Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andreas Prayuda Aprindo
Abstrak :
Perlindungan yang diberikan oleh hukum bagi Kreditur atau perbuatan debitur yang dapat merugikan kreditur adalah melalui lembaga actio pauliana. Actio Pauliana dilakukan oleh kreditur untuk melindungi budel pailit dari perbuatan debitur yang tidak diwajibkan untuk dilakukannya atau dilarang sebelum putusan pailit diucapkan. Mengingat pentingnya penerapan actio pauliana sebagai instrument perlindungan bagi para kreditur maka, berdasarkan latar belakang penelitian ini menghasilkan tiga (3) permasalahan yang dibahas, yakni: 1) Bagaimanakah sistem pembuktian terhadap suatu tindakan debitur dapat dinyatakan memenuhi syarat-syarat berlakunya actio pauliana 2). Bagaiamana perlindungan hukum terhadap kreditur maupun pihak ketiga terkait lembaga actio pauliana? 3). Apa yang menjadi kelemahan-kelemahan actio pauliana dalam memberikan perlindungan hukum kepada kreditur? Adapun metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini yakni menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis adalah penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan hukum, asas-asas hukum serta peraturan hukum yang ada hubungannya dengan pokok bahasan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara library research dan field research. Berdasarkan penelitian hukum dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Sistem pembuktian dalam actio pauliana adalah sistem pembuktian terbalik dimana dalam hal ini membebankan pembuktian terhadap perbuatan hukum debitur yaitu debitur pailit apabila perbuatan hukum debitur tersebut dilakukan dalam waktu sebelum putusan pailit diucapkan. Sebaliknya, jika kurator menilai bahwa perbuatan hukum tersebut merugikan kepentingan kreditur atau harta pailit, maka yang wajib membuktikan adalah kurator dengan membuktikan bahwa perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan oleh mereka dan perbuatan hukum tersebut merugikan harta pailit. (2) Perlindungan hukum terhadap kreditur maupun pihak ketiga terkait lembaga actio pauliana yaitu kreditur mempunyai hak untuk mengajukan pembatalan kepada pengadilan terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur sebelum dinyatakan pailit yang mengakibatkan kerugian bagi kreditur dan bagi pihak ketiga memberikannya hak untuk tampil sebagai Kreditur konkuren untuk mendapatkan hak-haknya. (3) Kelemahan-kelemahan actio pauliana dalam memberikan perlindungan hukum kepada kreditur ketidakjelasan pengadilan mana yang berwenang memutus perkara actio pauliana, pembuktiannya yang tidak sederhana, tidak adanya tolak ukur itikad baik dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, legal standing kurator yang lemah, dan kemungkinan pengalihan aset ke pihak lain sehingga mempersulit kurator dalam melakukan pembuktian. ......The protection provided by law for creditors or debtor actions that can harm creditors is through the Pauliana Action Agency. Actio Pauliana is carried out by the creditor to protect the bankrupt bankrupt from the actions of the debtor that are not required to be carried out or prohibited before the bankruptcy decision is pronounced. Given the importance of implementing actio pauliana as an instrument of protection for creditors, based on the background of this study, three (3) issues were discussed, namely: 1) How can the system of proof for an act of a debtor be declared to fulfill the requirements for the validity of actio pauliana 2). How is the legal protection for creditors and third parties related to the actio pauliana institution? 3). What are Actio Pauliana's weaknesses in providing legal protection to creditors?The research method used in this research is using a normative juridical method which is descriptive analytical in that it is a legal research of literature which is carried out by examining legal materials, legal principles and legal regulations that are related to the subject matter. Data collection techniques were carried out by means of library research and field research.Based on legal research, it can be concluded as follows: (1) The evidentiary system in actio pauliana is a reversed evidentiary system which in this case imposes a burden of proof on the legal actions of the debtor, namely the bankrupt debtor if the debtor's legal actions were carried out before the bankruptcy decision was pronounced. Conversely, if the curator considers that the legal action is detrimental to the interests of creditors or bankrupt assets, then it is the curator who is obliged to prove by proving that the legal action is not obligatory to be carried out by them and the legal action is detrimental to the bankrupt assets. (2) Legal protection for creditors and third parties related to the actio pauliana institution, namely the creditor has the right to submit an cancellation to the court of legal actions carried out by the debtor before being declared bankrupt which results in losses for the creditor and for third parties gives him the right to appear as a concurrent creditor for get their rights. (3) Actio pauliana's weaknesses in providing legal protection to creditors is unclear which court has the authority to decide on the actio pauliana case, the evidence is not simple, there is no good faith benchmark in Law Number 37 of 2004, weak legal standing of curators, and the possibility of transferring assets to other parties, making it difficult for the curator to prove.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisda Feby Susanto
Abstrak :
Perkembangan ekonomi yang sangat pesat membuat kepastian hukum untuk lembaga-lembaga keuangan sangatlah diperlukan untuk menjamin kembalinya hak yang dimilikinya. Hal tersebut mengaikbatkan diperlukannya jaminan untuk memperkuat kepastian hukum yang dimiliki oleh pemegang jaminan untuk didahulukan apabila si pemberi jaminan cidera janji atau wanprestsasi. Namun pada kenyataannya banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan pemegang jaminan tersebut kehilangan jaminannya tersebut. Salah satu diantaranya hapusnya Hak Tanggungan yang dimiliki oleh pemegang hak tanggungan diakibatkan itikad buruk dari pemberi hak tanggungan. Oleh karena itu diperlukan kepastian hukum lebih lanjut agar terjaminnya perlindungan dan kedudukan kreditur dalam pemberian jaminan. Dalam Tesis ini mengangkat mengenai putusan Makhamah agung Republik Indonesia Nomor 396/K/Pdt/2009 mengenai pembebasan Tanah yang dijadikan jaminan utang dari pembebanan hak tanggungan yang membuat kerugian bagi pihak pemegang hak tanggungan. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelittian kepustakaan, data yang diperlukan adalah data sekunder. Penulisan tesis ini membahas mengenai perlindungan kreditur sebagai pemegang hak tanggungan atas pembebasan tanah yang dijadikan jaminan utang dari pembebanan hak tanggungan dalam perjanjian kredit dan upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang hak tanggungan untuk bisa mendapatkan haknya sebagai pemegang hak tanggungan. ......The rapid economic growth requires the legal certainty for financial institutions to guarantee the return of the owned rights. Therefore, warranty is necessary to strengthen the legal certainty of the guarantee holder if the guarantor violates the contract. However, in the reality, many holders lose their guarantee due to the breaches. One of them is the voidance of Mortgage Right of its holder by reason of the ill will of the mortgage giver. Thus, further legal certainty is requisite to guarantee the creditor protection and position in the guarantor. This thesis discusses the verdict of Indonesian Supreme Court No. 396/K/Pdt/2009 on land acquisition as loan guarantee which causes loss for the mortgage right holder party. This thesis uses library research, for the data to be used is secondary data. This thesis discusses creditor protection as mortgage right holder of land acquisition as loan guarantee from mortgage burden in the credit agreement and legal actions of the mortgage right holder to obtain the right as the mortgage right holder.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Handayani
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana kedudukan hak privilege negara terhadap hak preferensi pemegang Hak Tanggungan apabila objek yang dibebani Hak Tanggungan dilakukan penyitaan terkait tindak pidana. Untuk menjelaskannya penulis menjabarkan bagaimana objek HT dapat dilakukan sita oleh negara sehingga mengalihkan status hukum dari benda jaminan menjadi benda sitaan negara dan berada dibawah kewenangan negara. Lalu penulis mengaitkan proses peralihan status tersebut dengan hak istimewa (privilege) yang dimiliki negara, yang timbul karena objek jaminan yang disita negara termasuk dalam lingkup piutang negara yang dapat mengesampingkan preferensi pemegang HT. Oleh karena itu penulis juga menjabarkan bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang HT yang harus mengalah terhadap privilege negara. Hasil dari skripsi ini bahwa atas penyitaan objek HT kedudukan hak privilege negara diutamakan dari preferensi pemegang HT. Namun penyitaan objek HT masih menimbulkan perdebatan oleh Para Ahli terutama mengenai kedudukan yang harus didahulukan antara pemegang HT dan Negara atas objek jaminan yang terkait hasil tindak pidana korupsi. Seiring dengan berkembangnya modus kejahatan berdalih jaminan Hak Tanggungan, maka saran dari penulis perlu pengaturan yang tegas dalam UUHT atas penyitaan objek yang dibebani Hak Tanggungan dan batasan ruang lingkup yang jelas atas definisi Piutang Negara yang dinyatakan dalam penjelasan umum angka 4 UUHT.
This thesis discusses how the privileged position of state against the preference position of mortgage right holder when collateral objects are confiscated by state - related to the crime. The author describes by explaining how the collateral object could be confiscated by the state which had divert the legal status of collateral objects into confiscated objects under the authority of the state. Then author describes how the transition process of object with special rights (privilege) held by state, which is confiscated, emphasize on the scope of national accounts so have to override the preference of mortgage holders. Therefore, the authors also describe how the legal protection is given to creditors as mortgage right holders, which has correlation with collateral objects confiscated by the state in corruption cases and the legal action could be done by the creditors. The result of this thesis is that preference position of mortgage right holder is under the privileged position of state when collateral objects are confiscated by state. Meanwhile, the Confiscation of mortgage is still debating within the expert, due to the conflict of interest between the state and the creditors (the state is considered more important than the creditors). Along with the development mode of mortgage fraud over the past few years, the suggestion that the author can give is the need for clear regulation in the Mortgage Law about confiscation of collateral objects and also clear limits the scope of National Accounts definitions set out in item 4 general description of UUHT.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62101
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Risfi Ananda Pratiwi
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik bagi tanggung jawab Notaris dan perlindungan kreditur pemegang jaminan fidusia. Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur bahwa Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin kedudukan kreditur. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 mengatur suatu pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yang diusulkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengatasi kelemahan dalam pendaftaran jaminan fidusia secara manual yang diadakan sebelum tahun 2013. Namun peraturan pemerintah nomor 21 tahun 2015 tersebut masih memilili beberapa kelemahan seperti tidak diaturnya kewenangan Notaris pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik padahal peran Notaris sangat penting karena akses pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik diserahkan hanya kepada Notaris. Tidak diaturnya peran Notaris tentunya mengakibatkan tidak diaturnya tanggung jawab yang tepat bagi Notaris apabila melakukan kesalahan dalam melakukan pendaftaran. Selain itu program pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yang diciptakan belum mampu memberikan perlindungan bagi kreditur karena belum dapat secara otomatis memblokir pendaftaran jaminan fidusia yang kedua kali atau fidusia ulang. Penelitian tesis ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dan tanggung jawab Notaris dan sejauh apa perlindungan bagi kreditur dalam melakukan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Penelitian tesis ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat ekspalanatoris. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. ......This thesis discuss about the electronic registration of Fiduciary for the responsibiity of the Notary and the protection for the creditors as fiduciary holder. Article 11 Paragraph 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia regulates that fiduciary is oblged to be registered. The registration of fiduciary is a very important act to guarantee the position of the creditors. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 regulates for the fiduciary registration electronically which was the idea of the Ministry of Law and Human Rights to overcome the weakness in the fiduciary registration that was done manually which was done before 2013. But Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 still have some weaknesses such as the lack in regulations about the responsibility of Notary in the electronic Registration of Fiduciary even though the role of Notary is very important because the access to electronic registration of Fiduciary was given only to the Notary. The exclusion of Notary role in the regulation caused the exclusion of the responsibility of the Notary if they made mistakes in the registration process. In addition the programme of electronic Fiduciary registration that was created has not been able to provide the protection for the creditors because it can not otomatically block secondary fiduciary registration or repetitive fiduciary. The purpose of this thesis are to know the competence and responsibility of Notary and how far it protects the creditors who use electronic fiduciary registration. This thesis is a normative legal research which are explanatory. The kind of data used is secondary data.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library