Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deasyanti
"Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku anak dalam belajar adalah faktor situasional, dalam hal ini adalah faktor kelas, di mana anak menghabiskan sebagian besar waktu belajar di sekolah di dalam kelas. Sayangnya kondisi pembelajaran di sekolah di Indonesia belum sampai pada tingkat menjadikan anak menyukai belajar. Beban kurikulum yang sarat dengan mata pelajaran, iklim belajar yang kompetitif merupakan kondisi yang dapat mempengaruhi tujuan anak dalam belajar di mana anak akan berorientasi pada nilai, atau hal ekstnnsik lainnya.
Tujuan yang mendasari seseorang dalam belajar dalam teori motivasi disebut goal orientation (orientasi tujuan) Meece, Blumenfeld 8: Hoyle (1988) mengemukakan bahwa orientasi tujuan merupakan seperangkat intensi berperilaku yang menentukan bagaimana siswa mendekati dan melibatkan diri dalam aktivitas belar. Secara umum, ada dua jenis orientasi tujuan, yaitu orientasi masrery dan performance. Siswa yang memiliki orientasi masrery rnemiliki karakteristik: mementingkan proses belajar, penguasaan materi, menggunakan strategi belajar yang efektif dan membandingkan prestasinya dengan prestasinya sendiri di masa lalu. Sedangkan siswa yang memiliki orientasi performance memiliki karakteristik: fokus pada hasil yang lebih baik dari orang lain, menghindari kelihatan tidak mampu di mata orang lain dan menggunakan strategi belajar yang dangkal.
Agar anak memiliki orientasi masfery, perlu diciptakan lingkungan belajar yang bisa mengarahkan orientasi tersebut. Lingkungan belajar demikian dapat diciptakan guru melalui faktor-faktor kelas yang dijabarkan ke dalam strategi pembelajaran yang berorientasi pada masrery. Faktor-faktor kelas tersebut disebut dengan istilah strulctur kelas. Secara teoritis diduga bahwa pengaruh struktur kelas diperantarai oleh bagaimana siswa mempersepsikan struktur kelasnya. Walaupun berada dalam kelas yang sama, terdapat perbedaan individual dalam bagaimana siswa mempersepsikan pengalamannya dalam kelas.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap strulctur kelas dan orientasi mastery, orientasi performance dan pola orientasi tujuan Juga ingin diketahui apakah ada perbedaan orientasi tujuan, orientasi performance dan pola orientasi tujuan pada kelas yang berbeda. Sampel penelitian adalah siswa kelas 5 SD Negeri di kecamatan Menteng Jakarta Pusat, berjumlah 129 orang.
Perhitungan statistik menggunakan unit analisis individu dan unit analisis kelas. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signiflkan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi mastery, tetapi tidak ada hubungan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi performarrce maupun dengan pola orientasi tujuan. Selanjutnya dalam unt analisis kelas, ditemukan tidak ada perbedaan orientasi mastery siswa pada kelas dengan struktur kelas yang berbeda, tetapi ada perbedaan orientasi performance dan pola orientasi tujuan siswa pada kelas dengan struktur kelas yang berbeda Dalam orientasi performance yang berbeda juga ditemukan kecenderungan perbedaan yang sistematis, artinya, kelas dengan struktur kelas yang semakin lebih berorientasi mastery, memiliki siswa dengan orientasi perjformance yang semakin rendah dan sebaliknya, Sedangkan, perbedaan kelas (didalamnya mencakup perbedaan struktur kelas) memiliki ?pengaruh dalam membentuk pola orientasi tujuan siswa di dalam kelas tersebut.
Hubungan yang semula dihipotesiskan namun ternyata ditolak adalah adanya hubungan yang negatif dan signitikan antara persepsi siswa terhadap struktur kelas dan orientasi performance, adanya hubungan yang signifikan antara persepsi siswa terhadap strulctur kelas dan pola orientasi tujuan, dan adanya perbedaan orientasi mastery siswa di antara kelas yang berbeda. Ditolaknya hipotesis disebabkan karena beberapa keterbatasan penelitian, antara lain karakteristik subyek yang cenderung homogen (berasal dari sekolah dengan karakteritik sama) sehingga kurang terjaring skor orientasi tujuan yang bervariasi.
Sebaliknya, struktur kelas suatu kelas diulcur berdasarkan persepsi siswa dan temyata skor penilaian siswa berada dalam rentang penyebaran yang cukup lebar, sehingga obyektivitas penilaian siswa perlu dipertimbangkan dalam menganalis hasil. Keterbatasan yang juga cukup berpengaruh adalah dalam konstruksi alat ukur. Pembahasan kesimpulan hasil penelitian diuraikan dalam diskusi, dan dikuti dengan saran-saran. Adapun saran-saran mencakup saran yang terkait dengan variabel penelitian, dengan konstruksi alat ukur, dan saran praktis. Implikasi dari penelitian diharapkan guru dan sekolah dapat menciptakan struktur kelas yang dapat mengarahkan orientasi mastery siswa sebagai pola orientasi yang paling adaptif dalam kegiatan belajar (terlepas apakah orientasi perjormavrce-nya tinggi/rendah)."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T37857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"learning motivation and instructional media are assumed to contribute to learning achievement in the academic subject of "Pembuatan Busana Tailoring". this research is aimed at revealing the contribution of learning motivation and students' perception on the instructional media toward the students' achievement at SMKN 6 Padang he research shows that: learning motivation (xi) contributes to achievement, students' perception"
2006
370 JPUNP 29:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dian Triwardani
"Salah satu faktor situasional yang mempengaruhi perilaku anak belajar adalah lingkungan keluarga dan pola asuhnya. Baumrind (dalam Berk, 1994) menjabarkan teori mengenai dua dimensi dalam pola asuh, yaitu: demandingness dan responsiveness, kombinasl dua jenis dimensi ini, dapat menjadi empat jenIs pola asuh, namun jenis yang terakhir tidak dibahas dalam penelitian ini karena pola asuh jenis tersebut (uninvolved) jarang diterapkan oleh orang tua, Ketiga jenis pola asuh, yaitu; pola asuh authoritative, pola asuh authoritarian, dan pola asuh permissive. Orang tua yang menerapkan pola asuh authon'tative memiliki karakteristik: cenderung menuntut anak (demanding), namun menyeimbangkan dengan perhatian akan kebutuhan anak (responsive).
Penerapan pola asuh authoritarian, akan membuat orang tua cenderung menuntut anak (demanding), tanpa anak boleh mempertanyakan dan menolak kemauan orang tua, sedang kebutuhan anak tidak diperhatikan orang tua (unresponsive). Sedang jenis pola asuh permissive memiliki ciri: kontrol terhadap anak sangat lemah (undemanding), dan orang tua tidak memperhatikan kebutuhan anak (unresponsive).
Perilaku belajar juga dipengaruhi oleh goal orientation. Teori mengenai goal orientation yang dikemukakan oleh Meece, Blumenfeld & Hoyle (1998) menjabarkan orientasi siswa dalam bentuk seperangkat intensi perilaku yang menentukan bagaimana siswa terlibat dalam proses belajar. Teori ini dibagi ke dalam 2 bagian besar, yaitu: mastery orientation (Ames & Acher. 1988 dalam Solmon, 1996), dan performance orientation (Dweck & Leggett, 1988; Elliot & â–¡week, 1988, dalam Solmon, 1996). Siswa yang mengacu pada mastery orientation akan mementingkan proses belajar, penguasaan materi, menggunakan strategi belajar untuk mengatasi tugas yang sulit dan hasil akhir akan dibandingkan dengan hasil diri sendiri di masa lalu. Sedang siswa yang menerapkan performance orientation, akan menitikberatkan pada hasil pembelajaran, yaitu hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan orang lain, tidak mau dianggap tidak mampu oleh penilaian eksternal, dan menerapkan strategi belajar yang dangkal.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap pola asuh orang tua dengan goal orientation siswa, Penelitianpenelitian, antara lain penelitian Steinberg et al, (1992) menemukan bahwa orang tua authoritative berdampak positif dalam memacu prestasi remaja di sekolah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan sampel siswa SMP St. Antonius, diperoleh hasil penelitian: ada hubungan antara pola asuh authoritBtive berhubungan positif signifikan dengan mastery orientation (r= 0,495 p<0,05), pola asuh authoritarian berhubungan positif dan signifikan dengan mastery orientation (r=0,219 p<0,05), dan pola asuh permissive berhubungan positif signifikan dengan performance orientation (p=0,301 p<0,05).
Dari hasil perhitungan statistik, dapat disimpulkan bahwa siswa yang mempersepsikan poia asuh orang tua adalah authoritative, maka goal ohentationnya mengarah pada mastery orientation. Siswa dengan pola asuh authoritarian menginternalisasi keinginan orang tua ke dalam dlrinya, sehingga siswa memiliki goai ohentation mengarah pada mastery orientation. Sedang siswa yang mempersepsi pola asuh yang diterima adalah permissive, akan memiliki goal orientation mengarah pada performance orientation.
Hubungan yang semula dihipotesakan dan ditolak adalah: adanya hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh authoritative dengan performance orientation, hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh authon'tarian dengan performance orientation, dan hubungan yang negatif dan signifikan antara pola asuh permissive dengan mastery orientation. Ditoiaknya hipotesis mungkin disebabkan sampel yang homogen (berasal hanya dari satu sekolah saja), instrumen yang kalimatnya membingungkan subyek dalam menjawab (waiau sudah diperbaiki, mungkin saja kaiimat tetap sulit dimengerti subyek). pada saat pengambilan data peneliti tidak dapat mendampingi subyek dalam mengisi kuesioner sehingga tidak memungkinkan subyek bertanya dan meminta penjeiasan pada peneliti.
Kesimpulan ini dibahas dalam diskusi dan diikuti oleh saran-saran: pengambilan data dilakukan di berbagai sekolah (swasta dan negeri) agar variasi data lebih kaya, penyusunan kaiimat dalam item alat ukur diperhatikan lagi keringkasan dan kejelasannya agar tidak menyulitkan subyek dalam menjawab, dan peneliti sebaiknya hadir dan mendampingi subyek dalam menjawab kueisoner, agar pertanyaan subyek mengenai kuesioner dapat langsung dijawab."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gagan Ganda Mulya
"ABSTRAK
Berbagai upaya pembenahan sistem pendidikan dan perangkatnya di Indonesia terns
dilakukan, di mana Gum pada masa sekarang dituntut untuk senantiasa meningkatkan
kemampuan profesionalnya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.
Pendidikan dasar sebagai jenjang awal dari pendidikan di sekolah yang bertujuan
untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan
kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat warga negara dan anggota umat
manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan yang mengutamakan aktivitas jasmani
dan kebiasaan hidup sehat sehari-hari mempunyai peranan penting dalam pembinaan dan
pengembangan individu maupun kelompok dalam menunjang pertumbuhan dan
perkembangan jasmani, mental, sosial serta emosional yang serasi, selaras dan seimbang
Manusia sebagai makhluk sosial yang dalam realitasnya melakukan berbagai
interaksi dengan makhluk lain melalui berbagai situasi, seperti situasi di dalam pendidikan
di mana di dalamnya terjadi peristiwa pengajaran yang bertujuan untuk pencapaian tujuan
pendidikan. Siswa sebagai peserta didik yang dibimbing di dalam interaksi edukatif
memunculkan persepsi tentang Gum yang mengajarkan dirinya di dalam pelajaran
pendidikan kesehatan yang efektif ataupun sikap Gum di dalam interaksi dengan siswa,
baik secara positif maupun negatif (Simpson, 1980 dalam Handayani,1996), Siswa
mempersepsikan Gum dari hasil interaksinya di dalam kelas selama mereka belajar di
sekolah.
Efektifitas mengajar di dalam penjelasannya mempunyai variasi dari level sekolah
yang punya area dan konten yang berbeda dari populasi berbeda. Gum sebagai salah satu
faktor ekstemal mempengamhi prestasi belajar siswa, Di dalam penelitian, persepsi siswa
memiliki hubungan dengan self- efficacy di mana self efficacy punya peranan penting
untuk mencapai hasil yang baik di dalam pendidikan (Zimmerman, 1996). Lebih lanjut
Zimmerman menjelaskan bahwa self- efficacy berperan di dalam motivasi akademis. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara
persepsi siswa terhadap efektifitas Guru dengan self- efficacy prestasi pendidikan kesehatan
di Sekolah Dasar.
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VI (enam) di SDN Pamulang in yang
beijumlah 94 siswa di mana peneliti berasumsi bahwa siswa kelas enam sudah memilild
pengalaman yang memadai dari basil interaksinya dengan .Guru. Siswa diberikan 2 (dua)
kuesioner, pertama adalah kuesioner self- efficacy prestasi pelajaran penjaskes, kedua
adalah persepsi siswa terhadap efektifitas guru pelajaran pendidikan kesehatan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability dan teknik yang
digunakan adalah accidental sampling. Kemudian data dari basil kuesioner tersebut
dianalisa dengan teknik Alpha Coefisien Cronbach dan teknik korelasi Pearson Product
Moment yang ada di dalam program SPSS versi 11.00.
Dari penelitian yang dilakukan, terdapat hubungan yang positif antara persepsi
siswa terhadap efektifitas Guru dengan self- efficacy. Bila Guru dipersepsikan efektif di
dalam mengajarnya maka siswa akan memilild self- efficacy yang tinggi. Sebaliknya bila
Guru tersebut dipersepsikan tidak efektif maka self- efficacy siswa rendah.
Saran b^i penelitian selanjutnya adalah di dalam penggunaan sampel penelitian
dari sekolah lain, dengan Guru yang berbeda maka akan terlihat perbedaan di dalam
persepsi siswa terhadap efektifitas Guru yang berhubungan dengan self- efficacy."
2003
S2862
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ain Rahmiati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah atribusi berperan sebagai mediator dalam hubungan persepsi siswa terhadap penilaian guru dengan self-efficacy siswa dalam pelajaran matematika. Terdapat empat penyebab dalam atribusi yang akan dilihat dalam penelitian ini, yaitu kemampuan, usaha, keberuntungan, dan derajat kesulitan tugas. Data penelitian dikumpulkan melalui kuesioner yang terdiri dari persepsi siswa terhadap penilaian guru, atribusi, dan self-efficacy dalam pelajaran matematika. Kuesioner diisi oleh 330 siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 7 tiga SMP Negeri di Pontianak dengan teknik pengambilan sampel secara accidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribusi siswa pada kemampuan dan usaha pada saat sukses, serta kemampuan saat gagal berperan sebagai partial mediator dalam hubungan persepsi siswa terhadap penilaian guru dengan self-efficacy siswa dalam pelajaran matematika. Hal ini menunjukkan pentingnya pembentukan atribusi yang adaptif untuk meningkatkan self-efficacy siswa.

The aim of this study is to explore the role of attribution as mediator in the relationship between student's perception of teacher ability evaluation and self-efficacy in mathematics. The causes stem from four attribution categories, namely ability, effort, luck, and task difficulty. The data was collected through self-report questionnaire about student's perception of teacher ability evaluation, self-efficacy in mathematics, and causal ascription for success and failure. The questionnaire is filled by 330 of 7th-grade Junior High School students from three Public Junior High Schools in Pontianak.
Results show that the effect of student's perception of teacher ability evaluation on self-efficacy in mathematics was mediated partially by the ability attribution of success, effort attribution of success and ability attribution of failure. The results indicate the the important role of adaptive attribution to increase self-efficacy.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T45540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astuti Handayani
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Oktarina
"Masa remaja awal adalah suatu tahapan dalam perkembangan yang ditandai oleh perpindahan dari sekolah dasar ke sekolah lanjutan tingkat pertama. Perpindahan atau transisi ini menimbulkan beberapa masalah bagi remaja terutama penurunan prestasi akademik (Eccles, Hirsch, et.al., dalam Sprinthall, 1995). Untuk mengatasi dampak dari masa transisi ini remaja membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya. Berkaitan dengan Teori Ekologi Brofenbrenner (dalam Santrock, 1999), orangtua, guru, dan teman merupakan agen sosial yang terdekat dari siswa dan berpotensi untuk memberikan dukungan sosial karena siswa menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berinteraksi dengan lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan sosial yang mengarah ke prestasi akademik Ainsworth (dalam Cutrona et.al, 1994,). Selain dukungan sosial, banyak faktor yang mempengaruhi prestasi siswa di sekolah, diantaranya adalah intelegensi, sikap, minat siswa, serta motivasi. Motivasi merupakan salah satu komponen terpenting dalam belajar. McClelland dan Atkinson (dalam Slavin, 1994) mengemukakan bahwa salah satu jenis motivasi yang terpenting dalam dunia pendidikan adalah motivasi berprestasi. Mengingat pentingnya peranan motivasi berprestasi bagi prestasi siswa disekolah serta peranan dukungan sosial bagi prestasi siswa, maka peneliti ingin mengungkap hubungan antara persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guru, dan teman dengan motivasi berprestasi siswa SLTP peringkat atas dan siswa SLTP peringkat bawah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel sebanyak 256 siswa/i kelas 1, 2 dan 3 SLTPN 19 dan 56 di Jakarta Selatan, yang diambil secara clusler incidenlal sampling (sampling yang dilakukan berturut-turut terhadap unit-unit atau kelompok-kelompok yang paling tersedia). Sedangkan untuk pengambilan data digunakan dua macam alat yaitu kuesioner motivasi berprestasi yang disusun peneliti berdasarkan karakteristik individu dengan motivasi berprestasi tinggi dari McClelland (dalam Huffman, 1997) dan kuesioner persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guru, dan teman yang disusun peneliti berdasarkan komponen dukungan sosial dari Sarafino (1994). Dalam pengolahan data digunakan tehnik perhitungan korelasi pearson untuk mengungkap hubungan antara dukungan sosial dari orang tua, guru dan teman dengan motivasi berprestasi siswa SLTP peringkat atas dan peringkat bawah kemudian pada analisa tambahan digunakan teknik statisitik regresi berganda, dan t-test.
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis data adalah, ada hubungan positif antara persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guru, dan teman dengan motivasi berprestasi siswa SLTP peringkat atas dan siswa SLTP peringkat bawah. Hasil analisa tambahan dengan perhitungan t-test menunjukkan, tidak ada perbedaan motivasi berprestasi berdasarkan status sekolah (SLTP Peringkat Atas dan SLTP Peringkat Bawah) serta ada perbedaan persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guru, dan teman berdasarkan status sekolah (SLTP peringkat atas dan SLTP peringkat bawah). Pada hasil tambahan dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan perbedaan pada besarnya kontribusi variabel (persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guru dan teman) pada siswa SLTP peringkat atas dan siswa SLTP peringkat bawah.
Untuk penelitian selanjutnya, dapat dilihat hubungan antara persepsi siswa terhadap dukungan sosial dari orangtua, guna, dan teman dengan motivasi berprestasi yang dikaitkan dengan prestasi siswa. Kemudian, sebaiknya disampaikan kepada orang tua dan guru mengenai pentingnya peranan dukungan sosial bagi siswa dalam meningkatkan motivasi berprestasinya. Dalam hal pembuatan kuesioner dukungan sosial, sebaiknya menggunakan proporsi pernyataan negatif dan positif yang seimbang. Selain itu perlu diwaspadai penggunaan kata-kata dalam pernyataan kuesioner yang mengarah kepada harapan tentang hal yang ingin diterima responden."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>