Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Federspeil, Howard M
Jakarta: Equinox Publishing, 2009
324.204 FED p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Diponegoro
"Skripsi ini membahas dinamika pembaruan yang terjadi pada pesantren milik Persatuan Islam (Persis). Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui mengapa dalam pesantren Persis perlu ada pembaruan, dan faktor apa yang memicu munculnya pembaruan. Dalam pembahasannya, Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut dijadikan sebagai studi kasus terkait pembaruan ini dalam rentang waktu antara tahun 1979 sampai 1994. Metode yang digunakan adalah metode sejarah yang terdiri atas empat tahap penelitian, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan penelitian didapat bahwa sekitar tahun 1980-an, tuntutan dan kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan mulai berubah, sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Umumnya mereka sekolah membutuhkan legalitas formal berupa ijazah. Karena itu, terjadi pergeseran orientasi arah dan tujuan_pendidikan pesantren Persis. Mulanya, menjadi muballigh merupakan tujuan utama yang harus dicapai oleh lulusan pesantren Persis. Perlahan tujuan ini pun berubah, menjadi lebih bersifat umum, yaitu mencetak pribadi muslim yang tafaqquh fiddin. Sekiranya atas dasar itulah merasa perlu melakukan pembaruan-pembaruan. Sejak itu, Pesantren Persatuan Islam Tarogong mulai menyelenggarakan ujian negara untuk mendapat ijazah. Padahal saat itu seluruh pesantren Persis dilarang mengikuti ujian negara dan apapun yang berkaitan dengan pemerintah oleh, ketua umum Persis 1967-1983. Pesantren pun menyederhanakan beberapa mata pelajaran pesantren yang dianggap terlalu gemuk. Tidak hanya itu, Pesantren juga mengubah sistem kalender pendidikan pesantren, yang mulanya mengikuti penanggalan Hijriyah (dari Syawal hingga Sa?ban), berubah mengikuti kalender pendidikan yang ditetapkan pemerintah (dari Juli hingga Juni). Semua itu dilakukan Pesantren Persatuan Islam Tarogong dengan pertimbangan sistem pendidikan pesantren yang dikeluarkan Pimpinan Pusat Persis sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi pesantren mengambil langkah-langkah pembaruan ini adalah sosok Latief Muchtar, ketua umum persis 1983-1997, yang pemikirannya dikenal progresif dan lebih terbuka dibanding pendahulunya, E.Abdurrahman. Ia juga berhasil menyelenggarakan Muktamar Persis ke-10 yang juga bertempat di Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut tahun 1990.

This paper analyzes the dynamics of changes that occurred at pesantren, Islamic traditional school in Indonesia, belonging to the Persatuan Islam (Persis), the modernist Muslim organization. The goal of this study is to determine precisely why pesantren Persis need to change, and what factors trigger the change. In that research, Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut used as case studies related to this change in the timeframe between 1979 and 1994. The method used is the historical method, which consists of four stages of research, namely heuristic, criticism, interpretation, and historiography. According to the research, found that around the 1980s, demands and community needs for education began to change, in accordance with the policies issued by the Government. They school usually require some degree of formal legal. Therefore, the orientation and objectives of pesantren Persis was displacement. Initially, muballigh is a primary goal to be achieved by pesantren Persis graduates. Slowly this goal also changed, becoming more general, that is, creating tafaqquh fiddin Muslims. Based on that, Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut feels the need to carry out reforms. Since then, Pesantren Persatuan Islam Tarogong began to organize the State examination to receive diplomas. Nevertheless, precisely currently the whole pesantren Persis strictly prohibits any State examinations and other activity related to government by E.Abdurrahman, general chairman of Persis 1967-1983. Pesantren Tarogong then simplifies some pesantren subjects that are considered too fat. Moreover, pesantren also changed the calendar system of education, which initially followed the Hijri calendar (Shawwal to Sa'ban), change to the the calendar of education established by the government (July to June). All done Pesantren Persatuan Islam Tarogong with the consideration of the pesantren education system published by PP Persis is no longer relevant to the needs and demands of society. One of the factors that affect Pesantren Tarogong to take action in this update is to find Latief Muchtar, general chairman of Persis 1983-1997 exactly, is known for progressive thinking and more open than his predecessor, E.Abdurrahman. In addition, he also succeeded in organizing the 10th Muktamar of Persis which is also held at Pesantren Persatuan Islam Tarogong Garut in 1990.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S12179
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alia Budiwati
"Alasan pemilihan judul Ahmad Hassan Tokoh Terkemuka Persatuan Islam dan Ajarannya Tentang Tauhid, disebabkan almarhum A. Hassan dengan Persatuan Islam_nya telah memberikan suatu corak tersendiri, dalam rangka mengisi dan mengembangkan kehidupan umat Islam di Indonesia, di dalam pemurnian ajaran tauhid. Metode yang dipergunakan dalam penulisan ini, adalah: .Metode Penelitian Kepustakaan, di mana bahan-bahan bacaan yang ada, disusun kembali dalam suatu karangan. Metode Penelitian Lapangan, yang khusus meneliti mengenai penyelenggaraan pendidikan dan penga_jaran di Pesantren Pusat Persatuan Islam, yang terletak di jalan Pajagalan 14, Bandung. Sedangkan penyajiannya bersifat historis, dan penjabarannya secara deskriptif.Karangan ini terbagi dalam lima bab, dan dia_khiri dengan kesimpulan dari isi karangan. Bab Pertama, dengan judul Riwayat Ahmad Hassan, dibagi ..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1984
S13187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Prasetyo
"Mohammad Natsir idea and support from Persatuan Islam in setting up Pendidikan Islam (Pendis) became the focus of this research. Pendis appear as Natsir?s effort to improve the education in Hindia Belanda soil, which is at that time has not reach all the Bumiputera people. Most evidence came from historical archieve with four stages, which are heuristic, verification, interpretation, and historiography. This research is an analytical descriptive research.
Research end in a conclusion that Pendis is needed for Bumiputera people whose before can not get a proper education in public school own by government. Persis and Natsir worked together in developing this school until finally closed by Japanist Goverment in 1942. The reason is because Japanist Government had new policy to erase all the Islamic thougt in order to maintain their existention."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S59883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buldan Sani
"Zakat adalah rukun Islam ketiga. Zakat juga merupakan intrusmen fiscal dalam ekonomi makro Islam. Dengan zakat diharapkan kebutuhan mendesak kaum dhua?afa (lemah) bisa terpenuhi. Peran zakat juga diharapkan bisa mengentaskan kemiskinan. Amilin sebagai pihak yang mengelola zakat dituntut untuk mengoptimalkan peran zakat dalam mengentaskan kemiskinan. Salah satu upayanya adalah mempergunakan zakat dalam sektor produktif dengan cara investasi zakat.Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mempergunakan harta zakat untuk investasi. Ada yang menghukuminya mubah secara mutlak, haram, dan mubah dengan beberapa syarat. Dewan Hisbah Persatuan Islam (PERSIS) adalah lembaga fatwa dari Ormas Persatuan Islam (PERSIS) yang memfatwakan bolehnya amilin melakukan Investasi zakat dengan beberapa syarat. Diantaranya investasi zakat dilakukan pada jatah riqab, gharimin, sabilillah dan ibnusabil. Adapun jatah faqir, miskin, amilin dan muallaf hukumnya haram untuk diinvestasikan.Argumentasi Dewan Hisbah Persatuan Islam (PERSIS) dari diperbolehkannya investasi zakat, karena tidak ada dalil qath?i yang melarang dan memerintahkannya, sehingga masalah pengelolaan zakat adalah masalah ijtihadiyah. Kedua, kemashlahat- an yang dihasilkan untuk muzakki dan mustahiq akan semakin besar.

Zakah is the third pilar of islam. It acts to cover the need of dharurit, mainly primary need of dhuafa. In addition, zakah is expected to eliminate poverty. Amilin as person who manages zakah is charged to optimize it in term of eliminating poverty. One of the efforts is to use zakat on productive sector by zakah investation. Ulama have different opinions toward law of zakah use for investation. Some ulama say it is mubah, haram and mubah with some terms. Dewan Hisbah Persatuan Islam (PERSIS) is a fatwa ogranization from PERSIS, saying amilin has the right tos invest zakah by some terms. One of them is that zakah investation to be given to riqab, gharimin, sabilillah, and ibnu sabil as it is their portion. On the orther hand, faqir, miskin, amilin and muallaf portion is haram to be invested. An argument by Dewan Hisbah Persatuan Islam (PERSIS) say zakah investation is approved bicause there is no dalil qath?i that prohibit and point it, therefore, zakah allocation is ijithadiyyah issue. Secondly, mashlahah resulted for muzakki and mustahiq would be more developed."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsyad Mohammad
"ABSTRAK
Bagaimanakah suatu konflik beragama ditangani di masa lalu? Sejarah menawarkan jawaban yang menarik, yakni Debat Terbuka Persis-Ahmadiyah Qadian di Bandung dan Batavia tahun 1933. Inilah debat terbuka satu-satunya yang memiliki notulensi resmi officieel verslag debat yang dapat diakses hingga hari ini. Sekalipun Debat Terbuka Persis-Ahmadiyah Qadian merupakan peristiwa menghebohkan di masa itu hingga dihadiri perwakilan organisasi serta tokoh-tokoh penting dan diliput nyaris semua media massa terkemmuka saat itu, ternyata tidak lagi diketahui dan dikenal di masa kini. Di antara konflik beragama dalam Islam, konflik dan resistensi terhadap Ahmadiyah dapat dianggap sebagai yang terbesar di Indonesia belakangan ini dengan jumlah korban perusakan, pembakaran, dan penghilangan nyawa yang signifikan. Resistensi terhadap Ahmadiyah tersebut bahkan membuat pemerintah mengeluarkan SKB tiga menteri sebagai upaya menangani masalah ini. SKB tiga menteri tersebut sejauh ini belum berhasil meredam persekusi terhadap Ahmadiyah. Tulisan ini merupakan penelitian sejarah atas Debat Terbuka yang menghebohkan itu, juga sejarah ringkas kelahiran Ahmadiyah di India, sejarah masuknya Ahmadiyah ke Indonesia Hindia Belanda, waktu itu , inti ajarannya, dan reaksi umat Islam Indonesia waktu hingga berpucak pada Debat Publik Ahmadiyah vs Persis. Ada kesejajaran antara lahirnya Ahmadiyah di India dengan lahirnya gerakan modernisme Islam di Hindia Belanda. Semangat modernisme Islam itulah yang menghasilkan ldquo;kecelakaan sejarah rdquo; ketika tiga santri Sumatra Thawalib yang hendak belajar ke Al-Azhar Mesir disarankan oleh para gurunya untuk belajar ke India agar memperluas sumber bandingan bagi gerakan modernisme Islam Hindia Belanda. Belakangan, tokoh-tokoh Sumatra Thawalib yang meresistensi kehadiran Ahmadiyah di Sumatera Barat, dan berpuncak pada resistensi keras Persis di Jawa Barat. Dabat terbuka antara Persis vs Ahmadiyah di Bandung dan Batavia berjalan keras dan panas namun sepenuhnya berjalan tertib dan kadang di sana-sini menghadirkan ldquo;kelucuan rdquo; dari kedua belah pihak. Sepenggal sejarah tersebut menunjukkan bahwa perbedaan dan konflik krusial dalam agama ternyata dapat ditangani dengan cara yang adil, beradab, dan bermartabat dalam bentuk Debat Terbuka yang memperkaya dan meningkatkan mutu intelektual umat beragama dibanding brutalitas persekusi dan kekerasan.

ABSTRACT
How was a religious conflict solved in previous time History offers an interesting answer The Public Debates of Persis vs Ahmadiyya Qadian in Bandung and Batavia, in 1933. These public debates are the only public debates that have official archives officieel verslag debat accessible to public until recent day. Although these public debates were considered remarkable event at that time, and were attended by representatives of organizations and important figures and were covered by almost all prominent mass media at the time, today, we can say that this event was forgotten. Among religious conflicts in Islam, the conflict and resistance to Ahmadiyya can be regarded as the largest in Indonesia, which includes significant numbers of victims of destruction, arson and disappearance. The resistance to Ahmadiyya had even made the government issued a decree signed by three ministers as an effort to solve this problem. However, the decree seemed not succeeded in stifling the persecution of Ahmadiyya. This paper is a historical study of the above mentioned public debates, as well as a brief history of the birth of Ahmadiyya in India, the history of Ahmadiyya rsquo s presence in Indonesia, the core of its doctrine, and the Indonesian Muslims reaction to them, up to the point 0f the public debates between The Ahmadiyya vs Persis. We can notice a kind of parallelism between the birth of Ahmadiyya in India and the birth of the Islamic modernism movement in the East Dutch Indies. It can be said that the spirit of Islamic modernism had produce an ldquo accidental history rdquo when the three Sumatran Thawalib rsquo s students who were previously planning to study in Al Azhar University, Egypt, were suggested by their teacher to study in India in order to enrich Islamic modernist movement in Dutch East Indies. Later on, the Sumatran Thawalib rsquo s prominent figures who noticed a different principal doctrine between them and Ahmadiyya began to show their resistance. The resistance to Ahmadiyya in West Java, led by Persis, was rapidly increased. The Public Debate between Persis vs. Ahmadiyya in Bandung and Batavia were quite lively and aggressive, yet still managed to maintain fairness and good manners from both sides. There were even some unintended humor happened in the middle of the debates. This piece of history shows us that crucial differences and conflicts within religions can be discussed in a fair, civilized and dignified way, such as y holding public debates that are more likely to enrich and improve our religious an intellectual quality than the brutalism of persecution."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library