Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Daniela Komala
"Di Indonesia, peraturan perundang-undangan dalam bidang pertambangan mineral dan batu bara diawali dengan diberlakukannya Undang-undang 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan dengan peraturan pelaksananya yang kemudian telah diubah seluruhnya dengan diberlakukannya Undang-undang No 40 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (?UU Minerba?) beserta dengan peraturan pelaksananya sebagai hukum positif dalam melaksanakan kegiatan pertambangan dewasa ini. Dengan adanya suatu peralihan dasar hukum dalam melaksanakan kegiatan pertambangan, kemudian muncullah beberapa permasalahan yang terjadi antara lain mengenai permasalahan bagaimana kedudukan hukum PKP2B setelah diberlakukannya UU Minerba, dan bagaimana keberlakuan UU Minerba tersebut mempengaruhi hubungan kontraktual pemegang PKP2B dengan pihak ketiganya yang mayoritas merupakan pihak investor asing. Dengan menggunakan metode analisis normative untuk menganalisa dan menjawab identifikasi masalah dalam penulisan hukum ini kemudian akan dipaparkan, dan dianalisa secara rinci bahwa UU Minerba pada dasarnya tetap mengakui keberlakuan PKP2B dengan memberikan kewajiban terkait dengan masa peralihan untuk melakukan penyesuaian terhadap seluruh ketentuan di dalam PKP2B maupun isi dan ketentuan kontraktual pemegang PKP2B dan pihak ketiganya yang ingin tetap melakukan kegiatan pertambangan di Indonesia.
In Indonesia, the legislation in the field of mineral and coal mining began with the enactment of Law 11 of 1967 concerning the Basic Provisions of Mining and its implementing regulations, which was changed entirely with the enactment of Law No. 40 of 2009 on Mineral and Coal Mining ("Mining Law") and its implementing regulations as the positive law in carrying out mining activities. With the change of regulation in conducting mining activities, some problems occurred relating to the validity of PKP2B after the enactment of the Mining Law and how the enactment of the Mining Law affects the CCOW holder?s contractual relationship with third parties, the majority of which are foreign investors. By using the normative methodology to analyze and answer the issue in this Thesis, it shall be explained and analyzed in details that the Mining Law still recognizes the validity of CCOW by providing the obligation during the transitional period to make adjustments to all the provisions in the CCOW including the contents and contractual provisions of CCOW holders and third parties who want to keep carrying out mining activities in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41614
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Mona Srirahayu Putri
"Ketentuan dalam Pasal 9 Ayat (3) PMK No.194/PMK.03/2012, mengharuskan Pengusaha Kena Pajak untuk membubuhkan cap pada Faktur Pajak atas penyerahan kepada Kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) Generasi I yang mendapatkan fasilitas PPN Terutang Tidak Dipungut. Namun, tidak ada peraturan lebih lanjut yang secara tegas mengatur apakah pemberian cap tersebut merupakan persyaratan untuk mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut, maupun sanksi yang akan dikenakan apabila faktur tidak dicap. Hal ini menimbulkan perbedaan interpretasi ketika Pemeriksa melakukan koreksi atas penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut menjadi penyerahan yang harus dipungut sendiri karena tidak membubuhkan cap pada Faktur Pajak sebagaimana yang dialami oleh PT ABC. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis sengketa PT ABC atas penyerahan kepada PKP2B Generasi I yang mendapatkan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Terutang Tidak Dipungut. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian post positivist dengan pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam sengketa PT ABC, ketentuan Peraturan Perpajakan atas penyerahan yang mendapatkan fasilitas PPN Terutang Tidak Dipungut yaitu penyerahan kepada (PKP2B) Generasi I sudah sesuai dengan asas kepastian hukum karena dalam peraturan tersebut sudah memenuhi faktor kepastian hukum dilihat dari kejelasan subjek, objek, pendefinisian tata cara pemenuhan kewajiban perpajakan, penyempitan dan perluasan materi serta ruang lingkup peraturannya. Sementara itu,dari penafsiran hukum pajak, koreksi yang dilakukan oleh pemeriksa akibat tidak terpenuhinya persyaratan administrasi dalam pembuatan Faktur Pajak secara hukum bisa saja dibenarkan karena mengacu pada hukum pajak yang terdiri dari hukum pajak formal dan material. Disisi lain argumentasi Wajib Pajak bahwa tidak terpenuhinya persyaratan administratif tidak menghilangkan hak Wajib Pajak untuk mendapatkan fasilitas PPN juga memiliki dasar yang kuat karena tidak ada peraturan yang tegas mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, keputusan akhir dalam penyelesaian sengketa ini tergantung dengan Putusan Hakim, apakah akan memutuskan sengketa berdasarkan terpenuhinya ketentuan material saja atau harus terpenuhi juga aspek formalnya.
In Article 9 Paragraph (3) PMK No. 194/PMK.03/2012, there is a provision that require the Taxable Entrepreneur to affix a stamp on the Tax Invoice upon delivery of Taxable Goods and/or Services to the Contractors of Coal Mining Concession (PKP2B) of Generation I who obtains the Uncollected VAT facility. However, there is no further regulation that explicitly stipulates whether the stamping is a requirement to get the VAT facility, nor the sanctions that will be imposed if the invoice is not stamped. This gives rise to different interpretations when the Tax Auditor makes corrections on a transaction originally reported as transaction which the VAT is not collected into transactions that the VAT must be collected by Taxable Entrepreneur because it does not affix a stamp on the Tax Invoice as experienced by PT ABC. The purpose of this study is to analyze PT ABC's dispute over the delivery to PKP2B Generation I which received the Uncollected VAT facility. This study uses a post-positivist research approach with data collection through literature studies and interviews. The results showed that in the PT ABC dispute, the provisions of the Tax Regulations on delivery that received the Uncollected VAT facility, namely the delivery to (PKP2B) Generation I were in accordance with the principle of legal certainty because the regulation already met the legal certainty factor seen from the clarity of the subject, object, defining procedures for fulfilling tax obligations, narrowing and expanding the material as well as the scope of the regulations. Meanwhile, from the interpretation of tax law, the corrections made by the examiner due to the non-fulfillment of administrative requirements in making Tax Invoices can be legally justified because it refers to tax law which consists of formal and material tax law. Meanwhile, the Taxpayer's argument that the non-fulfillment of administrative requirements does not eliminate the Taxpayer's right to obtain VAT facilities also has a strong basis because there are no strict regulations regarding this matter. On the other hand, the final decision in resolving this dispute depends on the Judge's Decision, whether to decide the dispute based on the fulfillment of material provisions or the formal aspects must also be fulfilled."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Maulida Ningtari
"
ABSTRAKSkripsi ini membahas mengenai perubahan pengaturan mengenai sistem pertambangan yang kemudian menimbulkan berbagai kerancuan penafsiran. Pengusahaan Pertambangan khususnya dalam bidang pertambangan batubara di Indonesia dilakukan oleh kontraktor swasta dan Pemerintah Indonesia dengan sistem konsesi berdasarkan suatu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Untuk menjalankan amanat pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 badan legislatif mengundangkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam undang-undang tersebut diperkenalkan sistem pengusahaan pertambangan batubara dengan menggunakan Izin Usaha Pertambangan sebagai instrumennya. Fokus permasalahan dalam skripsi ini ialah kedudukan dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang wajib untuk disesuaikan dengan sistem pertambangan sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun 2009. Penelitian ini bersifat yuridis normatif, menggunakan alat pengumpulan data studi dokumen. Dalam pengolahan data digunakan metode kualitatif yang menghasilkan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan syarat sah suatu perjanjian pasal 1320 KUHPerdata dan asas-asas umum perjanjian, PKP2B merupakan suatu perjanjian yang dapat dinyatakan batal demi hukum, karena telah melanggar ketentuan pasal peraturan peralihan UU No. 4 Tahun 2009.
ABSTRACTThis thesis discusses the changes in regulation of the mining system which then give rise to biased interpretations. Mining exploitation, especially in the field of coal mining in Indonesia is done by a private contractor and the Government of Indonesia with the concession system based on an Coal Mining agreement (PKP2B). To carry out the mandate of Article 33 of the Constitution of 1945 the legislature enacted the Law Number 4 of 2009 regarding Mineral and Coal Mining. In the legislation introduced coal mining system by using the Mining Permit as an instrument. The problem of this thesis is the position of Coal Mining Agreement which is obligated to conform with the mining system as stipulated in Law Number 4 of 2009. This research is normative, use the data collection tool document study. In the data processing used qualitative methods which produce descriptive analytical study. The research results indicate that based on the terms of a valid treaty article 1320 of the Civil Code and the general principles of the agreement, PKP2B as an agreement can be declared null and void, because it has violated the provisions of transition on the Law Number 4 of 2009."
2014
S54482
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Pungkas Hadiwibowo
"
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan menganalisis perlakuan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan batubara oleh Kontraktor PKP2B Generasi ke III. Pokok permasalahan adalah DJP melalui Tim Quality Assurance Pemeriksaan Kanwil DJP, tidak konsisten dalam pengenaan PPN atas penyerahan batubara oleh Wajib Pajak Kontraktor PKP2B Generasi ke III. Penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi langsung, analisis percakapan melalui wawancara dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerahan batubara oleh PKP2B Generasi III terutang PPN karena batubara adalah barang kena pajak. DJP harus melakukan penyempurnaan terkait tata kerja Tim Quality Assurance Pemeriksaan Kanwil DJP. DJP seharusnya membuat penegasan agar perlakuan pengenaan PPN atas penyerahan batubara oleh Kontraktor PKP2B Generasi ke III konsisten. Renegosiasi kontrak PKP2B Generasi III diperlukan agar pemungutan pajak terhadap kontraktor sesuai dengan asas-asas pemungutan pajak
ABSTRACTThe purpose of this research is to analyze the treatment of value added tax VAT on the supply of coal by contractor of PKP2B Generation III. The subject matter is DJP Indonesian Tax Autority through the Quality Assurance Team of Tax Audit of DJP Regional Office inconsistent in the imposition of VAT on the supply of coal by Contractor PKP2B Generation III. The research is case study research. The research method used is direct observation, conversation analysis through interview and literature study.The results showed that the supply of coal by PKP2B Generasi IIIsubject to VAT because coal is taxable goods. DJP must make improvements to the working procedures of the Quality Assurance Team of Tax Audit of DJP Regional Office. DJP should make an affirmation about treatment of VAT imposition on the supply of coal by contractor of PKP2B Generation III is consistent. Contract renegotiation of PKP2B Generation III is required to collect tax on contractors in accordance with the principles of tax collection"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library