Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ilham Wahyu
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24966
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aryo Bimo
Abstrak :
Tesis ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, bagaimana pandangan KPPU mengenai tender pengadaan e-KTP berdasarkan Hukum Persaingan Usaha? Kedua, mengapa putusan KPPU dibatalkan di tingkat Pengadilan Negeri? Dan ketiga, bagaimana kendala membuktikan perkara Persekongkolan Tender dalam Hukum Persaingan Usaha? Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan KPPU mengenai tender pengadaan e-KTP berdasarkan Hukum Persaingan Usaha, mengapa putusan KPPU dibatalkan di tingkat Pengadilan Negeri, dan bagaimana kendala membuktikan perkara Persekongkolan Tender dalam Hukum Persaingan Usaha. KPPU menilai telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha dalam bentuk persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan persekongkolan (horizontal dan vertikal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa KPPU masih memiliki kendala dalam membuktikan persekongkolan tender diantaranya adalah ketersediaan menjadi pelapor dan saksi, mendapatkan bukti tertulis, faktor internal dan eksternal KPPU serta kewenangan untuk menggeledah yang tidak dimiliki KPPU. ......This thesis is deal with three major problems. First, views on how KPPU considering the tender of procurement of E-KTP based on competition law? Second, why the decision of KPPU being annulled in district court? And third, how to prove a tender conspiracy in Competition Law? The research is conducted by method of juridical normative, with the aim of this research is to find out how KPPU considering the tender of procurement of E-KTP based on competition law, why the decision of KPPU being annulled ins district court, and to prove a tender conspiracy in Competition Law. KPPU considering that there has been violation of article 22 Law Number 5 Year 1999 of Competition Law specifically the horizontal conspiracies, vertical conspiracies, and the combination (horizontal and vertical). The result showed that KPPU still has constraint in proving a tender conspiracy, which is the availability of a rapporteur and witnesses, obtain the written evidence, internal and external factors of KPPU and the authority to investigate that KPPU has not owned.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Rentha Natallia
Abstrak :
Pelaksanaan tender pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah diatur dalam Hukum Persaingan Usaha sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender. Sementara aturan lain mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Pada awalnya Panitia Tender Pengadaan Barang/Jasa tidak dimasukkan sebagai salah satu pihak dalam persekongkolan tender. Namun pada perkembangannya Panitia Tender menjadi salah satu pihak Terlapor dalam perkara Persekongkolan Tender. Terhadap Putusan KPPU, terbuka kesempatan untuk mengajukan keberatan melalui Pengadilan Negeri, yaitu pelaku usaha dapat mengajukan upaya hukum keberatan melalui Pengadilan Negeri di tempat kedudukan pelaku usaha tersebut. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil analisis, KPPU tidak dapat memasukkan panitia tender sebagai pihak dalam hukum persaingan usaha pada kasus persekongkolan tender. ...... Implementation of the government procurement of goods and / or services is regulated in competition law as stated in article 22 Act No. 5, 1999. and Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender. While, the other rules of the government procurement of goods and services is also regulated in Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010. At first, tender committee is not included as party in bid rigging. Yet in progress tender committee become reported party in bid rigging case. Furthermore for the KPPU verdict, businessmen can request objection to district court. This thesis is using Legal Normative method refers to the legal norms found in laws and regulation. Based on research, KPPU can not input tender committee as party in competition law on bid rigging case.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Juwita
Abstrak :
Persekongkolan tender merupakan fenomena yang membahayakan bagi perekonomian secara keseluruhan. Sehingga beberapa negara memandang perlu untuk mengaturnya dalam peraturan khusus. Tesis ini memberikan penjelasan mengenai perbandingan persekongkolan tender berdasarkan hukum persaingan usaha di Indonesia dan Jepang. Dampak persekongkolan tender mengakibatkan kerugian yang signifikan, baik terhadap pelaku usaha pesaing maupun kepada masyarakat secara luas. Oleh karena itu, hampir semua negara menganggap perlu melarang tegas aktivitas tersebut. Bahkan, sudah sejak lama menganggap perjanjian di antara para penawar untuk tidak bersaing sebagai tindakan curang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode Yuridis Normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan. Larangan Persekongkolan Tender dalam hukum persaingan usaha di Indonesia diatur dalam pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengatur pasal tersebut dalam pedoman khusus. Para pelaku usaha dilarang melakukan persekongkolan dalam tender dengan pelaku usaha lain dalam mengatur dan menentukan pemenang tender sehingga menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Sementara aturan lain mengenai tender dalam pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah diatur dalam Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010. Di Jepang di atur dalam pasal 2 (6) undang-undang Antimonopoly. Peraturan ini didasarkan pada pasal 3 undang-undang Antimonopoly mengenai hambatan perdagangan yang tidak sehat. Dan beberapa pedoman lain yang berada dibawah kontrol undang-undang Antimonopoli. Sedangkan undang-undang yang mengatur mengenai barang dan jasa pemerintah di atur dalam kaikei Ho (Account Act).
Bid Rigging is a dangerous phenomenon for the economy overall. So that some countries consider it necessary to arrange them in specific regulation. This thesis is explains about the comparison of bid rigging prohibition under the Indonesian and Japanese competition law. The impact of bid rigging resulted in significant losses, both to business competitors and to society at large. Therefore, almost all countries consider need to expressly prohibit such activities. In fact, has along been considered the agreement among the bidders not to compete as an act of fraudulently. The research method that used in this research is a Legal Normative that refers to the legal norms found in laws and regulations. Bid rigging in Indonesia has been ruled inArticle 22 Act No. 5, 1999. Commission for The Supervision Commission of Business Competition (KPPU) has already made a guidance in the implementation of that Article. The entrepreneurs are prohibited to perform the bid rigging with other entrepreneur to arrange and to determine the winner of the tender resulting in unfair business competition. While, the other rules of the government procurement of goods and services is regulated in Peraturan Presiden No. 54, 2010. In Japan, the bid rigging prohibition is also regulated in The Japanese Anti Monopoly Act (The AMA) Article 2 (6) Act No. 54, 1947. This regulation is based on the article 3 of the Antimonopoly Act about unreasonable restraint if trade. And some guidance of the bid rigging prohibition under the Antimonopy Act control. While, the act about government procurement is regulated in kaikei Ho or Account act.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30136
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Artati
Abstrak :
Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, disamping melarang berbagai bentuk perjanjian, maupun kegiatan yang dapat mengakibatkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga melarang bentuk-bentuk persekongkolan yang dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Adapun yang menjadi pembahasan dalam Tesis ini yaitu kasus mengenai persekongkolan tender, untuk mengetahui apakah suatu tindakan persekongkolan tender merupakan tindakan yang meghambat persaingan usaha atau tidak. Komisi Pengawas Persaingan Usaha menggunakan dua model pendekatan yaitu pendekatan rule of reason dan per se illegal. Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan. Pendekatan per se illegal adalah suatu pendekatan yang menyatakan setiap perjanjian usaha atau kegiatan usaha tertentu sebagai illegal, tanpa perlu pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut. Rule of reason lebih memfokuskan kepada akibat yang ditimbulkan dari suatu perbuatan atau kegiatan tertentu menghambat persaingan usaha atau tidak. Pengertian persekongkolan tender pada Pasal 22 yaitu ?pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat?. Adapun persekongkolan tender dibedakan atas 3 (tiga) jenis persekongkolan, yaitu persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal dan persekongkolan horizontal dan vertikal. Untuk mengetahui persekongkolan tender mengakibatkan atau tidak mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat perlu dibuktikan terlebih dahulu dengan menggunakan rule of reason. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada pengkajian terhadap kaidah-kaidah atau norma hukum yang terdapat dalam hukum positif maupun peraturan perundang-undangan. Larangan persekongkolan tender diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengatur pasal tersebut dalam Pedoman Pasal 22 tentang Persekongkolan Tender. Dalam penelitian ini akan dianalisa Putusan KPPU No. 06/KPPU-L/2010, No. 11/KPPU-L/2011, No. 02/KPPU-L/2012, dan No. 12/KPPU-L/2013.
In accordance with Law No. 5 tahun 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, defining not only prohibit some illegal agreement but also some activities, which are monopoly and unfair trade practices, and also bidding forms that resulting unfair business competition, therefore, the main focus of research is limited to bid rigging case. KPPU applies two models approach in order to know whether or not the practice against business competition law. These models are rule of reason and per se illegal approach. Rule of reason is a legal approach used by competition authorities where an attempt is made to evaluate the agreement's results or to jugde the practice in which it support or hamper the competition. Per se illegal is an illegal approach that declare certain business practice is illegal without any further evidence from the impact of business practice occured. As conclusion, Rule of reason approach is more focusing on the impact of the business practice in order to decide whether or not the practice hamper the competition business. Bid rigging definition under Article 22 Law describes that ?a business actor shall be prohibited to conspire with other parties in order to arrange and/or determine the winner of tenders, which could result in the occurence of unhealthy business competition?. Furthermore, there are three separate bid rigging which is prohibited in this Article 22. These types are horizontal collusion, vertical collusion and horizonalt-vertical collusion. This Article (Article 22) is implemented as Rule of Reason approach in order to know more about bid rigging that might result equitable or unfair business competition and this case is necessary tested before. The method used in this research is based on the judicial-normative method. This method refers to the legal norm, which can be found in both positive law and law rules. Prohibition of bid rigging is regulated in Article 22 of Law Number 5 year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business competition. KPPU also has already made a guidance in the implementation of that article, that is, Article 22 bid rigging regulation. This research analyses the judgement of KPPU No. 06/KPPU-L/2010, No. 11/KPPU-L/2011, No. 02/KPPU-L/2012, dan No. 12/KPPU-L/2013.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library