Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
Ivan Ferdiansyah Agustinus
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai permasalahan dasar hukum Perjanjian Bilateral Mengenai Peningkatan Dan Perlindungan Penanaman Modal baik berdasarkan hukum internasional maupun hukum nasional, fungsi dari perjanjian serta substansi perjanjian yang dilakukan oleh berbagai negara di dunia, selanjutnya tesis ini juga melakukan studi kasus terhadap Persetujuan Antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal. Pembahasan ini penting untuk mengetahui tujuan dari perjanjian tersebut sehingga dapat memberikan pemahaman mengenai Perjanjian Bilateral Mengenai Peningkatan Dan Perlindungan Penanaman Modal lebih mendalam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif. Penelitian ini merupakan telaah mengenai perjanjian bilateral mengenai peningkatan penanaman modal, yang dilatar belakangi adanya keinginan investasi transnasional yang aman oleh karena itu perlu adanya jaminan hukum dari kedua belah pihak yang melakukan perjanjian.Yang menjadi dasar hukumnya bukan hanya dasar hukum perjanjian internasional akan tetapi hukum nasional dari negara terkait juga harus disesuaikan. Substansi dari perjanjian bilateral mengenai peningkatan dan perlindungan penanaman modal selain adanya perlindungan hukum dari kedua negara terkait dengan investasi, perjanjian ini juga merupakan bentuk dari pengakuan kedaulatan dari kedua negara, adanya upaya untuk menjaga perdamaian dunia dengan upaya-upaya penyelesaian sengketa secara damai. Untuk mentelaah lebih jauh maka dilakukan stidu kasus terhadap Persetujuan Antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Federasi Rusia Mengenai Peningkatan Dan Perlindungan Penanaman Modal.
This thesis addresses issues on the legal basis for bilateral agreements on the increase and protection of investment under the international law and the national law, functions and substance of the agreements which are entered into by various countries in the world and a case study on the agreement between Indonesian government and the government of the Russian Federation on the increase and protection of investment. The discussion of the issues is of great importance in order to learn about the objective of the agreements, resulting in deep understanding of bilateral agreements on the increase and protection of investment. The research uses a normative method. The background of the research is the need to have safe transnational investment which requires legal guarantee from both parties to the agreement. The legal bases are not only limited to the legal basis of international law since the national law of the relevant countries should also be adjusted. The substance of bilateral agreements on the increase and protection of investment includes legal protection from both countries and such an agreement is also a form of acknowledgment of the sovereignty of both countries and represents an effort to maintain world peace through amicable dispute resolutions. To review it further, a case study is conducted on the agreement between the Indonesian government and the government of the Russian Federation on the increase and protection of investment.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T30808
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Trigustya Anggun
Abstrak :
Kerjasama perdagangan Indonesia dengan Australia berjalan semakin komprehensif seiring dengan semakin terbukanya perdagangan bebas di dunia, dimana salah satunya adalah dengan dicanangkannya Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement IA-CEPA. Perjanjian kerjasama komprehensif tersebut ditujukan agar Indonesia memiliki kedekatan yang lebih erat dengan Australia baik dari sisi perdagangan maupun sisi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis bagaimana potensi perjanjian tersebut terhadap nilai ekspor Indonesia ke Australia dan investasi asing langsung dari Australia ke Indonesia kedepannya. Penelitian ini menggunakan analisis ekonometrika dengan data time series melalui regresi linear dari arus perdagangan internasional. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa IA-CEPA signifikan berpotensi menurunkan nilai Ekspor Indonesia ke Australia dan juga terhadap Investasi Asing Langsung dari Australia ke Indonesia.
Indonesias trade cooperation with Australia runs more comprehensively in line with the increasing free trade in the world by launching the Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement IA-CEPA. The aimed of this comprehensive economic partnership agreement is to make Indonesia closer to Australia both in trade and other economic activity. This research aims to identify and analyze how the agreement potentially towards Indonesias Export to Australia and Australias Foreign Direct Investment to Indonesia value in the future. This research used an econometric analysis that applies time series data to the linear regression of international flows. The result of this thesis reveals that IA-CEPA have significant potential decreasing to Indonesias Export to Australia and to Foreign Direct Investment Australia to Indonesia.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54466
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fadel Muhammad
Abstrak :
ABSTRAK
Pada masa modern, pembangunan pangkalan militer di luar wilayah negaranya masih dilakukan oleh beberapa negara. Hal itu dilakukan sebagai bentuk perwujudan kerjasama pertahanan yang dilakukan antar negara ataupun organisasi internasional. Permasalahan yang kerap timbul ialah tentang penegakkan yurisdiksi kepada personel militer yang bertugas di pangkalan militer tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, dibentuklah perjanjian bilateral antara negara pihak yang salah satunya berfungsi untuk menentukan yurisdiksi yang berlaku terhadap suatu pelanggaran hukum. Namun demikian, tidak setaranya posisi negara saat pembentukan perjanjian tersebut mempengaruhi proses pemberlakuan yurisdiksi. Hal ini terjadi karena tidak adanya kesepakatan internasional mengenai perjanjian bilateral yang harus mengatur yurisdiksi tersebut. Oleh karenanya, perlu dibentuk model perjanjian bilateral tentang status personel yang disepakati secara internasional untuk memastikan keadilan dan kesamarataan posisi antara negara-negara yang terlibat dalam pembangunan pangkalan militer asing di suatu negara.
ABSTRACT In the modern era, the establishment of foreign military bases outside the of its teritory is still practiced by some states. The establishment itself is seen as a form of the embodiment of mutual defense that is being done between states or international organizations. The intermittent issue related to it is about the enforcement of jurisdiction toward the on duty military personnels in military bases. In order to cope with the issue, bilateral agreement between states is formed to determine the applicable jurisdiction when violation of the law happens. However, the unequal position between the states when the agreement is formed affects the practices of the enforcement of jurisdiction. The issue arises since there is no international apperception about which party that is able to assign the jurisdiction. Thereupon, the condition shows that it is required to form an internationally accepted model of bilateral agreement about the status of forces to ensure the equity and equality position between states involving in establishment of foreign military bases in one state.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S63575
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Salsabilla Azzahra Jayputri
Abstrak :
Kegiatan ekonomi antar negara membukakan pintu para investor untuk dapat menanamkan investasinya di negara lain. Seiring dengan meningkatnya kegiatan transaksi ekonomi internasional, terbuka besar kemungkinan munculnya masalah kepailitan lintas negara. Maka dari itu, instrumen hukum kepailitan di sebuah negara harus ditingkatkan. Dalam menghadapi masalah kepailitan lintas negara, beberapa negara telah mencari jalan keluar seperti halnya Perserikatan Bangsa-Bangsa yang telah menciptakan UNCITRAL Model Law 1997, dan European Union yang telah menciptakan peraturan regional yang disebut dengan Council Regulation (EC) No. 1356/2000 of 29 May 2000 on insolvency proceedings. Permasalahan kepailitan lintas negara juga dapat diatasi dengan perjanjian bilateral seperti yang dilakukan Singapura dengan Malaysia dalam Mutual Recognition and Mutual Enforcement of Republic of Singapore and Malaysia on Cross-Border Insolvency. Indonesia merupakan salah satu negara yang belum memiliki satupun peraturan yang mengatur mengenai kepailitan lintas negara. Skripsi ini akan membahas mengenai kemungkinan diterapkannya pengaturan mengenai kepailitan lintas negara di Indonesia dengan meninjau pengaturan kepailitan lintas negara yang dilakukan Singapura dengan perjanjian bilateral bersama Malaysia, dan juga langkah Singapura dalam mengadopsi UNCITRAL Model Law melalui studi kasus. Selain itu, Skripsi ini juga membahas mengenai pengaturan regional kepailitan lintas negara yang diciptakan oleh European Union.
Economic activity between countries opens opportunities for investors to be able to invest in other countries. Along with the increase of international economic transactions, there is possibility of the emergence of Cross-Border Insolvency inssues. Therefore, bankruptcy instruments in a country must be improved. In dealing with Cross-Border Insolvency, several countries have sought solutions. The United Nations created the UNCITRAL Model Law on 1997, and the European Union created a regional regulation called Council Regulation (EC) No. 1356/2000 of 29 May 2000 on insolvency proceedings. The Cross-Border Insolvency issues can also be settled by bilateral agreements such Mutual Recognition and Mutual Enforcement of the Republic of Singapore and Malaysia on Cross-Border Insolvency which conducted by Singapore and Malaysia. Indonesia does not yet have a single regulation that governs Cross-Border Insolvency. This study will discuss the possibility of applying Cross-Border Insolvency instruments in Indonesia by reviewing the Cross-Border Insolvency Instruments undertaken by Singapore with bilateral agreements with Malaysia, and also Singapore's steps in adopting the UNCITRAL Model Law through case studies. In addition, this study also discusses regional regulation on Cross-Border Insolvency created by the European Union
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Aurelia Eirene Adryana
Abstrak :
Setiap negara memiliki tanggung jawab untuk membangun dan menyediakan layanan lalu lintas udara sebagaimana tertera dalam Pasal 28 Konvensi Chicago. Namun, Annex 11 Konvensi Chicago menyebutkan bahwa negara dapat mendelegasikan tanggung jawab tersebut kepada negara atau lembaga lain tanpa membahayakan kedaulatannya. Pendelegasian tanggung jawab tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak. Tetapi, pendelegasian tanggung jawab seringkali masih menyentuh kedaulatan sebuah negara. Maka dari itu, perlu dibedakan antara urusan operasional dan kedaulatan dalam pendelegasian layanan lalu lintas udara. Penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menganalisis hukum udara internasional dan perjanjian bilateral mengenai pendelegasian layanan lalu lintas udara. Dalam praktiknya, sifat dari pasal-pasal yang tertera pada perjanjian tersebut menentukan seberapa jauh tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. Berdasarkan kesimpulan di atas, sebaiknya ketentuan dalam perjanjian bilateral mengenai tanggung jawab kedua belah pihak harus dibuat secara lengkap dan jelas untuk menghindari benturan antara urusan operasional dan kedaulatan.
......Each state is responsible for establishing and providing air traffic services as stated in Article 28 of the Chicago Convention. However, Annex 11 to the Chicago Convention stated that states could delegate these responsibilities to other states or institutions without jeopardizing their sovereignty. The delegation of responsibility is carried out based on a mutual agreement agreed by both parties. The delegation of responsibility often still touches the sovereignty of a state. Therefore, it is necessary to distinguish between operational matters and sovereignty in the delegation of air traffic services. The author uses a normative legal research method by analyzing international air law and bilateral agreements regarding the delegation of air traffic services. In practice, the nature of the articles contained in the agreement determines the extent of the responsibilities that both parties must fulfill. Based on the conclusions above, it is better if the provisions in bilateral agreements regarding the responsibilities of both parties must be made completely and clearly to avoid conflicts between operational matters and sovereignty.
Keywords: Delegate, responsibilities, operational, sovereignty, bilateral agreement, air traffic services.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Muhammad Tri Kamal Mulyawan
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang perjanjian Bilateral antara Amerika Serikat dan India serta kepentingan nasional Amerika Serikat dalam pengembangan nuklir di India, perjanjian tersebut bernama India-United States Civil Nuclear Agreement. India-United States Civil Nuclear Agreement merupakan perjanjian yang memfokuskan terhadap pengembangan teknologi nuklir untuk sipil dan juga militer yang disepakati oleh India-AS pada 18 Juli 2005. Penelitian ini berpendapat bahwa Amerika menjadikan India sebagai mitra dalam kerjasama karena memiliki motif tertentu yaitu untuk menyaingi Cina dalam perekonomian dan juga menahan agresi Cina. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan data yang diperoleh dari studi pustaka. Teori yang digunakan untuk menganalisis ialah Teori Kepentingan Nasional dan Teori Kerja Sama Internasional. Hasil dari temuan penelitian ini adalah India-United States Civil Nuclear Agreement memiliki keuntungan yang didapat Amerika dan India dan perjanjian ini dinilai sebagai jalan Amerika Serikat untuk merealisasikan kepentingan nasional negaranya, perjanjian tersebut juga membuat hubungan kedua negara tersebut semakin erat dari sebelumnya.
......
This research explain Bilateral agreement between the United States and India as well as the US national interest in nuclear development in India, the agreement is called India-United States Civil Nuclear Agreement. The India-United States Civil Nuclear Agreement is an agreement focusing on the development of nuclear technology for civilians and also the military agreed by India-US in 18th July 2005. This research argues that America makes India a partner in cooperation because it has a certain motive to rival China in economy and also withstand China aggression. This research uses qualitative method with data obtained from literature study. The theory used to analyze is the National Interest Theory and Theory of International Cooperation. The result of this research is that India-United States Civil Nuclear Agreement has the advantage of America and India and this agreement is considered as the United States road to realize the national interests of the country, the agreement also makes the relationship between the two countries more closely than ever.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Dea Adelia
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini melihat fenomena dan konteks pelaksanaan Kesepakatan Kerjasama Sukarela (Voluntary Partnership Agreement) dalam FLEGT (Forest Law, Enforcement, Governance and Trade) dibuat Uni Eropa (UE) yang merupakan tanggapan dari UE atas pembalakan liar. FLEGT merupakan perjanjian bilateral antara UE dan negara-negara pengekspor kayu, dengan tujuan untuk meningkatkan tata kelola sektor kehutanan serta memastikan bahwa kayu dan produk kayu yang diimpor ke UE diproduksi sesuai dengan peraturan perundangan negara mitra. Persyaratan FLEGT di nilai terlalu berat untuk negara mitra dagang UE yang merupakan negara berkembang. UE membuat program kesepakatan kerjasama sukarela (VPA) untuk membantu menyelesaikan persyaratan yang ditetapkan UE untuk negara mitra (Studi Kasus: UE-Indonesia). Penelitian ini menjelaskan tentang pelaksanaan VPA yang dibuat UE terhadap negara mitra dilihat dari aspek hukum dan konsep smart regulation. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi dokumen. Penelitian ini memiliki fokus pada teks tertulis seperti peraturan tertulis, perjanjian, buku, jurnal dan artikel. Temuan penelitian ini berhasil menjelaskan elemen-elemen pembentuk VPA FLEGT kedalam 3 elemen utama dari smart regulation yaitu, VPA FLEGT sebagai pembentuk kontrol sosial, pemenuhan prinsip dasar regulasi dan bentuk intervensi dalam penegakan hukum dalam isu lingkungan.
ABSTRACT
This study looks at the phenomenon and context of implementing the Voluntary Partnership Agreement in the EU (EU) FLEGT (Forest Law, Enforcement, Governance and Trade) which is a response from the EU on illegal logging. FLEGT is a bilateral agreement between the EU and timber exporting countries, with a view to improving forestry sector governance and ensuring that timber and wood products imported into the EU are produced in accordance with partner country legislation. The FLEGT requirement at the value is too heavy for the EU's emerging trading partner countries. The EU creates a voluntary cooperation agreement (VPA) program to help finalize EU-set requirements for partner countries (Case Study: UE-Indonesia). This research explains the implementation of EU-made VPAs on partner countries in terms of legal aspects and smart regulation concept. This study uses qualitative research methods with a document study approach. This research focuses on written texts such as written regulations, agreements, books, journals and articles. The result of this study succeeded in explaining the main elements of smart regulation, VPA FLEGT as a form of social control, fulfillment of basic regulatory principles and forms of intervention in law enforcement in environmental issues.
2019
T53599
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library