Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S6218
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniati Abidin
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
S6243
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S6154
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S6220
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasballah M. Saad
Yogyakarta: Galang Press , 2003
371.782 HAS p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1983
S2204
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amarina Ashar Ariyanto
Abstrak :
ABSTRAK
Fishbein dan Ajzen menyatakan, intensi merupakan determinan langsung dari tingkah laku seseorang. Intensi yang dimiliki seseorang dapat diprediksi melalui 2 hal utama, yaitu sikap yang ia tampilkan dan Norma subyektif yang ia miliki, sedangkan dasar dari sikap dan norma subyektif adalah belief yang ia miliki. Setiap manusia memiliki hanya sedikit belief yang salient (mendasar), dan belief inilah yang menurut Fishbein dan Ajzen harus digali, karena dapat merefleksikan berbagai hal yang 'mendasar' sehubungan dengan tingkah laku yang ingin disoroti.

Penelitian ini dilakukan terhadap siswa dari 3 SLTA dan 3 STM yang tercatat sering berkelahi, dan seluruh responden dikelompokkan ke dalam 4 kelompok penelitian berdasarkan tingkat agresifitasnya, yaitu kelompok Tidak Agresif, Agresif 1 ( Agresif sedang), Agresif 2 (sangat agresif) dan Agresif 3 (ditahan).

Hasil penelitian yang diperoleh adalah intensi untuk terlibat dalam perkelahian pada kelompok Agresif (total) lebih ditentukan oleh Norma subyektif dan PBC daripada sikap yang mereka miliki. Ini berarti, siswa dari kelompok ini sangat memperhatikan pendapat dan tuntutan dari orang yang mereka anggap penting (significant others). Sebaliknya, pada kelompok tidak agresif peranan sikap jauh lebih besar daripada Norma subyektif dan PBC. Siswa dari kelompok ini tampaknya memiliki nilai pribadi yang cukup kuat, dan tidak mudah dipengaruhi orang lain. Bila ditinjau berdasarkan ke 4 kelompok penelitian, pada kelompok Tidak Agresif, Agresif sekali dan Ditahan, peranan sikap dan PBC lebih besar dari pada Norma subyektif. Sedangkan pada kelompok Agresif sedang, Norma subyektif lah yang lebih besar peranannya dibandingkan sikap dan PBC.

Kelompok penelitian memliliki belief yang tidak berbeda tentang terlibat dalam perkelahian dengan belief yang dimiliki masyarakat pada umumnya. Belief yang dinilai positif oleh mereka adalah menambah pengalaman,solider, menguji diri, memperluas pergaulan dan membela nama sekolah. Belief yang mereka nilai negatif adalah membalas dendam, tidak bertanggung jawab, dan ditangkap polisi. Kondisi yang mereka percayai dapat menghambat keterlibatan siswa pada perkelahian adalah kehadiran polisi, masa ujian dan ulangan serta adanya hukuman dari sekolah.

Intensi ke 4 kelompok penelitian untuk terlibat dalam perkelahian adalah kecil. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam intensi untuk terlibat antara kelompok Tidak agresif dengan Kelompok Ditahan. Intensi kelompok tidak agresif memang kecil, tetapi intensi kelompok ditahan jauh lebih kecil lagi dan perbedaan ini signifikan. Tampaknya pengalaman didalam tahanan merupakan sesuatu yang cukup 'traumatis', sehingga menimbulkan reaksi tingkah laku yang cukup 'kuat'.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmadian Darman
Abstrak :
ABSTRAK
Perkelahian pelajar samapai saat ini menjadi topik yang sering dijadikan bahan pembicaraaa Banyak orang benisaha meneliti lebih lanjut mengenai dinamika teqadinya perkelahian pelajar tersebut. Mustofe (dalam Johanes 1993) menjelaskan faktor-faktor yang mungl^ menjadi penyebab teqadinya perkelahian pelajar. Penyebab itu dibagi menjadi empat bagian yaitu anak/siswa, keluarga, sekolah dan lingkimgan sekitamya. Keempat &ktor tersebut dapat dikupas lebih lanjut sehingga ditemukan solusi yang mampu memecahakan masalab perkelahian pelajar tersebut. Dalam penulisan ini, &ktor sekolah merupakan faktor yang menjadi titik berat penelitian mengingat adanya kemungkinan yang cukup baik nntiik dilakukannya interfensi. Hal ini didukung dengan adanya sistem yang baku dalam setiap sekolah dan adanya keseragaman dalam menjalankan sistem tersebut. Perkelahian pelajar merupal^ salah bentuk agresi yang dengan sengaja dilakukan oleh siswa yang bersangkutan. Pemahaman dari tindakan agresi yang diberikan Baron adalah suatu tindakan yang disengaja dan bertujuan untuk melukai orang lain (dalam Deaux ,1988). Didasari oleh pengertian inilah maka perkelahian pelajar dianggap sebagai tindakan agresif. Salah satu penyebab mimculnya perilaku agresif adalah adanya fiustrasi yang dialami oleh subyek. Berkowitz (dalam Deaux, 1993) menyatakan bahwa untuk mengaitkan fiustrasi dan agresi harus melalui anger sebagai variabel penghantar. Pengertian dari fiustrasi itu sendiri adalah adanya ketidaksesuaian anatara harapan dengan kenyataan. Sedangkan ager adalah suatu dorongan yang dirasakan oleh seseorang untuk bertindak agresif. Dikaitkan dengan faktor penyebab perkelahian yang menjadi titik berat penelitian yaitu sekolab, maka dapat dikatakan bahwa siswa mengalami frustrasi terhadap sekolahnya. Dengan demikian mereka memiliki dorongan yang cukup besar untuk bertindak agresif yang pada akhimya tampil dalam bentuk perilaku terlibat dalam perkelahian pelajar. Untuk memahami bagaimana sekolah mempengaruhi siswa, maka Conger (1988) menyatakan bahwa lingkungan sekolah dibagi menjadi dua bagian yaitu lingkungan instrumental dan lingkungan sosial. Lingkungan instrumental berupa Fasilitas (instrumen keras) dan kurikulum (instrumen lunak). Sedangkan lingkungan sosial berupa orangorang yang terlibat dengan mereka selama di sekolah yaitu guru, kepala sekolah dan petugas administrasi. Dalam penelitan ini, keadaan frustrasi yang dimaksud adalah frustrasi terhadap guru dan kepala sekolah (variabel). Lebih rinci lagi, faktor guru dan kepala sekolah dibagi menjadi dua kategori/aspek (sub variebel) yaitu kemampuan manajemen kelas dan menjalin hubungan sosial guru, kemanq)uan manajemen sekolah dan menjalin hubungan sosial kepala sekolah. Dengan demikian dalam penelitian ini akan menajawab bagaimana peran frustrasi terhadap faktorfektor tersebut dalam menentukan keterlibatan siswa pada perkelahian pelajar. Peranan frustrasi itu sendiri tidak secpru Jqngsung berpenganih melainkan melaui anger yang ditimbulkan frpsf^asi yang dj^I^uninya. Teknik analisa data y^g al^an digunakan afjalah multiple r^^-ession vfntuk melihat besar sumbangan masipg-masing variabel ataif sub variabel. Untuk ipejihat hubungan anger dengan keterlibatan pada perkelahian elajar digun^an t-test dan korelasi point bisserial. Dari hasil penghitungw akan dipproleh hasU yang ajcan memperlihatkan dinamika dari masing-masing variabel. Hasil menunjukkan bahwa kfrutrasi terhadap manajemen kelas guru dinilai paling berperan dalam menimbulkan anger pada siswa. Selanjutnya adalah kfrustrasi terhadap kemampuan menjalin hubungan sosial kepala sekolah dan diikuti oleh kemampuan manajemen sekolah kepala sekolah. Frustrasi terhadap kemampuan menjalin hubungan sosial guru tidak berperan dan tidak memiliki hubungan yang signifikan dalam menimbulkan anger. Hubungan antar anger dan keterlibatan pada perkelahian pelajar dhemukan signifikan sehingga penemuan sumbangan masing-masing variabel otomatis menjelaskan hubungan tak langsung dengan keterlibatan siswa pada perkelahian pelajar. Pada akhir penulisan ditemukan hash lain yaitu adanya perbedaan dinamika sumbangan sub variabel antara kelompok terlibat dan tidak terlibat.Hal yang sama juga ditemukan dalam tiap kelompok "asal sekolah" sampel yang digunakan. Saran yang diberikan lebih kepada saran pembuatan alat, penelitian lebih lajut mengenai guru dan kepala sel(o|ah yang ideal bagi siswa serta masukan untuk memperbaiki kemaippuan m^jemen kel^ guru a^ar spsuai dengan apa yang diharapk^p pleh siswa.
1995
S2316
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Handayani
Abstrak :
Perkelahian pelajar yang terjadi di Jakarta merupakan fenomena klasik yang telah berlangsung cukup lama. Begitu memprihatinkannya aksi yang dilakukan siswa sekolah menengah ini, sehingga para ahli yang peduli terns melakukan penelitian terhadap kasus ini. Salah satunya adalah penelitian Moesono dkk. (1996) yang menemukan gambaran karakteristik para pelaku perkelahian pelajar. Dari karakteristik yang ada temyata banyak yang sesuai dengan konsep kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah sekelompok keterampilan yang sangat dibutuhkan untuk berlaku efektif dan sukses di kehidupan (Goleman, 1995). Berdasarkanhal tersebut, penelitian ini mencoba untuk melihat dan membandingkan gambaran kecerdasan emosional yang dimiliki oleh sekelompok siswa yang sering dan tidak pemah terlibat dalam perkelahian pelajar. Penelitian ini menggunakan siswa dan 4 SMU di Jakarta Selatan yang tercatal sebagai sekolah rawan perkelahian pelajar. Dari data Kanwil Depdikbud, 1998-1999, Jakarta Selatan tercatat sebagai daerah yang memiliki paling banyak SMU yang siswanya sering terlibat perkelahian pelajar. Proses pengambilan sampel dilakukan secara purposive, dimana tidak semua subyek dalam populasi dapat dijadikan sebagai subyek penelitian, lianya mereka yang memenuhi karakteristik tertentu yang telah direncanakan. Subyek digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok siswa yang sering (ftekuensi keterlibatan >10 kali) dan yang tidak pemah (frekuensi keterlibatan=0) terlibat dalam perkelahian pelajar Subyek terpilih akan mengisi kuesioner kecerdasan emosional yang pembuatannya didasarkan pada teori kecerdasan emosional dari Goleman (1995) yang tneliputi pengukuran pada lima ranah keterampilan, yaku self awareness (kemampuan untuk menyadari emosi diri yang sedang dirasakan). self control (kemampuan untuk mengontrol emosi yang muncul). self motivation (kemampuan memotivasi diri, membuat diri lebih bersemangat imtuk meraih yang diharapkan). empathy (kemampuan untuk mengetahui dan memahami emosi orang lain), dan social skill (kemampuan untuk bersahabat dan membina hubungan baik dengan orang lain). Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara kelompok siswa yang sering Han yang tidak pemah terlibat dalam perkelahian pelajar secara umum tidak ditemukan perbedaan yang signiflkan pada gambaran kecerdasan emosional mereka. Kelompok siswa yang tidak pemah terlibat perkelahian pelajar memiliki kemampuan empathy yang tinggi. Kemudian berturut-turut diikuti oleh kemampuan social skill, self awarenees. self motivation, dan self control ATelompok siswa yang sering terlibat perkelahian pelajar juga memiliki kemampuan tertinggi pada ranah empathy dan terendah pada ranah social skill Perbedaan yang ada tampak pada ranah self awareness dan self motivation, dimana kelompok ini memiliki kemampuan self motivation yang lebih tinggi dibandingkan kemampuan selfawareness. Perbedaan yang signiflkan diperlihatkan oleh ketiga ranah keterampilan, yaitu ranah self control, empathy, dan social skill Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan frekuensi keterlibatan pada perkelahian pelajar yang tampak pada kedua kelompok subyek, apabila dihubungkan dengan gambaran kecerdasan emosional, dipengaruhi oleh kemampuan mereka dalam ranah self control empathy, dan social skill, dimana kelompok subyek yang sering terlibat perkelahian pelajar memiliki kemampuan self control yang lebih rendah, tetapi mereka memiliki kemampuan yang lebih tinggi pada empathy dan social skill bila dibandingkan dengan kelompok yang tidak pemah terlibat perkelahian pelajar. Walaupun penelitian ini berhasil memperlihatkan gambaran kecerdasan emosional pada kedua kelompok subyek dalam kaitannya dengan keterlibatan mereka pada perkelahian pelajar, tetapi penting untuk diingat bahwa alat ukur yang digunakan hanya mengalami satu kali tryout dan hanya memiliki 78 item untuk mengukur kelima ranah kecerdasan emosional tersebut, sehingga sulit untuk menggambarkan kecerdasan emosional ini secara lebih jelas dan lebih akurat. Dengan demikian apabila dalam penelitian selanjutnya hendak menggunakan alat ukur ini. sebaiknya kembali dilakukan tryout-tryout lain dengan memakai subyek yang lebih beragam.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2891
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraini Dwi Hartanti
Abstrak :
Penelitian ini menjelaskan bahwa tawuran pelajar yang masih terjadi saat ini menjadi bukti bahwa pencegahan dan penanganan dalam menghadapi tawuran pelajar ini masih belum efektif dan berakar dari masalah. Untuk itu, pencegahan kejahatan situasional dibutuhkan untuk menjelaskan perlunya upaya situasional dalam pencegahan tawuran pelajar yang pada umumnya bersifat situasional dan terjadi di ruang publik. Selain itu, pencegahan kejahatan berbasis komunitas juga diperlukan agar dalam mengupayakan pencegahan juga dibutuhkan keterlibatan dari semua pihak, terutama masyarakat untuk mencegah terjadi tawuran pelajar di lingkungan masyarakat itu sendiri. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada 6 subjek penelitian. Dari 6 subjek ini penulis membaginya ke dalam tiga kelompok, yakni, subjek sekolah guru BK, dan guru Staf Kesiswaan, subjek aparat penegak hukum kepolisian, dan subjek pelajar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa memang pencegahan maupun penanganan yang dilakukan masih belum memberikan efek jera bagi pelajar untuk tidak melakukan tawuran pelajar. Sehingga, pencegahan kejahatan situasional dan pencegahan kejahatan berbasis komunitas diharapkan mampu menjadi upaya pencegahan yang tepat dalam mengurangi angka tawuran pelajar. ...... This thesis tries to explain that the occurrence of student brawl nowadays acts as a proof that the prevention strategy to deal with it is not based on root of problem. Therefore, situational crime prevention is needed to explain the importance of situational strategies in student brawl that normally situational and happens in public space. Community crime prevention is also needed to involve all parties, especially the community itself to prevent the occurrence of student brawl in their neighborhood. This is a qualitative research and uses deep interview method to the 6 participant subjects. From these 6 subjects, the researcher divides the subjects to 3 different groups school subject counseling teacher and student affairs staff teacher, law enforcement subject police and student subject. The result shows that the prevention strategy in order to reduce student brawl is still ineffective to deter the student. Situational crime prevention and community based prevention are expected to be the best prevention strategy to reduce the number of student brawl.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S68355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library