Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nasution, M. Azhar Rasyid
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai proses pembuktian suatu perjanjian yang dilarang dalam hukum persaingan Indonesia dengan menganalisa Putusan MA No. 16 K/Pdt.Sus-KPPU/2016. Apakah putusan yang membatalkan putusan KPPU tersebut telah tepat. Serta konsekuensi hukum yang dapat terjadi akibat pembatalan suatu putusan KPPU. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif terhadap hukum persaingan usaha tertulis maupun tidak tertulis. Putusan di tingkat keberatan dan kasasi tidak sepenuhnya tepat dengan menyatakan bahwa perjanjian yang dianggap melanggar Pasal 5 ayat (1) tersebut tidak memenuhi syarat subyektif perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Tidak terpenuhinya syarat subyektif tidak serta merta mengakibatkan perjanjian batal demi hukum, melainkan dapat diminta untuk dibatalkan oleh para pihak. Lebih tepat apabila Majelis Hakim juga mempertimbangkan mengenai syarat obyektif berupa sebab yang halal mengingat pihak dalam perjanjian tersebut tidak berhak menentukan harga. Serta dengan menekankan pertimbangan pada fakta bahwa perjanjian tersebut juga tidak dilaksanakan oleh para terlapor. Asosiasi Hiswana menginisiasi kesepakatan tersebut untuk menampung aspirasi para agen dan kemudian disampaikan kepada Pertamina sebagai price regulator unutk melakukan evaluasi harga. Lebih lanjut, tuduhan KPPU dalam perkara ini tentu akan berdampak pada nama baik perusahaan. Sebagai hukum publik, hukum persaingan usaha Indonesia memerlukan lembaga rehabilitasi bagi pelaku usaha yang tidak terbukti melanggar hukum persaingan usaha. Selain itu, untuk menciptakan suatu kepastian hukum, apabila di kemudian hari terjadi perbuatan yang sama oleh pelaku usaha, KPPU tidak lagi dapat menilai bahwa perbuatan tersebut melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999.
This thesis examines the authentication process of prohibited agreement in competition law of Indonesia by reviewing Supreme Court Decision No. 16 K/Pdt.Sus-KPPU/2016. Whether the abovementioned decree has been correct. As well as the legal consequences that may arised by nullification of KPPU Decision. The method of this research will be juridical normative against written and unwritten competition law. The appeal and cassation decision are not correct by declaring that the respected agreement has not met the subjective requirements as mentioned in Article 1320 Civil Code. Unfulfillment of subjective requirements does not necessarily make the agreement becomes null and void but may be cancelled by request of the parties. It would be more appropriate if the Concil of Judges has also taking into account the objective requirements in the form of lawful purpose considering that the parties involve have no right to determine the price. As well as to consider the fact that the price in such agreement has not implemented by the defendants. Hiswana Association has initiated such agreement to accommodate the aspirations of agents until then submitted to Pertamina as the price regulator to evaluate the price. Furthermore, KPPUs accusation in this case certainly will affect the corporate reputation and image of the business actors. As a public law, competition law of Indonesia does necessitate rehabilitation institution for suspected business actors that lawfully not proven to violate competition law. Moreover, in order to create certainty of law, in the event of the business actors perform an identical actions, KPPU may not judge such action as breaking the Law No. 5 Year 1999 anymore.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Higar Alam Indhar Jalu Sakerti
Abstrak :
Salah satu pengaturan di dalam hukum persaingan usaha di Indonesia adalah mengenai perjanjian yang dilarang, dimana pelaku usaha dilarang untuk melakukan perjanjian atau kesepakatan dengan pelaku usaha lain karena dapat menimbulkan distorsi terhadap persaingan di pasar. Dalam praktiknya, karena semakin sulitnya membuktikan adanya perjanjian tertulis, berkembang sebuah bukti tidak langsung atau bukti petunjuk (bukti komunikasi dan/atau bukti ekonomi), untuk membuktikan adanya perjanjian tidak tertulis dalam perkara perjanjian yang dilarang. Di dalam hukum persaingan usaha, dikenal konsep ekonomi price parallelism, yang menggambarkan kondisi penetapan harga di antara pelaku usaha, tetapi tidak didasarkan pada perjanjian atau kolusi secara sadar di antara pelaku usaha, melainkan murni karena keputusan independen para pelaku usaha sehingga tidak melanggar hukum persaingan usaha. Meskipun demikian, adanya price parallelism di antara pelaku usaha tidak menutup kemungkinan adanya perjanjian tidak tertulis di antara pelaku usaha sehingga dapat melanggar ketentuan di dalam perjanjian yang dilarang. Oleh karena itu, konsep price parallelism dapat dijadikan sebagai bukti ekonomi, tetapi terdapat sebab-sebab tertentu yang menentukan keberlakuannya sebagai bukti ekonomi. Fokus utama dalam skripsi ini adalah untuk menganalisis bagaimana hubungan price parallelism dengan hukum persaingan usaha di Indonesia dan keberlakuannya sebagai bukti ekonomi di dalam hukum persaingan usaha di Indonesia. Dengan metode penelitian doktriner yang bersifat deskriptif, didapatkan hasil bahwa untuk menentukan hubungan price parallelism dengan hukum persaingan usaha harus didasarkan pada fakta ada atau tidaknya perjanjian di antara pelaku usaha yang menyebabkan terjadinya price parallelism. Sementara itu, untuk menentukan keberlakuan price parallelism sebagai bukti ekonomi harus didahului dengan analisis tambahan untuk melihat ada atau tidaknya perjanjian di antara pelaku usaha, dan/atau untuk melihat independensi para pelaku usaha yang terlibat dalam price parallelism, dan/atau untuk melihat ada atau tidaknya faktor-faktor lain yang menyebabkan terjadinya price parallelism. ......Indonesian antitrust law regulates the provisions of prohibited agreements, where companies are prohibited from entering into agreement or arrangements with other companies as it may cause distortions to the competitive market. As it becomes increasingly difficult to prove the existence of a written agreement, indirect evidence or circumstantial evidence (communication evidence and/or economic evidence) is being used to evidence the unwritten agreement in the case of prohibited agreements. In antitrust law, it is known the economic concept of price parallelism, depicting the condition of price fixing among companies, without the existence of conscious agreement or collusion, rather an independent decision of each companies, thus not violating the antitrust law. The existence of price parallelism, however, may not rule out the involvement of unwritten agreements among companies, leading to violations of the provisions of prohibited agreements. Consequently, price parallelism can be used as an economic evidence, but there are certain causes which determine its validity as an economic evidence. In this thesis, the primary focus is to analyze the relevance of price parallelism to the Indonesian antitrust law and its validity as economic evidence in the Indonesian antitrust law. Using the method of descriptive doctrinaire research, the results show that in determining the relevance of price parallelism to the Indonesian antitrust law is dependent on whether or not there were agreements among companies that led to price parallelism. Meanwhile, to ensure the validity of price parallelism as economic evidence must be preceded with factor-plus analysis to determine whether or not there were agreements among companies, and/or to determine the independence of each companies involved in price parallelism, and/or to determine whether or not there were other factors that could cause price parallelism.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library