Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Helistia Yuniarni
"ABSTRAK
Hepatitis merupakan infeksi pada hati yang dapat berkembang menjadi fibrosis jaringan parut , sirosis, bahkan kanker hati. Sanitasi perorangan merupakan salah satu faktor risiko pada hepatitis enterik yang meliputi sarana dan perilaku individu, yaitu sarana sumber air bersih, perilaku mencuci tangan, dan perilaku buang air besar. Jenis virus hepatitis yang termasuk virus enterik adalah Hepatitis A dan E. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sanitasi perorangan terhadap kejadian Hepatitis A. Sekitar 1,5 juta kasus klinis hepatitis A terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya. Di Indonesia, proporsi penderita hepatitis A merupakan proporsi terbanyak kedua dari seluruh tipe hepatitis 19,3 . Penelitian dilakukan dengan desain studi kasus-kontrol berdasarkan sumber data dari Riskesdas 2013. Jumlah sampel kasus penelitian ini adalah sebanyak 3272 orang dan jumlah sampel kontrol sebanyak 6544 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode strata dua tahap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus Hepatitis A berdasarkan diagnosa dan gejalanya pada penduduk dengan usia ge;10 tahun di Indonesia tahun 2013 adalah 1,2. Sanitasi perorangan berdasarkan perilaku individu yang terdiri dari perilaku mencuci tangan dan perilaku buang air besar merupakan faktor risiko kejadian hepatitis A dengan odds rasio 1,326 CI 1,213 ndash;1,449 . Selain itu, sanitasi perorangan yang terdiri dari sarana yang digunakan, yaitu sarana sumber air bersih juga merupakan faktor risiko kejadian hepatitis A dengan odds rasio 1,147 CI 1,028 ndash;1,279 .

ABSTRACT
Hepatitis is an infection of the liver that can develop into fibrosis, cirrhosis, even liver cancer. Personal sanitation is one of the risk factor of hepatitis enteric which includes individual facilities clean water source and behavior hand washing and defecation behavior . Types of enteric hepatitis are Hepatitis A and E. The purpose of this study was to find out the correlation between personal sanitation and the occurrence of Hepatitis A. Approximately 1.5 million cases of clinical hepatitis A occur worldwide each year. In Indonesia, the proportion of hepatitis A patient is the second most of hepatitis patient 19.3 . The study was conducted with case control design based on data sources from Indonesia rsquo s RISKESDAS 2013. The number of the case sample is 3272 and the number of control sample is 6544. The sampling was done by two state stratified method. The results showed that cases of Hepatitis A on people aged ge 10 years in Indonesia based on diagnosis and symptoms were 1,2 . Personal sanitation behavior consisting of hand washing and defecation behavior is a risk factor for the occurrence of Hepatitis A with odds ratio 1,326 CI 1,213 ndash 1,449 . In addition, personal sanitation facilities which is the source clean water also a risk factor for the occurrence of Hepatitis A with odds ratio 1,147 CI 1,028 ndash 1,279."
2017
S67743
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erico Novianto
"Tesis ini membahas tentang hukum Jaminan Perorangan yang menjadi jaminan dalam praktik pembiayaan yang berlaku di Indonesia. Ketentuan yang mengatur mengenai Jaminan Perorangan terdapat dalam Pasal 1820-1850 KUHPerdata. Jaminan Perorangan merupakan perjanjian yang diberikan oleh pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur jika debitur wanprestasi. Permasalahan dalam tesis ini adalah upaya hukum perusahaan pembiayaan dalam menyelesaikan fasilitas pembiayaan dengan jaminan perorangan yang macet, pelaksanaan eksekusi jaminan perorangan pada perjanjian penanggungan dan akibat hukum dari pengesampingan hak-hak istimewa penjamin yang diatur dalam KUHPerdata dalam perjanjian penanggungan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 44/PDT.G/2019/PN Jkt Pst. Dalam rangka untuk melakukan penelitian ini, tipologi penelitian yang digunakan adalah penelitian preskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah perusahaan pembiayaan akan mengupayakan penyelesaian pembiayaan macet melalui penyelesaian secara musyawarah mufakat untuk dapat mengeksekusi jaminan perorangan. Apabila tidak terdapat penyelesaian, maka perusahaan pembiayaan dapat melakukan upaya hukum penyelesaian melalui pengadilan agar dapat menyatakan perjanjian fasilitas pembiayaan tersebut wanprestasi dan eksekusi jaminan perorangan yang telah diberikan oleh penjamin. Jenis pelaksanaan eksekusi terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 44/PDT.G/2019/PN Jkt Pst yaitu eksekusi untuk membayar sejumlah uang untuk pemenuhan pembayaran utang. Jika pelaksanaan putusan tidak dilaksanakan secara sukarela, maka proses eksekusi yang dapat dilakukan adalah (i) permohonan eksekusi, (ii) teguran, (iii) sita eksekusi terhadap harta kekayaan penjamin. Lebih lanjut, pengesampingan hak-hak istimewa penjamin yang diatur dalam KUHPerdata bertujuan agar memudahkan kreditur untuk dapat menagih penjamin apabila debitur wanprestasi.

This thesis discusses the law of the Personal Guarantee which is a security in financing practices which applied in Indonesia. The provisions governing the Personal Guarantee are regulated in Articles 1820-1850 of the Civil Code. Personal Guarantee is an agreement given by a third party to fulfill the debtor's obligations if the debtor defaults. This problems in this thesis are the legal efforts of financing companies in completing non-performing financing facilities with personal guarantees, analysis of the execution of personal guarantees and the legal consequences of waiving the guarantor's privileges which regulated in the Civil Code in the guarantee agreement based on the Decision of the Central Jakarta District Court Number 44/PDT.G/2019/PN Jkt Pst. In order to conduct this research, the research typology used is prescriptive research. The result of this research is that financing companies will strive to resolve non-performing financing through deliberation to reach a consensus to be able to execute individual guarantees. If there is no settlement, then the financing company can take legal remedies through the court to declare the financing facility agreement in default and the execution of the individual guarantee provided by the guarantor. The type of execution of the Central Jakarta District Court Decision number 44/PDT.G/2019/PN Jkt Pst namely execution to pay an amount of money to fulfill debt payments. If the implementation of the decision is not carried out voluntarily, then the execution process that can be carried out is (i) request for execution, (ii) warning, (iii) seizure of execution of the assets of the guarantor. Furthermore, the waiver of the special rights of the guarantor regulated in the Civil Code aims to facilitate the creditor to be able to collect the guarantor if the debtor is in default."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Anjani Zain
"Dalam pemberian kredit, Bank biasanya mensyaratkan suatu jaminan atau guarantee, salah satunya dalam bentuk personal guarantee yang mana garantor diberikan hak istimewa oleh Undang-Undang guna melindungi kedudukannya sebagai penjamin. Apabila suatu debitur dalam keadaan tidak mampu membayar kepada kreditur utama maka seharusnya debitur itulah yang seharusnya melakukan pembayaran atas kewajibannya. Seorang personal guarantor dapat memiliki konsekuensi hukum yang jauh, dimana apabila syarat kepailitan telah terpenuhi, maka kreditur dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap personal guarantor di Pengadilan Niaga. Namun, dalam perjanjian garansi seringkali diatur mengenai pelepasan hak istimewa garantor untuk menuntut lebih dahulu harta benda debitur untuk disita dan dijual demi melunasi utang-utangnya. Hal ini kerap kali menjadi dasar kreditur untuk mengajukan permohonan pailit terhadap guarantor. Personal guarantor dapat menjadi pihak yang dirugikan dikarenakan pelepasan hak istimewanya.

In order to grant a credit, banks usually require a guarantee. It can be a form of personal guarantee. Personal guarantor are given special privileges by law in order to protect his position as guarantor. If a debtor in a state where he can't afford to pay to the creditor, the personal guarantor is supposed to be the party who should fulfil the payments. A personal guarantor could have big legal consequences, where if requirements of bankruptcy are met, it follows that the creditor may file for a petition to declare bankruptcy of the personal guarantor on the Commercial Court. However, a guarantee agreement often arrange the discharge of guarantor’s privilege to go after and prosecute property of a debtor first in order to pay debtor’s debts. This frequently become the reason for creditor to file for a petition to declare against guarantor. Personal guarantor can have an inflicted loss because his privelege relinquishment. This thesis examine the position of the guarantor who has discharge his priveleges and the timing for filing the petition to declare against personal guarantor. "
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S57677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan
Yogyakarta: Liberty Offset Yogyakarta, 2011
346.02 SRI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Komariah
Malang: Universities Muhammadiyah Malang, 2017
346 KOM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arien Ginanjar
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T24534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Ngani
Yogyakarta: Liberty, 1985
346 NIC p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Winarsih Imam Subekti
Depok: Universitas Indonesia, 2000
346.012 WIN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Universitas Indonesia, 2000
346.015 TIM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andriza Parman
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>