsi penggunaan obat off-label antar kelompok. Hasil Dari 400 peresepan yang dievaluasi, 23,8% tergolong off-label kategori usia. Berdasarkan klasifikasi ATC, peresepan di PICU didominasi oleh obat kardiovaskular (25,25%). Obat muskuloskeletal paling sering diresepkan secara off-label (84,6%). Tidak ada perbedaan signifikan proporsi penggunaan obat off-label pada kelompok laki-laki (21%) dan perempuan (26,5%) (p = 0,196,). Proporsi off-label pada kelompok usia bayi (0-2 tahun) 33,8%, anak (2-12 tahun) 18,6%, dan remaja (12-18 tahun) 14,3%. Peresepan off-label pada bayi lebih tinggi secara signifikan dibandingkan anak (p = 0,002) dan remaja (p = 0,001) Kesimpulan Sebanyak 23,8% peresepan pada pasien PICU diberikan secara off-label berdasarkan usia, dan yang tersering adalah obat muskuloskeletal. Perbedaan proporsi obat off-label antar jenis kelamin tidak signifikan, sedangkan antar kelompok usia signifikan. ......Introduction Pediatric patients, including Pediatric Intensive Care Unit (PICU) patients, are prone to off-label drug prescriptions, which potentially lead to adverse drug reactions. This study aimed to assess the use of off-label drugs on PICU patients at RSCM, which has never been studied before. Methods Samples were prescriptions taken from medical records connsecutively. Sample size were calculated using single proportion and difference between two proportions. The inclusion criteria were <18 years old PICU patients at RSCM admitted in 2018. The exclusion criteria were patients with unclear or incomplete data, external drugs, electrolytes, and supplements. Data were tabulated by drug name, sex, age, off-label drug status based on patient age, and Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) classification. Difference in proportions between groups were tested using Chi-Square. Results Of the 400 prescriptions evaluated, 23.8% were off-label by age. Based on the ATC classification, PICU prescription was dominated by cardiovascular drugs (25.25%). Musculoskeletal drugs were most often prescribed off-label (84.6%). There was no significant difference in off-label prescription between males (21%) and females (26.5%) (p = 0.196). The proportion of off-label in the infant age group (0-2 years) was 33.8%, in children (2-12 years) 18.6%, and in adolescents (12-18 years) 14.3%. Infants were given off-label drugs significantly higher than children (p = 0.002) and adolescents (p = 0.001) Conclusion Off-label prescription in PICU patients is 23.8%. Musculoskeletal drugs are most often prescribed off-label. The difference in the proportion of off-label drugs between sexes was not significant, whereas between age groups was significant
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efa Apriyanti
Abstrak :
Abstrak
Studi literatur menyebutkan bahwa kebutuhan keluarga saat mendampingi anak dirawat di PICU sangatlah kompleks dan bersifat subjektif sehingga pengkajian kuesioner dirasa belum mampu mewakili gambaran kebutuhan keluarga yang sebenarnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan persepsi perawat PICU dengan keluarga pasien PICU mengenai prioritas kebutuhan keluarga dari anak yang dirawat di ruang rawat intensif. Penelitian ini meng-gunakan mixed method approach dengan pendekatan kuantitatif menggunakan desain cross sectional di tahap pertama pengumpulan data, dilanjutkan dengan pendekatan kualitatif yang dilakukan dengan cara wawancara mendalam di tahap ke dua. Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan Critical Care Family Need Inventory yang telah di-modifikasi. Hasil analisis data menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara persepsi perawat dan keluarga dalam menilai kebutuhan keluarga pasien PICU. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum perawat PICU di dua rumah sakit yang menjadi sampel dalam penelitian ini lebih mampu memahami kebutuhan keluarga pasien dibandingkan dengan perawat dalam penelitian-penelitian sebelumnya.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
610 UI-JKI 21:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Asyura Rizkyani
Abstrak :
ABSTRAK
Peranan farmasi klinik di era JKN telah berkembang yaitu melakukan evaluasi farmakoekonomi terutama pada penggunaan antibiotik pasien anak di PICU yang berisiko tinggi akan resistensi. Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi peran serta farmasi klinik pada terapi antibiotik secara ekonomi di PICU RSCM periode Mei-Oktober 2014. Metode yang digunakan adalah analisis efektivitas biaya. terhadap lama rawat pasien pada kelompok pasien yang tidak mendapatkan rekomendasi periode Mei-Juli 2014 (NR) dibandingkan dengan kelompok pasien yang mendapat rekomendasi dari farmasi klinik periode Agustus-Oktober 2014 (R). Hasil yang diperoleh dari 42 pasien kelompok NR dan 51 pasien kelompok R adalah total biaya pada kelompok NR sebesar Rp 427.805.134, sedangkan kelompok R sebesar Rp 349.302.060. Total lama rawat pasien pada kelompok NR adalah 268 hari, sedangkan kelompok R adalah 228 hari. Rata-rata lama rawat per pasien kelompok NR yaitu 6,4 hari sedangkan kelompok R yaitu 4,5 hari. Persentase efektivitas pada kelompok NR adalah 15,36%, sedangkan kelompok R 22,22%. Hasil ACER kelompok NR adalah Rp 1.591.537/hari, sedangkan ACER kelompok NR adalah Rp 1.522.013/hari. Hasil analisa sensitivitasnya adalah dominan karena biaya lebih kecil sedangkan efektivitasnya lebih besar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa peran serta farmasi klinik dalam terapi dapat menurunkan biaya dan lama rawat pasien di PICU RSCM.
ABSTRACT
The role of clinical pharmacy in National Health Insurance era to evaluate the use of antibiotics has been evolved, especially for children in PICU which at high risk for resistance. The research objective was to evaluate the role of clinical pharmacy on antibiotic therapy in the PICU RSCM period from May to October 2014. The method used is cost-effectiveness analysis to length of stay between the group of patients who did not received recommendation of clinical pharmacy in the period May - July 2014 (NR) compared with the group of patients who received the recommendation of clinical pharmacy period from August to October 2014 (R). The results were obtained from 42 patients NR group and 51 patients in the R group. The total direct medical costs in the NR group Rp 427.805.134 , while the R group Rp 349.302.060. Total length of hospital patients in the NR group was 268 days, while the R group was 228 days. Average length of stay per patient in the NR group was 6.4 days, while R group was 4.5 days. Percentage of effectivity from the NR group was 15,36%, while the group R was 22,22 %. ACER in NR group is Rp 1.591.537 per length of stay, whereas the R group is Rp 1.522.013 per length of stay. The results of the sensitivity analysis is dominant because the costs was less , while its effectiveness is greater. Thus, it can be concluded that participation in the clinical pharm
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T43200
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library