Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febbiola Rizka Marteen
Abstrak :
Tesis ini menganalisa frasa dan mengurai praktek Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas penetapan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (perpu) pada Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang disusun dengan menggunakan metode doktrinal. Persetujuan DPR atas penetapan perpu merupakan bentuk pengawasan DPR atas tindakan presiden dalam upaya pelindungan keselamatan negara dalam keadaan genting yang memaksa. Pengawasan DPR ini bertujuan untuk mengontrol regulatory powerpemerintah sehingga pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang memiliki dampak terhadap hak-hak masyarakat. DPR dalam praktek pemberian persetujuan atas penetapan perpu tidak melakukan pembahasan pasal-pasal perpu bahkan lebih sempit lagi persetujuan oleh DPR didasarkan pada point-point pemaparan yang disampaikan oleh perwakilan presiden tanpa melihat muatan dan norma pengaturan perpu. Persetujuan atas penetapan perpu oleh DPR semestinya tidak saja dilakukan berdasarkan pemaparan urgensi pembentukan perpu namun juga harus melalui pembahasan terhadap substantif normatif perpu melalui mekanisme pembahasan Daftar Inventaris Masalah sebagaimana pembahasan rancangan undang-undang dilaksanakan. ......This thesis analyzes the phrase and elaborates the practice of the House of Representatives (DPR) approval of the stipulation of government regulations in lieu of laws (PERPU) in Article 22 paragraph (2) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, which is prepared using doctrinal methods. The DPR's approval of the PERPU is a form of DPR supervision over the president's actions as a way to protect the country in a state of urgency. The DPR's supervision aims to control the government's regulatory power so that the government does not act arbitrarily in forming laws and regulations that impact on people's rights. The DPR in the practice of giving approval for the stipulation of PERPU does not discuss the articles of PERPU, narrowly the approval by the DPR is based on the presentation points submitted by the president's representative without seeing the content and regulatory norms of PERPU. Approval of the establishment of PERPU by the DPR should not only be based on the presentation of the urgency of the establishment of PERPU but also must go through a discussion of the substantive normative PERPU through the mechanism of discussing the Problem Inventory List in the discussion of the draft law is carried out.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widhya Mahendra Putra
Abstrak :
ABSTRAK
Berlakunya PP No. 72 Tahun 2016 yang memuat aturan penyertaan modal negara kepada BUMN persero tanpa melalui mekanisme APBN menimbulkan permasalahan dalam konsep pengelolaan keuangan negara. Ruang lingkup keuangan negara yang sangat luas dalam UU No. 17 Tahun 2003, menempatkan persetujuan DPR sebagai unsur yang sangat penting. Sebagaimana dipahami oleh kalangan anggota legislatif, mekanisme PMN kepada BUMN persero merupakan bagian keuangan negara yang memerlukan persetujuan DPR. Sedangkan, dalam lingkungan hukum keuangan publik, keuangan BUMN dianggap sebagai keuangan otonom badan hukum privat, sehingga ada hal-hal tertentu baik pemerintah maupun DPR tidak dapat ikut campur dalam pengelolaannya. Penelitian ini diharapkan memberikan kajian hukum yang komprehensif mengenai kriteria dalam menentukan PMN yang dilakukan dengan atau tanpa persetujuan DPR sesuai doktrin hukum keuangan publik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menganalisis kebijakan dari sisi hukum. Selain itu, penelitian ini menggunakan tipologi bersifat perskriptif dan jenis data sekunder. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil, mengenai jenis-jenis tindakan atas PMN meliputi tindakan kepemerintahan yang memerlukan persetujuan DPR dan tindakan korporasi. Jenis tindakan tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan jenis mekanisme PMN kepada BUMN persero. Jenis PMN untuk pendirian dan penambahan PMN termasuk dalam jenis tindakan kepemerintahan, sedangkan pengurangan PMN seperti pengalihan aset dan restrukturisasi termasuk tindakan korporasi kecuali privatisasi. Doktrin badan hukum maupun teori transformasi menunjukkan bahwa mekanisme PMN dalam PP No. 72 Tahun 2016 tidak bermasalah. Untuk itu, Pemerintah dan DPR hendaknya menentukan batas-batas persetujuan DPR terhadap PMN yang didasarkan pada klasifikasi jenis dan tindakan atas PMN kepada BUMN persero dan sejalan dengan doktrin hukum keuangan publik.
ABSTRACT
The implementation of Government Regulation No. 72 of 2016 which contains the rule of State Capital Participation (SCP) for State-Owned Enterprises (SOEs) without going through State Budget mechanism raises problems in the concept of state finance management. The broad scope of state finance in the Law No. 17 of 2003 places The House of Representatives' (DPR) approval as an important element. As understood by members of parliament, the SCP mechanism towards SOEs is a part of state finances that requires DPR's approval. Whereas, within public finance law, SOEs finance is considered an autonomous financial private legal entity, so there are certain things in its management that cannot be interfered by both the Government and the Parliament. This research is expected to provide a comprehensive legal study regarding the criteria in determining SCP conducted with or without the approval of DPR according to the doctrine of public finance law. This study employs a normative juridical method by analyzing policy from legal point of view. In addition, this study uses typological descriptive and secondary data. Based on the research, the obtained result includes the types of actions against SCP including governmental actions that require DPR's approval and corporate actions. This type of action is used to classify the type of SCP mechanism towards SOEs. According to this research, governmental actions include SCP for the establishment and addition of SCPs while SCP reductions, such as asset transfers and restructuring, are classified as corporate actions except privatization. Both legal entity doctrine and transformation theory show that the SCP mechanism in Government Regulation No. 72 of 2016 does not indicate problem. For this reason, the Government and DPR should determine the limits of the DPR's approval for SCP based on the classification of types and actions of the SCP towards SOEs and in line with the doctrine of public finance law.
2019
T54829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudya Putri Dewanti
Abstrak :
Bermula dari silang pendapatan antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah dalam menentukan bentuk divestasi atas pembelian 7% saham divestasi PT NNT 2010 oleh Pemerintah melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Divestasi tersebut dimaknai Pemerintah sebagai Investasi Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, sedangkan menurut DPR divestasi tersebut merupakan Penyertaan Modal Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Keuangan Negara dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang memerlukan persetujuan DPR. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah pengertian Investasi Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan; mekanisme pelaksanaan Investasi Pemerintah dan Penyertaan Modal Negara; dan bentuk divestasi saham PT NNT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif dan analisa data deskriptif-analitis. Penelitian menunjukan bahwa pembelian divestasi saham PT NNT oleh Pemerintah melalui PIP merupakan Investasi Pemerintah dalam bentuk surat berharga, tanpa perlu meminta persetujuan DPR. Hal ini karena dana divestasi yang berasal baik murni dari APBN maupun yang berasal dari keuntungan BLU telah melalui mekanisme pembahasan RAPBN dan mendapat persetujuan dari DPR. Sedangkan penggunaan keuntungan BLU PIP, untuk menutup kebutuhan dana divestasi, perlu melalui mekanisme APBN dan persetujuan DPR. Hal ini disebabkan karena keuangan BLU merupakan keuangan negara, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kementerian induknya yaitu Kementerian Keuangan, yang dalam perencanaan kerja dan anggaran merupakan satu kesatuan dengan rencana kerja kementerian keuangan. ......Beginning from the crossing of argument between the House of Representatives (DPR) and the Government in determining the form of divestment for the purchase of 7% of PT NNT 2010 divested shares by the Government through the Government Investment Center (PIP). The Divestment means Government as Government Investment based on Government Regulation Number 1 of 2008, while according to DPR the divestment is State Equity Participation as regulated in Article 24 paragraph (2) of Law Number 17 year 2003 and Article 41 of Law Number 1 year 2004 is further elaborated in Government Regulation Number 6 of 2006 that requires DPR approval. The problems of this study are the definition of Government Investment and State Equity Participation based on legislation; the mechanism for implementing Government Investment and State Equity Participation; and concept of divestment of PT NNT shares. To answer these problems, juridical-normative legal research methods are used and data analysis is descriptive-analytical. The results this study show that the purchase of PT NNT shares divestment by the Government through PIP is Government Investment in the form of securities, without DPR's approval. This is because the divestment funds from APBN or BLU's profit have gone through a mechanism for discussing the RAPBN and getting approval from the DPR. This is because the BLU finance is state finance, which is an integral in work planning and budgeting of Ministry of Finances work plan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library